Pandangan Zulhas—dan tentu itu representasi sikap KIB– yang kembali menegaskan bahwa KIB menyikapi santai soal capres, adalah sikap yang tepat. Dengan langkah tersebut, ia tidak hanya menegaskan bahwa KIB adalah koalisi yang terpandang dalam politik Indonesia, melainkan juga secara tegas menegasikan rumor yang seolah dipaksakan sejak lama tentang KIB. Bahwa KIB adalah koalisi bentukan Jokowi dan pada saatnya akan menjadi kendaraan yang efektif untuk dimuati kepentingan Jokowi.
Oleh : Darmawan Sepriyossa
JERNIH– Pekan ini, salah seorang tokoh penting Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa meskipun KIB sudah memenuhi syarat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen, tetapi soal pasangan calon untuk Pilpres, koalisi itu tidak diburu waktu untuk mengumumkannya ke publik.
“KIB yang digagas bersama Golkar dan PPP tidak akan terburu buru dalam mendeklarasikan capres-cawapres 2024,” kata Zulkifli dalam keterangan yang ia sampaikan kepada wartawan, Ahad (6/11/2022). Zulhas, demikian ia disapa, menyampakan hal tersebut dalam pidatonya pada Silaturahmi Nasional KIB yang digelar di Hotel Dalton, Makassar, Sulawesi Selatan.
Tentu saja pernyataan Zulhas tidak datang ujug-ujug alias tiba-tiba begitu saja tanpa sebab yang mendasarinya. Sejak mulai terbentuk, KIB tak henti didesak, dibujuk, disindir untuk segera menegaskan calon presiden mereka. Hal itu berlangsung jauh sebelum Partai Nasdem menjadi partai politik pertama yang memiliki capres dengan menegaskan Anies Baswedan sebagai calon presiden mereka lewat deklarasi resmi, 3 Oktober lalu.
Setelah deklarasi Nasdem, kian kerap para politisi, pengamat dan kelompok kepentingan mendesak agar KIB pun segera melakukan deklarasi dan menegaskan pasangan capres-cawapres mereka. Yang paling bergaung tentu saja ‘permintaan’ Presiden Jokowi, yang dilontarkannya pada acara puncak HUT ke-58 Partai Golkar di JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, 21 Oktober lalu.
Saat itu Jokowi meminta KIB untuk tidak terlalu lama menentukan capres-cawapres sebagai jago mereka pada Pilpres 2024. “Saya titip pesan, jangan terlalu lama-lama. Saya dengar-dengar dan saya melihat, tiap hari itu Pak Airlangga Hartarto rangkulan terus dengan Pak Mardiono dari PPP dan Pak Zulkifli Hasan dari PAN,” kata Jokowi. Waktu itu Jokowi bahkan sempat memuji Airlangga dengan mengatakan bahwa jam terbangnya sudah tinggi.
Tampaknya permintaan Jokowi itu serius. Paling tidak, bahkan kepada partai kecil yang tidak lolos masuk Parlemen pada Pemilu 2019 lalu pun—Perindo–, Jokowi kembali mengulang permintaan agar parpol secepatnya menentukan calon presiden mereka. Harapan itu Jokowi kemukakan saat menghadiri perayaan HUT ke-8 Partai Perindo di JCH, Jakarta Pusat, Senin, 7 November lalu.
Benar, pernyataan itu bisa multiinterpretatif, mengingat frase “berhati-hati dalam menentukan calon” begitu sering dikemukakan Jokowi. Ada yang percaya, hal itu juga merupakan cara menyindir kepada Anies maupun Nasdem yang telah lebih dulu mengambil sikap. Soal imbauan untuk capres itu, Jokowi kembali melakukan hal yang sama saat menghadiri acara PDIP.
Pandangan Zulhas—dan tentu itu representasi sikap KIB– yang kembali menegaskan bahwa KIB menyikapi santai soal capres, adalah sikap yang tepat. Dengan langkah tersebut, ia tidak hanya menegaskan bahwa KIB adalah koalisi yang terpandang dalam politik Indonesia, melainkan juga secara tegas menegasikan rumor yang seolah dipaksakan sejak lama tentang KIB. Bahwa KIB adalah koalisi bentukan Jokowi dan pada saatnya akan menjadi kendaraan yang efektif untuk dimuati kepentingan Jokowi.
Sudah menjadi rahasia umum, segera setelah terbangunnya KIB, 4 Juni 2022, berseliweran rumors bahwa KIB dibentuk tak lain untuk menampung capres pilihan Jokowi. Dengan basis rumor seperti itu, wajar bila kemudian mengemuka selentingan bahwa pada saatnya KIB akan menyodorkan formula Ganjar-Airlangga atau sebaliknya, mengingat gubernur Jawa Tengah tersebut umumnya dilihat publik sebagai figur kesayangan Jokowi.
Apalagi seiring itu muncul sebuah berita di laman Tempo. co, 7 Juni 2022, dengan judul “Kata Politikus Golkar Soal Isu KIB Dibikin Buat Tampung Capres Pilihan Jokowi”. Meski pada berita itu Wakil Ketum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menampik selentingan miring tersebut, Tempo menulis ada “enam petinggi Golkar serta dua politikus PAN dan PPP mengatakan koalisi itu dipersiapkan untuk mengusung calon presiden pilihan Jokowi. Ditemui terpisah, enam narasumber itu kompak menyebut nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.”
Tampaknya lebih pada ketidaksengajaan atau mungkin keseleo lidah, hanya pernyataan Zulkifli Hasan pada saat pembentukan KIB, 4 Juni, bahwa calon presiden yang diusung pada Pemilu 2024 bisa berasal dari dalam ataupun luar koalisi, bahkan dengan menyebut beberapa kemungkinan nama seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, atau nama lain, saat itu kontan menjadi bumbu penyedap rumors. Apalagi Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, yang diundang dalam pertemuan itu pun mengatakan, bisa saja nanti organisasinya berkolaborasi dengan KIB.
Alhasil, konsistensi KIB untuk tetap teguh bersikap woles soal pencapresan, apalagi dengan pernyataan Zulhas terakhir tersebut, membuat rumors itu seolah titik api kian meredup.
Tampaknya, sebenarnya pihak di luar KIB pun bukan tak tahu bahwa koalisi itu sejatinya sudah punya calon sendiri yang mereka pegang teguh. Apalagi KIB pun bukan tidak pernah menegaskan hal itu, meski luput “di-Stabiloi” media massa.
Andai saja media cermat, pada saat merespons permintaan Jokowi di JI Expo itu, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa KIB sudah punya calon. Airlangga saat itu bahkan menambahkan bahwa KIB sudah punya tiket untuk mencalonkan presiden dan wapres tahun 2024. “Tiketnya kalau nonton bola, tiket premium, Pak Presiden. Di atas batas minimal. Tapi kalau dibantu oleh teman-teman ketua umum yang ada di depan, tiket premium ini berubah jadi VIP, Pak Presiden,”kata Airlangga, seperti dikutip Times Indonesia saat itu.
Airlangga jelas tak hanya bermanis mulut untuk melancarkan obrolan kala itu. Apa yang ia nyatakan bahkan memiliki dasar yang tegas, hasil Munas Partai Golkar 2019 yang dikuatkan Rapimnas 2021. Keduanya menyepakati bahwa Golkar akan mengusung Airlangga sebagai calon presiden dari Partai Golkar.
Sebagai parpol besar, Golkar memang tidak ingin terlihat main-main dengan keputusannya itu. Buktinya, bahkan pada pertemuan terakhir KIB di Makassar, 6 November lalu, Golkar tetap dengan tegas menyatakan tekad untuk mencapreskan Airlangga itu tak bisa diubah.
“Untuk Pilpres itu adalah suatu hal yang tidak bisa kita ubah. Karena itu (keputusan Airlangga Hartarto capres) adalah amanat munas,”kata Sekjen Partai Golkar, Lodewijk Freidrich Paulus, kepada wartawan di Hotel Four Points, Makassar, Ahad (6/11) lalu. Lodewijk mengatakan hal itu beberapa jam sebelum pertemuan KIB dilaksanakan di Hotel Dalton, Makassar, hari itu.
Sikap tersebut sangat wajar, bahkan patut dipuji konsistensinya. Meski untuk diusung sebagai capres KIB suara Golkar itu harus dimusyawarahkan bersama PAN dan PPP, bagaimana pun Golkar adalah suara dominan di KIB. Mungkin saja PAN dan PPP punya suara lain yang boleh jadi bertolak belakang. Namun parpol-parpol itu adalah parpol dewasa dan mengerti betul fatsoen politik. Jangan lupa, urusan fatsoen juga yang membuat Golkar tampak berhati-hati dan tidak terkesan memaksakan kehendaknya secara membabi-buta.
Jadi, kalau selama ini KIB terkesan menutup telinga untuk sekian banyak desakan agar mereka segera mendeklarasikan capres, itu pilihan yang sangat rasional. Memang buat apa? [INILAH.COM]