Solilokui

Muhammad Al-Amin

Dengan menyandang gelar “al amin”, seolah-olah pemuda Muhammad lolos test awal sebagai bakal nabi dan rasul. Para penulis “Sirah Nabawiyah” menyebut gelar “al amin” bagi pemuda Muhammad sebagai “irhash”. Mukjizat bagi para bakal Nabi dan Rasul.    

Oleh   : H. Usep Romli HM

Jauh sebelum diangkat sebagai Nabi dan Rasul, Muhammad telah mendapat gelar “al amin”. Orang yang amanah, jujur, terpercaya. Sebuah gelar langka di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah, yang mengutamakan tipu daya, kecurangan, kelicikan, bahkan huru-hara dan perang, dalam mencapai keinginan.

Pada waktu itu, para elit Arab dari berbagai suku saling bertengkar. Mereka satu sama lain merasa paling berhak meletakkan  Hajar Aswad pada tempatnya, setelah selesai merenovasi bangunan Ka’bah. Tak ada yang mau mengalah. Pedang sudah mulai dicabut. Perang kemungkinan segera berkobar.

Datanglah pemuda Muhammad. Beliau membentangkan sorbannya, lalu meletakkan Hajar Aswad di situ. Lalu beliau mengajak  para tokoh suku-suku Arab, memegang ujung-ujung sorban itu, dan menggotongnya ke Multazam. Beliau sendiri yang meletakkan  Hajar Aswad itu pada tempatnya yang biasa.

Para elit Arab merasa puas. Semua merasa dihargai. Mereka bersama-sama menggelari Muhammad “al amin”, karena sikapnya yang adil, rendah hati dan toleran. Lebih mengutamakan perdamaian daripada kekacauan. Apalagi itu menyangkut sarana suci sebuah peribadatan warisan turun-temurun Nabi Ibrahim alaihissalam.  Tempat tawaf, salah satu bagian pokok ibadah haji dan umroh.

Dengan menyandang gelar “al amin”, seolah-olah pemuda Muhammad lolos test awal sebagai bakal nabi dan rasul. Para penulis “Sirah Nabawiyah” menyebut gelar “al amin” bagi pemuda Muhammad sebagai “irhash”. Mukjizat bagi para bakal Nabi dan Rasul.    

Kemudian dalam al Qur`an, S.al Ahzab : 21, dinyatakan, pada diri Muhammad Saw, terdapat suri teladan yang baik, bagi orang-orang yang mengharapkan akhirat serta orang-orang yang senantiasa mengingat Alloh SWT.

Beberapa suri tauladan terpenting dari Nabi Saw, yang harus diikuti oleh umatnya, tentu saja sifat jujur itu.

Beliau terkenal pula pandai berkomunikasi  dengan siapa pun, dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam (tabligh). Meluruskan aqidah yang menyimpang, tanpa menghilangkan sifat toleransi. Mengajak kepada jalan Islam, tanpa paksaan dan kekerasan. Umat Yahudi dan Nashrani mendapat perlindungan dalam menjalankan keyakinan masing-masing, berdasarkan prinsip “untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (Q.s. al Kafirun : 6). Kehidupan pluralis yang damai berlangsung mulus, selama Yahudi dan Nashrani tidak memusuhi umat Islam.

Ketika kaum Yahudi Madinah bersekongkol dengan musyrikin Mekkah, menggalang kekuatan “multinasional” memerangi kaum Muslimin, Nabi Saw memobilisasi umat Islam untuk melawan. Sehingga terjadi Perang Khandak. Pasukan “multinasional” itu mengepung kota Madinah berhari-hari. Mereka tidak dapat masuk menyerang karena terhalang oleh parit (khandak) yang sengaja digali di sekeliling kota sebagai benteng pertahanan, atas saran sahabat Salman al Farisyi yang berasal dari Persia (Iran). Begitu pula ketika Yahudi Khaibar berhianat, umat Islam bangkit melawan, mengobarkan perang “Khaibar”. Sehingga umat Yahudi terusir habis dari Madinah.

Nabi terkenal pula suka bermusyawarah. Terutama dalam hal-hal bercorak duniawi yang bersifat umum. Misalnya, dalam taktik dan strategi perang. Karena musyawarah untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, merupakan perintah Alloh SWT (Q.sw.aAli Imron : 159).

Beliau seorang professional di segala bidang. Pernah menjadi penggembala kambing yang terpuji, pedagang sukses, pemimpin rumah tangga yang piawai, panglima perang yang terjun langsung ke medan laga (gazwah). Beberapa peristiwa perang yang tidak beliau pimpin langsung–disebut “sariyah“–juga selalu memetik kemenangan dalam menegakkan kalimat Alloh SWT (li ila kalimatillahil ulya) dan mengangkat harkat derajat Islam dan kaum Muslimin (izzul Islam wal Muslimin).

Sebagai pemimpin yang menyayangi umat, ketika akan wafat, Nabi Saw mengucapkan kekhawatiran tentang kondisi umat Islam sepeninggalnya kelak, melalui ucapannya yang termashur “ummatiy, ummatiy“, dan “annisa, annisa“, karena membayangkan keadaan kaum perempuan masa datang yang akan menjadi obyek pemuas hawa nafsu laki-laki bejat, korban komersialiasi dan materialisasi ragawi demi kepentingan promosi ekonomi, sehingga terjebak pornografi dan pornoaksi. Bandingkan dengan pemimpin-pemimpin zaman moderen. Napoleon Bonaparte, ketika sekarat, hanya memanggil-manggil Margareta Josphine, kekasihnya. Demikian pula Hitler, pencetus Perang Dunia II. Ketika akan bunuh diri hanya menyebut nama Eva Braun, wanita terakhir yang mendampinginya.

Memang Nabi Muhammad Saw, diutus ke muka bumi, semata-mata sebagai rahmat bagi semesta alam  (Q.s. al Anbiya : 107). Sumber rahmat semesta alam yang dibawa Nabi Saw , adalah keimanan kepada Alloh SWT yang Maha Esa (Tauhid) dan tujuannya adalah menjadikan manusia, masyarakat, dan bangsa yang ta`at, tunduk patuh kepadaNya (Q.s.al Anbiya : 108).

Semua kesuksesan itu dimulai dari “al amin”. Terpercaya. Jujur. [  ]

Sumber : “Sirah Nabawiyah” alm. Syekh Ramadhan al Buthy (1980) 

Back to top button