Solilokui

Pengalaman Naik Taksi di Amman

Beberapa hari kemudian, saya harus ke Hotel Gondola lagi. Menghadiri konferensi pers Abu Jibril, tokoh PLO yang bermukim di Damaskus, Suriah. Ia sengaja datang ke Jordania sebelum ke Baghdad, untuk menyatakan dukungan kepada Presiden Saddam Hussein.

Oleh   : Usep Romli H.M.

Menjelang “Perang Teluk I”, Oktober 1990, serangan pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat ke Irak, untuk membalas agresi Irak ke Kuwait 5 Agustus 1990, para wartawan peliput dari mana-mana, berkumpul di Amman, Jordania. Termasuk dari Indonesia. Tak ada yang bisa langsung menuju Irak. Mengurus visa dan lain-lain keperluan, dilakukan di Amman. 

Karena hotel-hotel penuh, kami para wartawan Indonesia, tinggal terpencar-pencar. Pusat penerangan pers, yang dikelola pemerintah Jordania, bertempat di Hotel “Gondola”. Papan namanya cukup besar. Bertuliskan huruf Arab “Ghin, dlod, lam”. Di bawahnya huruf Latin sama besar “Gondola”. Dengan lampu neon hijau  benderang.

Suatu hari ada acara penting di hotel itu.  Mengenai masuknya pengungsi dari Bagh-dad dan kota-kota lain di Irak. Sudah memadati kantor imigrasi Ar-Rasidiyeh, di perbatasan Jordania, Irak, sekitar 300 kilometer dari Amman. Kami ditawari untuk berkunjung ke sana.

Saya bergegas mencari taksi. Alhamdulillah, hanya lima menit menunggu, lewatlah sebuah taksi kosong ke depan hotel. Saya stop. Sambil membuka pintu, menyebutkan tujuan :

Funduq Gondola!”

Aiwah! Tafaddol!”kata supir taksi.

Lama berkeliling, rasanya tak sampai-sampai. Padahal ke Hotel Gondola dari hotel tempat saya menginap, biasanya cuma tiga puluh menit. Ini sudah tiga perempat jam belum sampai juga. Meteran terus melaju. Hampir menyentuh angka 500 fils. Biasanya cuma 200 fils.  Fils mata uang terkecil di Jordania yang menggunakan mata uang dinar ( 1 dinar = 1000 fils)..

Funduq Gondola, maruf?” saya tanya sopir taksi. Dia menggelengkan kepala. Waduh, bagaimana ini. Mau turun ganti taksi, tak mungkin. Waktu sudah mepet. Salah sendiri, tak punya kartu nama alamat hotel penting itu.

Tiba-tiba saya ingat. Hotel Gondola tampak jelas dari “Circle Six”. Bundaran nomor 6 yang ada di ketinggian.

Circle Six, ma’ruf?”

Afwan. A’rif.”

Saya suruh dia ke Circle Six. Hanya dua menit sudah sampai.  Masuk ke halaman Ho-tel Aliya untuk parkir. Supir taksi saya ajak turun.

Undur! Hadza funduq Gondola,” saya menunjuk plang hotel.

La ! La ! Hadza funduq “Jandali”,“ jawab supir taksi.

Min ayyi balad? Urduni? Iroqi?” saya menanyakan asal dia dari mana.

Ana Kurdiyyun,“ jawabnya.

Ternyata supir taksi itu orang Kurdi. Bukan orang Jordan. Bukan orang Irak. Tapi tak masalah. Yang penting, sampai ke “Jandali” yang ia sebut.

Beberapa hari kemudian, saya harus ke Hotel Gondola lagi. Menghadiri konferensi pers Abu Jibril, tokoh PLO yang bermukim di Damaskus, Suriah. Ia sengaja datang ke Jordania sebelum ke Baghdad, untuk menyatakan dukungan kepada Presiden Saddam Hussein.

Saya cegat taksi. Masuk sambil mengatakan tujuan “Funduk Jandali”. Seperti taksi pertama, terus saja berputar-putar. Akhirnya saya bawa lagi ke Circle Six. Menunjukkan “Hotel Jandali”.

That’s funduq “Gondola”. That’s not Jandali.”

“Are You Urdun? Or Kurdiyyun?”

“No, no. I’am Filistin.”

Ternyata lidah orang Kurdi dan orang Palestina, berbeda dalam melafalkan huruf dan kata-kata bahasa Arab. Untunglah saya tak ketinggalan meliput jumpa pers Abu Jibril, tokoh penting PLO  setelah Yasser Arafat itu.

Di kamar hotel, sebelum tidur, saya teringat kepada Oriana Falachi  wartawati Itali, yang mewawancarai beberepa tokoh terkenal dunia. Di antaranya Golda Meir, Perdana Menteri Israel.

Kepada Oriana, Golda Meir menyatakan tegas, buat apa Palestina ingin punya negara sendiri. Toh sudah ada negera-negara Arab seperti Irak, Jordania, Suriah, Arab Saudi, Mesir, Libanon. Semua berbahasa Arab, bahasa yang dipakai Palestina.

“Gabung saja Palestina dengan mereka. Daripada sulit-sulit menimbulkan masalah dengan merebut tanah orang Israel”, demikian Golda Meir (Oriana Falachi “They Are Leaders”, 1986).

Meir tak tahu. Bahasa Arab mereka sama. Tapi pelafalannya berbeda. Seperti “Gondola” ucapan orang Palestina, menjadi “Jandali” ucapan orang Kurdi. [  ]

(Kenangan untuk rekan-rekan senasib di Jordan dan Irak, 30 tahun lalu: Satrio Arismunandar (Kompas), Idrus F.Shahab (Editor), Lukman Hakim Gayo (Terbit), Nani Wijaya (Jawa Pos), dll. Semoga semua masih sehat-sehat dan berkemajuan di  bidang masing-masing).                 

Check Also
Close
Back to top button