Menyalakan Kembali Semangat Khaibar
Pada ayat 14 Surat Al Hasyir dinyatakan, umat Yahudi (Khaibar) seperti bersatu-padu (dalam lindungan benteng), padahal hati mereka terpecah-belah. Mereka satu sama lain saling bermusuhan. Saling berebut pengaruh. Itulah sumber kekalahan Yahudi Khaibar.
Oleh : Usep Romli H.M.
Perang Khaibar, merupakan salah satu perang besar yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Saw (ghazwah). Setara dengan perang-perang Badar, Uhud, Khandak, Hunain, dll. Terjadi pada 9 Hijriyah, setelah kaum Muslimin berhasil menundukkan Mekah (Futuh Makkah) setahun sebelumnya.
Khaibar adalah nama pemukiman bangsa Yahudi, kurang lebih 30 km sebelah timur laut Madinah. Mereka sudah hidup berkembang biak di sana, selama ratusan tahun. Yaitu sejak bangsa Yahudi terusir cerai-berai (diaspora) ke seluruh penjuru dunia, akibat dihancurkan Titus Rumawi (th.70 Masehi).
Bersama etnis-etnis Yahudi lainnya, yang berkumpul di Yatsrib (sebelum diganti menjadi Madinah, setelah datang umat Islam hijrah ke sana), seperti Bani Qainuka, Bani Khaibar berhasil menjalin kekuatan di bidang sosial, ekonomi, politik dan pertahanan. Mereka mampu mengalahkan reputasi penduduk asli, yaitu klan Arab Aus dan Khajraz.
Keahlian Yahudi di bidang ekonomi,dimanfaatkan untuk menguras sumber daya alam Yatsrib yang melimpah. Terutama komiditas pertanian berupa kurma dan sayur-sayuran. Mereka kembangkan sistem ijon dan riba, sehingga petani-petani Arab tak berdaya. Sebagai produsen, mereka terbelenggu renten mencekik yang diterapkan orang-orang Yahudi yang menjadi bandar. Sebagai konsumen juga, mereka sangat repot, karena segala kebutuhan dipasok dan ditentukan harganya oleh para distributor Yahudi.
Setelah umat Islam datang berhijrah ke sana, keadaan mulai berubah. Nabi Muhammad Saw mulai menata “muamalah” (sistem sosial) umat Islam. Nabi Saw memerintahkan sahabat Abdurahman bin Auf, mendidik kaum Muhajirin (yang berhijrah) dan kaum Anshar (penduduk pribumi) menerapkan sistem ekonomi Islami, yang mengutamakan kejujuran, keadilan, bebas riba, bersih dari rente, dan jauh dari eksploitasi terhadap sumberdaya ekonomi, baik manusia maupun barang.
Tentu saja, sistem ekonomi yang dicontohkan Abdurahman bin Auf, segera menarik perhatian semua pihak. Umat Islam yang merasa diuntungkan, berbondong-bondong menyambut sistem itu di seluruh Yatsrib. Sedangkan umat Yahudi merasa terhina, karena sistem kapitalisme-liberalisme ekonomi yang mereka kendalikan, mulai terancam dan meredupkan reputasi mereka.
Pasar-pasar milik umat Islam Yatsrib, berdiri di dekat masjid-masjid. Sehingga hubungan antara urusan ukhrawi (ibadah ritual), dengan urusan duniawi (ibadah sosial) sangat erat. Tidak terpisahkan satu sama lain. Berada dalam prinsip mencari kebahagiaan akhirat, tanpa melupakan bagian di dunia (Q.s.al Qhasash : 77).
Legitimasi kegiatan ekonomi di kalangan umat Islam, sangat kuat. Firman Allah SWT, dalam Surat Jumu’ah ayat 9-10 menunjukkan ke arah itu : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, bersegeralah kalian kepada mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual-beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah ke segala penjuru bumi, dan carilah karunia Allah, serta banyaklah mengingat Allah agar kalian beruntung.”
Bagi umat Yahudi, kekalahan di bidang ekonomi, membawa implikasi luas, berupa kekalahan-kekalahan di bidang lain. Mereka tidak lagi menjadi superpower. Tapi mereka berusaha melawan kekuatan umat Islam. Melakukan persekongkolan-persekongkolan jahat dengan kabilah-kabilah kafirin-musyrikin Arab yang gerah menyaksikan kemajuan syiar Islam Madinah.
Apalagi setelah umat Islam mampu mengalahkan pasukan musyrikin Quraisy dalam perang Badar (th.2 Hijrah), konsolidasi kekuatan amat cepat dalam perang Uhud (th.3 Hijrah), dan mencapai puncaknya ketika menaklukkan Mekah (Futuh Mekah) th.8 Hijrah dan mengalahkan sisa-sisa kaum kafirin-musyrikin dalam perang Hunain (th.8 Hijrah).
Bersama kelompok-kelompok anti Islam, Yahudi Madinah, baik Qainuka maupun Khaibar, pernah menggalang kekuatan pasukan multinasional, untuk mengepung Madinah dalam perang Khandak (th.6 Hijrah). Namun umat Islam mampu mematahkannya dengan taktik bertahan di belakang parit (Khandak) dan mengirimkan intel ke tengah pasukan pengepung. Menyebarkan kabar-kabar menakutkan tentang kehebatan pasukan Islam Madinah. Sehingga pasukan pengepung, kabur sebelum berhasil melaksanakan tujuan mereka.
Andalan Yahudi hanya tinggal benteng-benteng Khaibar yang kokoh-kuat. Mereka menyimpan cadangan makanan untuk dua tahun, dan menyiapkan persenjataan terhebat yang belum pernah ada dalam sejarah peperangan masa itu.
Tapi ketika benteng-benteng Khaibar diserang, umat Islam hanya memerlukan waktu singkat saja untuk merebutnya. Di bawah komando Ali bin Abi Thalib, atas perintah Nabi Saw, benteng Khaibar didobrak hingga bobol. Penghuninya kucar-kacir. Sebagian besar terbunuh dan ditawan. Sisanya melarikan diri. Tamatlah riwayat Yahudi di seluruh Jazirah Arabia.
Kekalahan Yahudi di benteng-benteng yang kuat itu, dikisahkan dalam Q.s.al Hasyr. Pada ayat 14 dinyatakan, umat Yahudi (Khaibar) seperti bersatu-padu (dalam lindungan benteng), padahal hati mereka terpecah-belah.Mereka satu sama lain saling bermusuhan. Saling berebut pengaruh. Itulah sumber kekalahan Yahudi Khaibar.
Oleh Yahudi Zionis moderen, kekalahan nenek-moyang mereka di Khaibar dijadikan bahan kajian. Diolah sedemikian rupa. Dari kelemahan menjadi kekuatan. Lalu ditransfer dengan berbagai cara ke kalangan umat Islam masa kini. Sehingga yang terjadi sekarang, umat Yahudi bersatu-padu dalam ikatan yang kuat (Zionisme Intenasional), sedangkan umat Islam tercerai-berai dalam berbagai firqah, mazhab, aliran pemikiran, partai politik, dan aneka warna pandangan serta kepentingan lain . Akibatnya, Zionis Yahudi mampu membelaskan dendam leluhur mereka di Khaibar. Mengalahkan umat Islam di segala bidang. Termasuk dalam beberapa kali perang.
Kini saatnya umat Islam mengembalikan semangat Khaibar. Semangat persatuan, kesatuan dan kekuatan di segala bidang, agar kembali meraih reputasi yang pernah dicapai para leluhurnya di Madinah, di Khaibar, dan di seluruh muka bumi pada masa kejayaan Alam Islami selama lebih dari 12 abad (700-1924).
Nashrun minallahi wa fathun qarib wa basysyiril mu’minin (Q.s.ash Shaf : 13). [ ]