POTPOURRISpiritus

Setetes Embun: Penyelenggaraan Ilahi

Kesadaran akan kuasa Allah hanya muncul ketika orang sudah sampai pada titik batas; ketika manusia tidak mampu berbuat lebih lagi.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Ketika Yesus mengutus ke 70 murid (sering disebut juga 72) untuk pergi mempersiapkan jalan bagi datangnya Kerajaan Allah, ada pesan pesan yang tidak biasa. Mereka dilarang membawa pundi-pundi, bekal atau kasut. Mereka diibaratkan domba yang diutus ke tengah serigala, dan mereka tidak boleh memberi salam kepada orang lain selama dalam perjalanan.

Artinya, mereka harus berjalan dengan bawaan seringan mungkin, tanpa beban jika perlu. Mereka akan mengalami kesulitan tapi mereka tidak perlu mengantisipasinya. Fokus pada tujuan dan tidak melakukan hal lain. Mereka hanya perlu tahu kemana mereka diutus dan apa yang harus mereka sampaikan. Selebihnya bukan urusan mereka. Semua direncanakan oleh Allah, baik proses maupun terutama hasilnya.

Dalam konteks inilah kita memahami makna salah satu bagian doa Bapa Kami: Berilah kami makanan pada hari ini dan hari selanjutnya. Mereka tidak diajar berdoa untuk meminta makanan selama berhari-hari tetapi cukup untuk makanan hari berikutnya.

Inilah yang namanya percaya pada PENYELENGGARAAN ILAHI. Nampaknya mudah. Semakin sedikit yang dilakukan biasanya semakin baik. Tapi realitas bicara lain. Bagian yang paling mudah kadang justru bisa menjadi yang paling sulit. Bisa dalam banyak hal sering lebih diakui. Kreatif atau multi talenta lebih diterima. Disinilah terjadi ketegangan antara kekuatan manusiawi dan kekuatan ilahi.

Semakin berkembang rasio atau akal budi manusia, peran Allah semakin berkurang. Semakin mampu manusia melakukan sesuatu, konsep bantuan yang ilahi makin samar samar. Kesadaran akan kuasa Allah hanya muncul ketika orang sudah sampai pada titik batas; ketika manusia tidak mampu berbuat lebih lagi.

Saat itulah Allah diseru dan disebut seolah Allah ibarat pemadam kebakaran atau dokter spesialis. Inilah akar sekularisme. Allah makin hilang perannya karena manusia sudah makin hebat. Untuk alasan itulah kita diutus dan termasuk dalam kelompok 72.

Meyakinkan dunia bahwa Allah masih hidup dan berkuasa, bahkan berperan dalam bagian hidup yang paling sederhana. Allah bukan hanya spesialis dalam hal tertentu melainkan Allah dalam segala-galanya.

Fokus pada tujuan dan tidak terganggu oleh hiruk pikuk sekitarnya akan membawa kedamaian sejati.

*

Pernah ada seorang raja yang menawarkan hadiah kepada seniman yang bisa melukis gambar terbaik tentang DAMAI. Banyak seniman mencobanya. Raja melihat semua lukisan yang dibawa. Tapi hanya ada dua yang benar-benar dia sukai, dan dia harus memilih di antara mereka.

Salah satu lukisan adalah danau yang tenang. Danau itu adalah cermin yang sempurna untuk gunung-gunung menjulang yang damai di sekelilingnya. Di atas adalah langit biru dengan awan putih tipis. Semua orang yang melihat lukisan ini berpikir bahwa itu adalah suasana damai yang sempurna.

Lukisan lainnya juga memiliki gunung. Tapi ini kasar dan gersang. Di atas adalah langit yang marah, dari mana hujan turun dan petir menyambar. Di sisi gunung jatuh air terjun yang nampak ganas. Ini sama sekali tidak terlihat damai.

Tetapi ketika raja melihat lebih dekat, dia melihat di balik air terjun ada semak kecil tumbuh di celah batu. Di semak-semak itu, seekor induk burung telah membangun sarangnya. Di sana, di tengah-tengah aliran air yang marah, duduklah induk burung di sarangnya bersama anak-anaknya – dalam kedamaian yang sempurna.

Gambar mana yang menurut Anda memenangkan hadiah? — Raja memilih gambar kedua. Apa kamu tahu kenapa? “Karena” raja menjelaskan, “damai tidak berarti berada di tempat di mana tidak ada kebisingan, masalah, atau kerja keras. Damai berarti berada di tengah-tengah semua itu dan tetap merasakan damai dan ketenangan di dalam hati.

Inilah DAMAI yang dibawa oleh ke 70 murid Yesus dan inilah yang membawa sukacita sejati. Inilah arti sebenarnya dari HIDUP YANG DAMAI dalam keyakinan akan PENYELENGGARAAN ILAHI.

(SETETES EMBUN; by P. Kimy Ndelo CSsR, ditulis di Biara Redemptoris Minburi, Bangkok).

Aaa

aaa

Back to top button