Larry “Oracle” Ellison dan Bayang-bayang Tiktok di AS

Bagi Washington, kehadiran Ellison lewat Oracle bisa menjadi solusi politik: TikTok tetap hidup, tetapi kendali operasionalnya jatuh ke tangan investor lokal yang bisa diawasi. Bagi Ellison, ini adalah peluang emas untuk menancapkan pengaruh lebih dalam pada infrastruktur opini publik digital.
JERNIH – Di balik layar industri teknologi dunia, nama Larry Ellison berdiri kokoh seperti mercusuar. Pendiri Oracle ini selama puluhan tahun dikenal sebagai sosok visioner dalam perangkat lunak dan infrastruktur cloud. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Ellison melangkah lebih jauh, menjejakkan kakinya di panggung media.
Langkah itu bukan sekadar ekspansi bisnis; ia mencerminkan persilangan antara teknologi, kekuasaan, dan narasi budaya. Dan di titik inilah TikTok, platform hiburan yang nasibnya tak jelas di AS dan menjelma jadi medan opini publik global, masuk ke orbitnya.

Ketertarikan Ellison terhadap media tampak jelas ketika ia bersama putranya, David Ellison, mendanai akuisisi Paramount Global lewat Skydance Media. Dengan kesepakatan itu, Ellison bukan lagi sekadar pemimpin dunia perangkat lunak; ia kini turut memiliki salah satu kerajaan hiburan terbesar di dunia. Paramount dan CBS, yang dulu hanya berurusan dengan layar lebar dan televisi, kini berada di bawah pengaruh keluarga Ellison—membuka jalan bagi integrasi antara konten kreatif dan kekuatan teknologi.
Di balik langkah ini, tersirat ambisi: bukan hanya menjadi penyedia alat, tetapi juga pemilik cerita. Ellison tampaknya paham, di abad ke-21, kekuasaan tidak hanya lahir dari data, melainkan juga dari narasi yang menyentuh hati miliaran pasang mata.
TikTok: Gerbang Menuju Masa Depan
Keterlibatan Ellison dengan TikTok muncul di tengah pusaran geopolitik. Pemerintah Amerika Serikat, dengan alasan keamanan nasional, mendesak agar platform asal China itu dipisahkan dari induknya, ByteDance. Kekhawatiran terbesar terletak pada data: siapa yang menguasai, siapa yang mengolah, dan siapa yang mengendalikan algoritma yang bisa menentukan apa yang viral dan apa yang tenggelam.
Di titik rawan itu, Oracle—perusahaan yang dibangun Ellison—masuk sebagai calon penyelamat. Oracle ditawarkan menjadi mitra teknologi, penyedia infrastruktur cloud yang menjamin keamanan data TikTok di Amerika. Lebih jauh, Ellison juga disebut-sebut dalam berbagai rencana konsorsium untuk mengambil alih operasi TikTok di AS, bersama investor besar lain.

Bagi Ellison, langkah ini jelas lebih dari sekadar bisnis. Ia sedang menapaki arena baru di mana cloud, algoritma, dan media sosial saling bertaut. TikTok tidak hanya aplikasi hiburan belaka. Tiktok adalah denyut budaya digital generasi muda. Menguasai TikTok berarti menguasai salah satu panggung terbesar opini publik dunia.
Motif Ellison dapat ditafsirkan dari berbagai sisi. Dari segi ekonomi, jelas keuntungan besar menanti bila ia berhasil menancapkan pengaruh dalam media sosial dengan ratusan juta pengguna. Dari sisi teknologi, Oracle mendapat peluang untuk memamerkan kekuatan cloud-nya di level global. Dan dari sisi politik, posisi Ellison semakin kokoh sebagai figur yang dipercaya Washington dalam isu keamanan data dan kontrol asing.
Namun, di balik peluang, selalu ada bayangan risiko. Apakah kepemilikan media raksasa dan platform digital oleh seorang tokoh teknologi akan mempersempit keragaman suara? Apakah algoritma akan tunduk pada kepentingan bisnis atau bahkan politik tertentu? Dan bagaimana nasib privasi pengguna ketika data menjadi komoditas paling berharga di dunia?
Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung, menjadi gema yang sulit diabaikan.
Keterlibatan Ellison di media dan TikTok bukanlah kisah sederhana. Ia melambangkan persilangan besar di abad digital. Yakni antara teknologi dan cerita, antara privasi dan keuntungan, antara kebebasan dan kontrol.
Di satu sisi, publik bisa berharap lahirnya inovasi baru, kolaborasi antara infrastruktur cloud yang kuat dengan platform kreatif yang dinamis. Di sisi lain, publik juga harus waspada. Karena siapa yang menguasai media dan algoritma, sejatinya memiliki kunci atas bagaimana kita melihat dunia.

Larry Ellison hari ini bukan hanya raksasa perangkat lunak, melainkan juga pemain besar di panggung media global. Dari Paramount hingga TikTok, jejaknya semakin jelas: ia ingin menggabungkan kekuatan teknologi dengan kendali atas narasi budaya.
Apakah langkah itu akan membawa dunia pada era media yang lebih aman dan inovatif, atau justru menjerumuskan kita pada konsentrasi kekuasaan yang berbahaya? Sejarah akan mencatat jawabannya.
Namun, satu hal pasti: ketika Ellison berbicara lewat bisnisnya, ia sedang menulis ulang bab penting tentang siapa yang berhak mengendalikan kisah umat manusia di abad digital.(*)
BACA JUGA: Drama TikTok: Antara Perang Dagang, Politik Trump, dan “Kekuatan Lunak” China