Pecinta Aspal: Rawan Salah Memprediksi Laju dan Jarak Kendaraan

Khususnya yang sudah berumur di atas 50 tahun harus lebih ekstra hati pada saat berkendara, khususnya dalam urusan mengidentifikasi dan memprediksi laju dan jarak kendaraan lain yang mendekati kita.
Penulis: Priyanto M. Joyosukarto
JERNIH-Setelah anda siap fisik dan mental dan kendaraan anda pun juga sudah siap fisiknya maka urusan berkendara itu bisa dikatakan hanya persoalan menerima, mengolah, dan mendayagunakan informasi saja.
Perjalanan wisata spiritual Nyadranan saya ke Solo dan sekitarnya minggu lalu ternyata mendapatkan banyak hasil sampingan terkait dengan Kampanye 13K KOMNASTOL, yaitu tentang berbagai bentuk rangkaian kejadian sebab akibat (RKSA) kecelakaan. Layak baca dan perlu bagi anda semua yang ingin selamat di jalan.
Salah satu jenis kecelakaan yang saya catat (tapi tidak melihat sendiri) adalah cerita langsung dari dua korban kecelakaan yang mirip. Satu di Sragen, satu di Klaten. Keduanya berumur di atas 50 tahun, laki dan perempuan.

Pada kedua kasus tersebut, korban yang berkendara motor akan belok kanan langsung. Sudah melihat ke kanan dan kiri, lalu lintas sedang sepi. Ada kendaraan lain yang masih jauh. Tapi nyatanya, begitu mereka membelok di tengah jalan, mendadak dari arah kanan datang motor dengan speed (laju bukan kecepatan) tinggi menabraknya persis di bagian tengah bodi motor (“ditenggel” boso Jowone).
Akibatnya cukup mengerikan karena korban yang sudah pensiunan tersebut patah kaki dan tangan sehingga harus keluar biaya puluhan juta untuk operasi pasang dan lepas “pen” dan menderita berbulan-bulan. Saya sempat ditunjuki beberapa pen yang belum lama dicopot dari tulang kakinya.
Sejak dulu banyak sekali kasus saya temukan dimana kehidupan seseorang mengalami perubahan sangat drastis secara ekonomi dan sosial-psikologis paska kecelakaan.
baca juga: Pecinta Aspal: Manfaat Lewat Tol
Pesan di balik peristiwa tersebut adalah kita semua, khususnya yang sudah berumur di atas 50 tahun harus lebih ekstra hati-hati pada saat berkendara, khususnya dalam urusan mengidentifikasi dan memprediksi laju dan jarak kendaraan lain yang mendekati kita.
Kalau mau belok kanan untuk nyebrang jalan, minimal 30 detik sebelumnya sudah kirim sinyal lampu sein. Atau lebih baik berhenti sejenak untuk memastikan bahwa situasi “selamat” (bukan “aman”) untuk menyebrang.
Seiring bertambahnya umur, terjadi penurunan kemampuan men-justifikasi (mengidentifikasi dan memprediksi) laju dan jarak kendaraan yang mendekat sehingga mudah salah perhitungan.
Selain itu, respon kita juga lamban. Antara keinginan dan kemampuan ternyata berbeda. Kenyataan proses penuaan (aging) seperti itu harus disadari dan diterima. Jangan diabaikan atau diingkari.
baca juga: Pecinta Aspal: Gerbang Tol, Portal, dan SARA (G-P-S)
Atau, dalam istilah KOMNASTOL, pengendara yang berumur di atas 50 tahun itu mudah gagal dalam kelima proses mengolah informasi yang menentukan keselamatan berkendara, yaitu SIPDE: Sampling/Seeing-Identify-Predict-Decide-Execute.
Ajarkan kepada anak cucu anda untuk rajin berolahraga sejak kecil agar di umur 50 tahun mereka akan masih sehat bugar belum termakan penuaan. Tabungan olahraga sejak anak-anak itu bisa menjamin keselamatan dan keamanan, bahkan juga kesejahteraan di masa tua.
“keselamatan dan keamanan mungkin saat ini belum berarti apa-apa bagi anda. Tapi bila salah satu atau keduanya tidak hadir maka semua milik anda bisa menjadi tidak berarti apa-apa lagi”. Terima kasih,
Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; Kyokushin Karateka 4-th Dan/ IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/ M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer