Program Kaderisasi 1000 Ulama Dewan Da’wah lahir di masa kepemimpinan beliau. Ketika itu saya mendampingi beliau sebagai salah satu ketua bidang Ghazwul Fikri. Program ini telah melahirkan 70 doktor dan lebih dari 250 master, dengan pembiayaan dari Baznas. Alhamdulillah, hingga kini, program ini masih berlangsung.
Oleh : Dr. Adian Husaini*
JERNIH– Meskipun sudah hampir dua tahun Ustadz Syuhada Bahri dikabarkan sering ke rumah sakit, tetapi kepergian beliau pada hari Jumat (18/2) pagi tadi terasa sangat mengejutkan. Baru saja, kemarin, beliau menjalani operasi paru-paru, dan selesai dengan baik. Tapi, rupanya Allah menyayangi beliau, dengan memanggilnya di hari yang mulia.
Tentu saja, keluarga besar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dan juga umat Islam Indonesia merasa sangat kehilangan tokoh yang sangat istimewa ini. Ustadz Syuhada adalah senior dan guru kami di Dewan Da’wah. Kepada para pendengar Radio Dakta pagi ini, saya sampaikan, bahwa beliau adalah sosok dai teladan yang menjadi contoh dan menjadi inspirator bagi kami di Dewan Da’wah. Darah yang mengalir dalam tubuh Ustadz Syuhada itu adalah “darah dakwah”. Sampai akhir hayatnya, yang dipikirkan dan dikerjakan adalah aktivitas dakwah.
Bahkan, beberapa hari lalu, dalam kondisi sakit, dan di atas kursi roda, beliau masih memimpin rapat di kantor travel Dewan Da’wah di daerah Kebon Jeruk. Beliau menyampaikan, sangat ingin membantu keuangan Dewan Da’wah.
Ustadz Syuhada Bahri telah menjadi bagian penting dari sejarah perjalanan Dewan Da’wah. Aktivitas utama Dewan Da’wah saat ini, yaitu dakwah di berbagai pelosok tanah Air, tidak bisa dipisahkan dari kiprah dan pemikiran Ustadz Syuhada.
Beliau termasuk salah satu kader terbaik dari Bapak Mohammad Natsir, yang punya kekhasan dalam penguasaan dakwah pedalaman dan berbagai aktivitas dakwah lainnya. Penguasaan Ustadz Syuhada terhadap kondisi lapangan di berbagai pelosok daerah, memudahkan beliau melakukan koordinasi dakwah, sampai ke pelosok-pelosok daerah.
Siang hari ini, seorang dai Dewan Da’wah yang pernah mendampingi beliau di daerah-daerah pedalaman NTT dan Timor Timur (sebelum menjadi Timor Leste), menyampaikan pesan ke saya. Bahwa Ustadz Syuhada Bahri selalu berpesan: “Agar tetap istiqamah dalam berdakwah di mana pun berada.”
Tetapi, bukan hanya itu. Ustadz Syuhada juga seorang pemikir dan konseptor dakwah. Beliau banyak membina kader-kader dai kampus. Program Kaderisasi 1000 Ulama Dewan Da’wah lahir di masa kepemimpinan beliau. Ketika itu saya mendampingi beliau sebagai salah satu ketua bidang Ghazwul Fikri. Program ini telah melahirkan 70 doktor dan lebih dari 250 master, dengan pembiayaan dari Baznas. Alhamdulillah, hingga kini, program ini masih berlangsung.
Saya menjadi saksi, Ustadz Syuhada pula yang menandatangani kerja sama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dengan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk pendidikan calon-calon guru agama tingkat S2. Jadi, dibuka kelas khusus: Kelas Dewan Da’wah di UPI. Program ini berlangsung sampai tiga angkatan.
Satu pesan penting dari Ustadz Syuhada Bahri tertanggal 16 September 2020, yang masih tersimpan di HP saya adalah: “Yang selalu diingatkan Pak Natsir, kita harus menjaga nawaitu. Kita itu harus tahu pukul berapa sekarang. Kita itu harus berbenteng di hati umat. Untaian kata yang memiliki nilai sangat tinggi.”
Saya tidak sempat meminta penjelasan apa makna kata-kata indah itu. Tetapi, saya mencoba memahami, bahwa dalam berdakwah dan seluruh amal perbuatan, masalah niat menjadi yang utama. Jangan diremehkan masalah niat. Sebab, Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan, setiap amal tergantung pada niatnya. Dan seseorang mendapat balasan dari Allah, sesuai dengan niatnya.
Hadits tentang niat inilah yang dijadikan sebagai pembuka kitab legendaris karya Imam an-Nawawi: “al-Arba’in an-Nawawiyah”. Jadi, peringatan Ustadz Syuhada kepada saya itu sangat penting, agar dalam menjalankan aktivitas dakwah, benar-benar diperhatikan masalah niat. Dakwah harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah, karena hanya dengan itu, pertolongan Allah akan datang.
Ungkapan “Kita itu harus tahu pukul berapa sekarang”, memerlukan perenungan yang sangat serius. Saya berusaha memahaminya dari berbagai aktivitas dan tulisan Pak Natsir yang menekankan pentingnya memahami situasi dan kondisi dengan tepat dan cermat.
Dulu, setiap datang ke kantor DDII, hal pertama yang ditanya Pak Natsir adalah apa berita penting hari ini di media massa. Dalam buku “Fiqhud Da’wah”, Pak Natsir menekankan pentingnya berdakwah bil-hikmah. Hampir sepertiga isi buku itu membahas tentang hikmah dalam dakwah.
Sedangkan ungkapan “Kita itu harus berbenteng di hati umat” bisa kita pahami bahwa masalah umat dan masa depannya harus menjadi perhatian utama dalam dakwah kita. Alhamdulillah, selama puluhan tahun mengenal para tokoh dan aktif di Dewan Da’wah, saya merasakan semangat keumatan yang sangat kuat. Para pengurus dan dai-dai Dewan Da’wah di seluruh pelosok Nusantara terus berdakwah untuk kemaslahatan umat dan bangsa, tanpa mengenal lelah, ada dana atau tidak ada dana, dakwah tetap berjalan.
Ustadz Syuhada Bahri juga dikenal dengan ajakannya agar kita selalu berdakwah ilallah; berdakwah mengajak kepada Allah, bukan kepada kelompok; bukan kepada fanatisme golongan (ashabiyyah). Karena itulah, Dewan Da’wah memiliki salah satu prinsip dakwah: “merekat ukhuwah.”
Itulah beberapa keteladanan dan pesan-pesan penting Ustadz Syuhada Bahri. Ternyata, pada 12 Mei 2021, beliau pernah mengirim pesan WA ke saya. Petikan isinya: “Bismillah, di penghujung Ramadhan tahun ini, saya hanya bisa tertunduk sedih, ditemani oleh deraian air mata. Khawatir Ramadhan tahun ini merupakan yang terakhir bagi saya…”
Dan benarlah apa yang beliau tulis itu. Allah memanggil Ustdaz Syuhada di hari yang mulia, hari Jumat. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang mulia. Dan kami semua dapat melanjutkan perjuangan beliau. Selamat jalan Ustadz Syuhada, Ustadz Teladan! [mediadakwah]
*Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)