Partai Golkar dan Kekuasaan
Genetik Partai Golkar yang melekat dengan kekuasaan telah menjadikannya senantiasa sebagai bagian dari pemerintahan. Golkar praktis tidak pernah memposisikan dirinya di luar pemerintahan. Hanya dua tahun saja pasca kekalahan koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa pada Pilpres 2014, pada tahun 2016 Partai Golkar masuk ke Kabinet Presiden Jokowi.
Oleh : Prof.Yuddy Chrisnandi *)
JERNIH– Tanggal 20 Oktober 1964 , 56 tahun lalu Golkar (Golongan Karya) lahir dimasa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Kala itu namanya Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar yang pendiriannya diinisiasi oleh Kelompok Induk Organisasi SOKSI, KOSGORO dan MKGR.
David Reeve, Indonesianis asal Australia, menyimpulkan, sesungguhnya organisasi Sekber Golkar memiliki keterkaitan ide dengan gagasan Soekarno. Soekarno mengkritik partai politik saat itu terjangkiti liberalisme dan tidak sejalan dengan falsafah bangsa. Karena itu Presiden Soekarno mengintroduksi golongan fungsional atau golongan karya untuk menggantikan partai-partai walaupun seiring waktu justru Golkar menjadi otokritik terhadap kepemimpinan Soekarno.
Golkar berkembang menjadi kekuatan politik utama Orde Baru, sepanjang tujuh kali pemilu; tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997 Golkar selalu memenangkan pemilu. Sebagai kekuatan single majority dan leader dari dua partai lainnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golkar menjadi tulang punggung pemerintahan.
Di awal reformasi banyak pihak tak menyangka Golkar sanggup bertahan melawan hukum besi sejarah, jatuh bersama dengan kejatuhan pemerintahan Orde Baru. Ternyata tidak, dari lima kali pemilu di era reformasi: tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019 Partai Golkar justru memperlihatkan kematangan politiknya. Golkar muncul sebagai kekuatan utama di tengah persaingan ketat sistem multi partai, selalu dalam posisi tiga besar dan bahkan sebagai partai terbesar hasil pemilu 2004.
Lahir dari rahim kekuasaan
Dilihat dari sejarah panjang Partai Golkar dalam perpolitikan Indonesia, secara filosofis bisa dikatakan partai ini lahir untuk mendukung sistem kekuasaan yang ada. Berbeda dengan partai-partai politik yang lahir dari kancah perjuangan seperti Sarekat Islam atau PNI (Partai Nasional Indonesia) yang oleh Soekarno dijadikan sebagai organisasi perjuangan berbasiskan massa rakyat untuk memperjuangkan Indonesia merdeka, namun Golkar yang dilahirkan para jenderal-jenderal yang tidak nyaman dengan kekuatan kiri, dinilai Presiden Soekarno bisa sebagai alternatif kekuatan politik selain partai-sekaligus kekuatan penyeimbang PKI yang saat itu mulai membesar.
Jadi, dari sudut ide dan gagasan Golkar hakekatnya juga ditujukan untuk menopang kekuasaan Presiden Soekarno saat itu. Di era orde Baru Golkar berperan penting dalam konsolidasi kekuatan politik rezim ini, bahkan salah satu pilar penyangga kekuasaannya adalah Partai Golkar. Golkar dalam selalu menang dalam setiap pemilu dan selama itu pula Golkar menjadi bagian dari kekuasaan.
Demikian pula dengan era reformasi, genetik Partai Golkar yang melekat dengan kekuasaan telah menjadikannya senantiasa sebagai bagian dari pemerintahan. Golkar praktis tidak pernah memposisikan dirinya di luar pemerintahan. Hanya dua tahun saja pasca kekalahan koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa pada Pilpres 2014. Namun pada tahun 2016 Partai Golkar masuk ke Kabinet Presiden Jokowi. Jadi Partai Golkar adalah partai pemerintah dan garis perjuangan Golkar dijalankan melalui kemampuannya mengayuh pemerintahan seperti yang telah ditunjukkannya selama ini.
Tantangan Partai Golkar
Sekalipun Partai Golkar selama Orde Baru menguasai “jagat perpolitikan”, namun fakta menunjukkan partai ini tengah mengalami kemunduran. Tak ada jaminan sebuah partai politik yang telah berkuasa puluhan tahun, akan dengan mudah melanggengkan kekuasaannya.
Ini dapat kita lihat pada kekalahan Partai Demokrasi Liberal (LDP) di Jepang, Partai Buruh di Inggris dan Partai UMNO (United Malay National Organization) di Malaysia. Kekalahan tiga partai tersebut setelah berkuasa puluhan tahun tentu bisa menjadi bahan pembelajaran semua partai politik, termasuk Partai Golkar yang sejarah panjangnya juga mirip dengan Partai LPD, Partai Buruh dan Partai UMNO.
Dengan berkaca pada kekalahan partai-partai tersebut hemat penulis Partai Golkar bisa menarik pelajaran sekurang-kurangnya dalam empat hal: Pertama, tidak adanya figure kepemimpinan yang kuat.
Regenerasi kepemimpinan politik itu bagi partai penting, bukan hanya sebatas manajerial namun kepemimpinan juga erat kaitannya dengan ketokohan atau daya tarik electoral yang dimiliki partai. Namun kepemimpinan partai politik juga tidak lahir dari mekanisme instan, butuh rekruitmen dan kaderisasi yang baik hingga akhirnya kader-kader partai memiliki kualitas kepemimpinan yang otentik dan sanggup menjawab tantangan zaman. Partai Golkar mulai saat ini harus menyiapkan kaderisasi kepemimpinannya, termasuk kepemimpinan nasional.
Kedua, kehilangan kepercayaan rakyat. Basis partai politik itu adalah pilihan rakyat dan ketika rakyat tidak lagi menaruh kepercayaan pada partai tersebut, maka rakyat menghukumnya dengan tidak memilihnya di pemilu. Karena itu menjaga kepercayaan rakyat itu penting bagi partai politik, terlebih-lebih bila dia telah dipercaya untuk memimpin. Partai Golkar ke depan harus menjadi partai yang mendapatkan kepercayaan rakyat.
Ketiga, perilaku korup atau minimnya keteladanan tokoh-tokoh partai politik. Sejarah telah menunjukkan bagaimana partai-partai yang berkuasa akhirnya tumbang karena skandal korupsi. Karena itu integritas dan menjaga keteladanan adalah hal utama yang harus dijaga oleh partai politik termasuk Partai Golkar.
Keempat, rapuhnya konsolidasi organisasi. Hal ini terlihat dari tidak diperliharanya struktur organisasi terutama di level akar rumput, penyegaran kepengurusan, pengkaderan yang tidak berjalan dengan baik, menjaga soliditas dan harmoni partai, yang itu semua menyebabkan organisasi menjadi rapuh dan tidak siap mengantisipasi berbagai tantangan yang ada. Partai yang seperti ini tentu akan kalah dengan partai-partai yang mungkin lebih muda dari segi usia namun solid di dalam mengonsolidasikan basis partainya.
Sebagai solusinya Partai Golkar harus mempersiapkan kader-kadernya yang otentik dan berintegritas sebagai patriot-patriot pembangunan bangsa yang dicintai dan mencintai rakyatnya. Dirgahayu Golkar, maju dan jayalah Indonesia!
*) Penulis adalah Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional dan Dubes RI untuk Ukraina, Georgia dan Armenia/Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar.