Solilokui

Mengenal dan Mencapai Taraf Ihsan

Para komentator hadits, seperti Ibnu Hajar al Asqalani, al Kirmani, dll, menggaris bawahi intisari hadits di atas. Yaitu, manusia harus menyembah Allah SWT secara sungguh-sungguh, penuh totalitas, dan ikhlas. Tanpa memandang situasi dan kondisi, baik di waktu senang dan lapang, maupun di waktu sempit dan susah. Seolah-olah kita melihat langsung Allah SWT dan kita merasa selalu diawasiNya

Oleh   : H.Usep Romli HM

Menurut bahasa, ihsan berarti berbuat baik. Merupakan perintah Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam Al Quran, S.an Nisa ayat 36 :

“Dan sembahlah Allah, serta jangan menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah terhadap ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga-tetangga dekat dan jauh, teman sepekerjaan, orang-orang musafir, dan hamba-hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang sombong dan membanggakan diri” .

Usep Romli HM

Dalam ayat di atas, tergambar jelas makna dan tujuan ihsan. Yaitu berbuat baik, yang ditandai keramahan, kerendahan hati, kelapangan dada, serta larangan berbuat sombong dan membanggakan diri yang mengandung makna serta tujuan yang bertentangan dengan perbuatan ihsan.

Ihsan adalah satu rangkaian tak terpisahkan dari sikap hidup setiap Muslim beriman dalam kehidupan sehari-hari, baik mengenai soal-soal pribadi, maupun soal-soal kemasyarakatan. Ihsan mengandung unsur kesempurnaan, keindahan, kebaikan dan keharmonisan hubungan vertikal kepada Allah SWT, dan hubungan horizontal kepada sesame manusia dan seluruh mahluk di muka bumi.

Keihsanan vertikal terhadap Allah SWT, yaitu ta’at tunduk patuh kepadaNya. Melaksanakan segala perintahNya sekaligus menjauhi segala laranganNya. Keihsanan terhadap Allah SWT merupakan manifestasi rasa syukur manusia atas segala limpahan nikmat karunia Allah SWT yang tidak terbatas. Yang mustahil dapat dihitung satu persatu (Q.s. Ibrahim : 34).

Sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari, mengutarakan penjelasan Rasulullah Saw, tentang makna ihsan : “Engkau sembah Allah seolah-olah engkau melihatNya. Apabila engkau tidak melihatNya, maka Ia akan melihat engkau.”

Para komentator hadits, seperti Ibnu Hajar al Asqalani, al Kirmani, dll, menggaris bawahi intisari hadits di atas. Yaitu, manusia harus menyembah Allah SWT secara sungguh-sungguh, penuh totalitas, dan ikhlas. Tanpa memandang situasi dan kondisi, baik di waktu senang dan lapang, maupun di waktu sempit dan susah. Seolah-olah kita melihat langsung Allah SWT dan kita merasa selalu diawasiNya. Keadaan seperti itu, yang akan menumbuhkan rasa khusyuk dan tawadlu (rendah hati).

  Keihsanan kepada sesama manusia, sudah lengkap terangkum dalam Q.s.an  Nisa ayat 36 di atas. Bahwa berbuat baik kepada sesama manusia, memiliki ruang  lingkup amat luas. Tidak terbatas oleh lingkungan tertentu, baik yang bersifa genetik, professi, maupun agama dan kepercayaaan. Ini menunjukkan, dalam berbuat baik, Islam tidak mengenal batas pertalian keturunan, kroni, kelompok, golongan, agama, bangsa dan lain-lain. Karena Islam bersifat humanistis dan universal dalam  menjalin kebaikan dan kebajikan dengan sesama manusia.

  Keihsanan terhadap mahluk lain, baik lingkungan alam, hewan maupun tumbuh-tumbuhan, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari makna dan tujuan ihsan.  Hewan yang dagingnya dihalalkan bagi manusia Muslim beriman, harus melalui proses penyembelihan yang ringan dan tidak menyakitkan. Sabda Rasulullah Saw : “Jika engkau menyembelih hewan, hendaklah asah dulu pisaunya dan ringankan proses penyembelihannya” (hadits sahih riwayat Imam Muslim).

Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat baik seperti Allah telah berbuat kepada manusia Serta Allah melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi, karena Ia tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (Q.s.al Qashash : 77). Justru Allah SWT sangat menyukai  orang-orang yang berbuat baik (Q.S.Al Baqarah : 195). Sehingga rahmat Allah  senantiasa dengan kepada orang yang berbuat kebaikan (Q.s. al A’raf : 56).

  Peluang untuk berbuat kebaikan yang secara syariat dan hakikat adalah melaksanakan perintah Allah SWT sekaligus menjauhi laranganNya, menjalin hubungan baik dengan sesama mahluk, meningalkan sifat-sifat merusak dan meraih rahmat Allah SWT, terbuka lebar di mana-mana. Tersedia setiap saat tanpa henti dan tanpa habis-habisnya. Sehingga kesempatan itu, mudah diraih dan ditempuh. Insya Allah. [ ]

Back to top button