SolilokuiVeritas

Menimbang Kemarahan Presiden Jokowi Kepada Menterinya

Kongkretnya, reshuffle tidak efektif. Menteri-menteri cukup dinyinyirin saja supaya fokus pada pekerjaannya. Paling yang meradang hanya kader PAN yang tahun lalu bergabung dengan partai koalisi pendukung Jokowi. Padahal, ibarat pertandingan sepakbola, Ketum PAN Zulkifli Hasan, sudah tampak di tribun penonton sudah ganti kostum dan sedang pemanasan di pinggir lapangan menunggu bola mati. Ya, memang begitulah  risiko paling ringan dari politik.

Oleh   : Ilham Bintang 

JERNIH– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengancam akan mengganti menteri yang sering mengimpor barang kebutuhan di dalam lingkup kementeriannya. Presiden menyebut secara eksplisit nama-nama menteri yang gemar  impor itu, yakni Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Mendikbud  Nadiem Makarim juga kena “damprat”. Lantaran baru membelanjakan dua triliun rupiah anggaran instansinya untuk barang produksi dalam  negeri. Padahal, menurut ayah Gibran dan Kaesang itu, barang-barang  impor yang digunakan untuk kegiatan operasional di kementerian sudah bisa diproduksi di dalam negeri. “Tempat tidur untuk rumah sakit, produksinya saya lihat di Yogyakarta ada, Bekasi, Tangerang ada,” ujar Jokowi saat memberi pengarahan pada acara “Afirmasi Bangga Buatan Produk Indonesia ” di Bali, yang disiarkan secara virtual, Jumat (25/3) lalu. 

Presiden kurang dari dua tahun ini akan mengakhiri jabatannya itu melanjutkan alasan kejengkelannya. “Impor masih mau diterus-teruskan? Saya mau umumkan kalau saya jengkel. Ini RSUD juga impor. Kemenkes impor. Tak baca nanti. Karena sekarang gampang banget detail saya lihat,”kata dia.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang baru meraih gelar professor kehormatan dari Universitas Hasanuddin, juga bikin presiden naik pitam. “Traktor kayak gitu, bukan high-tech aja impor. Jengkel saya. Saya kemarin dari Atambua, lihat traktor impor. Ini enggak boleh, Pak Menteri. Enggak boleh,” dia menegaskan.

Menteri BUMN, Erick Thohir, yang banyak memasang video dan foto dirinya di mesin ATM Bank BUMN tak luput juga dari “gigitan” Jokowi lantaran masih ada perusahaan pelat merah yang menggunakan produk impor. Jokowi pun meminta agar para dirut itu diganti.

“Saya sampaikan ke Menteri BUMN, sudah ganti dirutnya, ganti! Ngapain kita (pertahankan)? Sedangkan urusan saya, adalah mengganti menterinya,” kata dia.

Kita mengenal banyak model atau doktrin dalam kepemimpinan di dunia. Salah satunya  di dalam dunia militer, yaitu  “Tidak ada prajurit yang jelek. Hanya ada komandan yang jelek. Segala yang dilakukan dan tidak dilakukan prajurit adalah karena komandannya”, seperti sering dikutip Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Kontras model kepemimpinan ini adalah, “Sejauh sukses, itu baru hak pemimpin. Bagian  komandan atau bos.”

Zaman Pak Harto tak ada reshuffle

Presiden Soeharto adalah presiden pertama Indonesia dari kalangan militer (1967-1998). Sekian lama berkuasa dengan tangan besi, kejam menurut yang dirasakan kalangan aktivis, toh Pak Harto  sangat mengayomi dan melindungi para anak buahnya. Selama periode kepemimpinannya, Pak Harto tidak pernah menurunkan menterinya di tengah jalan. Yang kita tahu, jika menteri salah atau keliru, dipanggil menghadap ke Istana atau ke Cendana, kediamannya. Sebebal-bebal menterinya, Pak Harto akan tetap mempertahankan hingga masa jabatan lima tahun anggota kabinet berakhir, baru diganti.

Sikap itu jelas bikin mangkel masyarakat dan lawan politiknya. Menteri yang dilindungi itu banyak yang “memanfaatkan ” kelemahan  Pak Harto yang over-protektif. Kita mencatat hanya terjadi tiga kali penggantian menteri di masa Orde Baru. Itu pun salah satunya karena meninggal dunia, yaitu Mendagri Basuki Rahmat yang wafat  pada 8 Januari 1969, digantikan oleh Mayjen Amir Mahmud.

Sejak reformasi kerap terjadi reshuffle kabinet. Presiden Susilo Bambang Yudho-yono (SBY) merupakan presiden yang paling banyak melakukan pergantian menteri, sebanyak 20 kali. Rinciannya, SBY  reshuffle kabinet sebanyak 11 kali pada periode pertama  (2004-2009). Kemudian, sebanyak sembilan kali pada priode kedua ( 2009-2014). Urutan kedua, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meskipun periodenya singkat, tapi melakukan reshuffle kabinet sebanyak 13 kali.

Pada pemerintahan Presiden BJ Habibie yang singkat, juga tak ada reshuffle. Sejumlah  menteri yang mengundurkan diri dijabat secara ad interim oleh menteri lainnya. Demikian di era presiden Megawati Soekarnoputri. Tiga menteri yang sebelumnya mengundurkan diri dijabat oleh pelaksana tugas kementerian.

Sudah lima kali reshuffle 

Presiden Jokowi telah melakukan pergantian kabinet sebanyak 5 kali. Empat  kali periode pertama (2014-2019). Lalu, satu kali reshuffle kabinet pada periode kedua (2019-2024).

Pada periode pertama seperti disebut, empat kali Presiden Jokowi melakukan reshuffle beberapa menteri diganti. Sejauh itu Presiden Jokowi tidak pernah mengungkap secara jelas apa kesalahan menteri yang diganti. Rakyat dibuat gregetan pengin tahu alasannya, namun Presiden Jokowi keukeuh menutupnya. Alasan yang beredar didominasi spekulasi. Mengangkat dan memberhentikan menteri memang hak prerogatif Presiden.

Ketika saya dan sekitar sepuluh pemimpin redaksi media pers nasional dijamu makan malam di Istana, saya sempat menanyakan masalah konsideran tiap kali reshuffle. Jokowi tidak menjawab. Sejak itu saya tidak pernah menerima undangan lagi ke Istana.

Saya berkesimpulan, sebagai orang Jawa, mungkin Jokowi menjaga keputusannya  agar tidak melukai hati mantan pembantunya. Berbeda halnya  pada periode kedua ini. Jokowi berulang kali mengkritik kinerja pembantunya di depan publik. Pernyataannya keras, sudah sampai menyatakan “akan menggigit sendiri” yang anak buahnya yang main-main.

Jelas, itulah yang mendasari mengapa isu reshuffle merebak awal pekan lalu.  Rabu (23/3) lalu, saat Presiden menyelenggarakan rapat terbatas yang dihadiri semua anggota kabinet, banyak media yang terkecoh. Menganggap hari itu, Rabu Paing ( hari kesukaannya) Jokowi akan mengumumkan reshuffle.  Tetapi ternyata tidak.  Sampai kemudian muncul  nada kejengkelan dan ancamannya di Bali kemarin.

Artinya ini teguran Jokowi kesekian kali disampaikan di depan publik. Sebuah teguran yang  dapat digolongkan sebagai “nyinyir”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nyinyir merupakan kata yang menjelaskan nomina (objek orang) atau pronomina (benda). Istilah nyinyir dalam dunia nyata memiliki arti cerewet ; nyenyeh dan mengulang-ulang perintah atau permintaan.

Di dunia maya lain lagi. Kata nyinyir sering ditemui di berbagai status dan postingan di media sosial . Contohnya, seperti ini : “Halah, biasanya nyinyirin orang aja lo, pas ketemu aslinya juga palingan diem doang”.

Berdasar referensi netizen itu, setelah menimbang kemarahan Presiden kemarin, saya berkesimpulan  Presiden Jokowi tidak akan me-reshuffle kabinetnya. Fakta obyektifnya: masa pemerintahannya kurang dua tahun sebelum berakhir. Ganti menteri mudah, namun untuk beradaptasi perlu waktu beberapa bulan lagi.

Kongkretnya, reshuffle tidak efektif. Menteri-menteri cukup dinyinyirin saja supaya fokus pada pekerjaannya. Paling yang meradang hanya kader PAN yang tahun lalu bergabung dengan partai koalisi pendukung Jokowi. Padahal, ibarat pertandingan sepakbola, Ketum PAN Zulkifli Hasan, tampak di tribun penonton sudah ganti kostum dan sedang pemanasan di pinggir lapangan menunggu bola mati. Ya, memang begitulah  risiko paling ringan dari politik. [  ]

Back to top button