Limbah Masker di Bantargebang
Betapa sulitnya mengajari masyarakat membuang sampah masker.
JERNIH-Kabar menyedihkan datang dari Bantargebang, banyak karyawan lepas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang bertugas di Bantargebang terpapar COVID-19. Jumlahnya mencapai ratusan. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto, dalam sebuah acara beberapa hari lalu.
Yang memprihatinkan adalah ketika Kadis LH tersebut menyampaikan dugaan jika mayoritas petugas gerobak tersebut terpapar COVID-19 dari limbah masker yang dibuang bersama sampah rumah tangga.
Jika Kadis LH DKI Jakarta hanya menyebut jumlah yang terinfeksi ratusan, dapat diartikan bahwa jumlah mereka yang terpapar cukup banyak. Namun Kadis LH tak dapat menyebut angka secara tepat mengingat kemungkinan seperti gunung es dimana jumlah mereka yang terinfeksi COVID-19 dan tidak dilaporkan juga banyak.
Bantargebang adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini terbagi menjadi 4 kelurahan yang meliputi: Kelurahan Bantargebang: luas 406,244 Ha Kelurahan Cikiwul: luas 525,351 Ha Kelurahan Ciketing Udik: luas 568,955 Ha Kelurahan Sumur Batu: luas 343,340 Ha
Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) ini mulai beroperasi pada tahun 1989 dibawah BKLH Provinsi DKI Jakarta dan BKL Provinsi Jawa Barat yang kemudian direvisi dengan surat persetujuan kelayakan lingkungan AMDAL, RKL dan RPL No. 660.1/206.BPLH. AMDAL/III/2010 tanggal 11 Maret 2010. Adapun status tanah adalah Milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan beroperasi mulai tahun 1989.
Sedangkan Luas Area Bantar Gebang seluruhnya : 110,3 Ha terdiri dari : Luas efektif TPST 81,91 % dan sisanya 18,09% untuk prasarana seperti Jalan masuk, Jalan Kantor dan Instalasi Pengolahan Lindi. Dengan luas hingga 103,3 ha mungkin Bantargebang merupakan TPST terbesar bukan hanya di Asia Tenggara mungkin malah terbesar di dunia.
TPST Bantargebang menampung sampah rumahtangga dari wilayah DKI Jakarta. Volume sampah yang datang ke Bantargebang rata-rata 6.500 ton – 7.000 ton/hari, termasuk diantaranya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3) sebanyak 493 ton lebih. Di antara limbah berbahaya tersebut terdapat masker baik yang dikumpulkan dari sampah rumah tangga maupun non rumah tangga.
Hampir semua sampah rumah tangga yang datang ke Bantargebang tidak ada yang dipisah-pisah. Dapat dipastikan sangat jarang rumah tangga yang memilah-milah kantung sampah organik, sampah non organisk bahkan sampah yang masuk kategori B3. Semua sampah rumah tangga dicampur jadi satu kantung plastik.
Begitu sampah datang dan diturunkan, para pekerja di Bantargebang akan mengaduk-aduk sampah tersebutlah. Ironisnya mereka tidak menggunakan peralatan apapun untuk melindungi dari ancaman kesehatan mereka, sebagaimana disampaikan Asep Kuswanto jika petugas di bantargebang banyak yang tidak memakai alat pelindung yang memadai.
Banyak warga yang menjalani karantina mandiri karena COVID-19 membuang masker bersamaan dengan sampah lainnya. Mereka tidak sadar jika sampah mereka yang tengah menjalani karantina karena terinfeksi COVID-19 termasuk limbah berbahaya infeksius dan berpotensi menularkan penyakit.
Nampaknya perlu dilakukan mitigasi baik kepada masyarakat maupun petugas bantaergebang terkait penanganan sampah infeksus agar tidak terulang lagi kasus petugas Bantargebang tertular COVID-19 terlebih pada era varian Omicron. (tvl)