Solilokui

Pecinta Aspal: Hati-Hati Parkir Tegak Lurus dengan Gerakan Maju

Banyak gedung yang terlalu hemat biaya konstruksi tempat parkirnya dengan cara memperpendek beton “tire stop” yang hanya sepanjang 60 cm dr 300 cm lebar bidang parkir untuk menahan salah satu ban saja.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto

JERNIH-Ada tiga macam posisi parkir: paralel, tegak lurus, dan serong. Ketiganya bisa diakukan dengan gerakan maju atau mundur. Mobil Honda Jazz di dalam foto terlampir itu gagal parkir tegak lurus dengan gerakan maju di area parkir sebuah mall di Kota Bekasi.

Tidak ada kewajiban dan aturan tertulis perparkiran di situ tapi umumnya para pengunjung parkir dengan cara mundur. Itu sesuai kaidah global, “first move is forward”. Mobil di dalam foto tsb dengan pengendara wanita, masuk parkir maju. Dari situlah masalahnya bermula.

Honda Jazz, seperti halnya mobil perempuan yang lain, termasuk city car, punya ground clearance (GCL, tinggi bagian terrendah bodi dari permukaan tanah) relatif pendek. Sekitar 15 cm di jalan datar pada beban kosong. Dengan alasan:

  1. Mobil di kanan kiri salah posisi parkirnya maka Jazz itu masuk parkir tdiak tepat di posisi tengah. Akibatnya ban tidak bisa berhenti mentok di beton “tire stop”. Alias nyrobot maju melangkahi “tire stop”,
  2. Bidang parkiran itu miring ke depan,
  3. Dua org yang duduk di depan gemuk.

Akibat dari hal 1, 2, dan 3 dan 4 (GCL 15 cm) maka ketika mobil mundur ke belakang mau batal parkir, bagian bawah bodi depannya mentok beton “tire stop” (tinggi 15 cm) dan karena dipaksa mundur lagi maka bumper depannya rusak-jebol dari dalam karena membentur “tire stop” dari dalam. Nampaknya radiatornya juga kena.

Pengemudi tidak menyadari bahwa karena lantai parkiran agak miring ke depan maka pada saat mobil maju ke ujung belakang parkiran distribusi beratnya numpuk ke bagian depan, sehingga mempèrpendek GCL kurang dr 15 cm. Alias, mudah masuk tapi susah keluar karena bodi mentok “tire stop”.

baca juga: Pecinta Aspal: Budaya Kecelakaan

Silahkan diambil pelajaran sendiri khususnya bagi kaum wanita. Tapi kira-kira saya bisa simpulkan bahwa dari sisi pengemudi, kesalahannya dimulai dari cara parkirnya yang maju. Kalau masuk parkirnya mundur mungkin nasibnya beda karena GCL bodi Jazz belakang itu sekitar 25 cm.

Mungkin ia seperti kebanyakan wanita kurang ahli parkir mundur. (disadari atau tidak, wanita itu lebih rendah intelijensi spasialnya dibanding laki-laki sehingga membuat diri mereka rawan mengalami gangguan keselamatan dan keamanan).

Kecelakaan biasanya terjadi sebagai hasil akhir dari interaksi spiral berbagai kondisi dan aksi yang tidak selamat (unsafe conditions and actions, USCs-USA’s). Hindari terjebak ke dalam USCs-USA’s yang di luar kendali anda.

Pecinta Aspal:  Antisipasi Kecelakaan, Pentingnya Berpikir Hipotetis

Sekedar melawan lupa, mobil yang jatuh dari lantai 8 di sebuah gedung di kawasan Mampang beberapa tahun lalu awalnya juga karena ban belakangnya meleset kurang dari 10 cm tidak mentok ke “tire stop” sehingga nylonong nabrak pagar (yang dibuat seadanya) dan jatuh ke bawah dari ketinggian 25 m sehingga salto di udara, menewaskan sopirnya, dan meremukkan bodi mobil.

Banyak gedung yang terlalu hemat biaya konstruksi tempat parkirnya dengan cara memperpendek beton “tire stop” yang hanya sepanjang 60 cm dr 300 cm lebar bidang parkir untuk menahan salah satu ban saja.

Akibatnya banyak yang gagal parkir pada kesempatan pertama. Seharusnya “tire stop” dibuat agak panjang agar bisa menahan kedua ban sehingga kemungkinan melesetnya nol persen.

Terima kasih,

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button