
Mark-up KCW tiga kali lipat! Di China 17 juta dolar AS per km Whoosh, di sini jadi 52 juta dolar. “Kalau gagal bayar, jangan-jangan China minta kompensasi wilayah, misalnya di Natuna Utara. Itu berbahaya, melanggar konstitusi kita,” kata Mahfud. Mark up itu masuk ranah pidana korupsi. Ini mesti diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siapa pun yang terlibat dalam korupsi itu mesti bertanggung jawab. KPK tidak boleh mendiamkan saja perkara ini.
Oleh : Ana Nadhya Abrar
JERNIH– Sudah lama kita mendengar kabar buruk tentang kerugian yang dialami oleh kereta cepat Whoosh (KCW). Namun, info yang disampaikan Prof. Mahfud MD tentang markup KCW membuat kita terhenyak. Semua kebanggaan kita KCW mendadak lenyap. Berganti dengan risau. Bahkan khawatir.
Betapa tidak. Info tersebut sangat menohok. Menyambar kita ibarat petir di siang bolong. Menghantam kita ibarat plot twist. Lihatlah: Mark up KCW tiga kali lipat! Di China 17 juta dolar AS per km Whoosh, di sini jadi 52 juta dolar. “Kalau gagal bayar, jangan-jangan China minta kompensasi wilayah, misalnya di Natuna Utara. Itu berbahaya, melanggar konstitusi kita,” kata Mahfud seperti dikutip media, 15 Oktober 2025.
Kita pun tersentak. Mark up itu masuk ranah pidana korupsi. Ini mesti diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siapa pun yang terlibat dalam korupsi itu mesti bertanggung jawab. KPK tidak boleh mendiamkan saja perkara ini.
Berbarengan dengan itu kita tersadar. Kejadian tersebut meruntuhkan tata kelola yang baik (good govrenance) yang selama diperjuangkan pemerintah. Risau kita menjadi pilu. Soalnya, ia bisa meruntuhkan daya saing bangsa. Bagaimana tidak. Ia menunjukkan birokrasi kita tidak prudent. Ia memperlihatkan ketidakmampuan lembaga pemerintah maupun swasta mengelola sektor publik. Muaranya, publik tidak percaya lagi terhadap niat baik pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Secara konseptual, good governance bisa mendongkrak daya saing bangsa. Mengapa? Karena ia meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya dan kinerja pemerintah. Salah satu indikator good governance adalah transparansi. Mark up KCW menunjukkan transparansi pemerintah kita payah.
Lepas dari perdebatan siapa tokoh sentral mark up KCW, dia sudah melemahkan semangat bersaing Indonesia dengan negara lain. Apakah dia tidak mengerti beberapa negara tetangga membangun reputasi agar punya daya saing yang tinggi? Lihatlah, ada yang meningkatkan literasi sains masyarakatnya. Ada pula yang membangun kolaborasi dengan negara yang maju dan kaya. Ada bahkan yang mengundang investasi luar negeri.
Maka tokoh sentral mark up KCW, siapa pun dia, tidak hanya memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Dia sudah merusak daya saing bangsa ini (setidaknya menurunkan daya saing bangsa). Dia meninggalkan jejak kemunduran yang jauh ke belakang. Dia bahkan menghancurkan harapan rakyat yang ingin melihat Indonesia berkibar, paling tidak di Asia Tenggara. Sungguh kejam dia.
Sekarang beberapa negara di Asia menerapkan konsep pemerintah yang lincah (agile government). Penerapan ini diangankan untuk menaikkan daya saing bangsa. Idealnya, Indonesia juga menerapkan prinsip ini. Namun, kabar tentang mark up KCW bisa menghambat Indonesia untuk menerapkannya. Bagaimana bisa mengimple-mentasikannya tanpa memenuhi prinsip transparansi? Kalau Indonesia nekad melakukannya, Indonesia akan semakin kehilangan daya saing.
Tentu kita tidak perlu meratapi mark up KCW berlama-lama. Kita harus menahan diri untuk tidak terlalu bersedih. Kita harus segera menyusun langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing bangsa. Salah satu cara yang masuk akal adalah berkonsultasi dengan teks-teks lama karya founding fathers. Memang konteks mereka dulu berbeda dengan konteks kita sekarang. Namun, langkah-langkah operasional dalam meningkatkan daya saing bisa menjadi rujukan. Langkah-langkah itu bisa diberi konteks yang sesuai dengan kondisi sekarang. [ ]
*Guru Besar Jurnalisme UGM.






