“Percikan Agama Cinta”: Belajar Mencinta-Mu Tanpa Henti
Lalu, Engkau berikan setetes saja cinta-Mu itu pada binatang betina, para ibu, dan (sebagian) pemimpin. Dengan bekal setetes cinta-Mu itu, mereka mampu mencintai anak-anak dan rakyatnya tanpa batas.
JERNIH–Saudaraku,
Tuhan. Engkau adalah zat Mahakasih, Mahacinta. Sesuai dengan nama-Mu: Arrahman, Arrahiim. Di balik nama-Mu itu, terhampar mutiara terpendam yang sangat menggetarkan bantinku. Engkau bentangkan cinta-Mu itu di atas arasy’ dan bumi.
Lalu, Engkau berikan setetes saja cinta-Mu itu pada binatang betina, para ibu, dan (sebagian) pemimpin. Dengan bekal setetes cinta-Mu itu, mereka mampu mencintai anak-anak dan rakyatnya tanpa batas.
Tuhan. Aku sadar, cinta-Mu melampaui amarah-Mu. Karena bagiku, Engkau adalah Cinta tiada batas. Atas nama cinta, aku akan sucikan kembali makna takbir dari sampah-sampah kedengkian. Aku bertakbir semata demi ingin mencintai-Mu.
Dengan begitu, kuharap Engkau hapuskan diryah-diryahku, tatkala menghdap-Mu di pengadilan akhir. Sungguh, aku rindu dicintai. Maka, aku mesti terus belajar mencintai tanpa henti. Hanya dengan cara itu, aku bisa merasakan kebahagiaan otentik di garis titik hidup.
Tuhan.
Kenapa cinta selalu hadir dalam titik hidup ini?
Oh, ternyata karena cinta membentuk titik, tempat aku berpijak ketika perjalanan mulai bersemi. Ya, titik-cinta. Aku tak bisa mulai beranjak tanpa titik-cinta. Dan,
aku dalam sebuah titik
tak sanggup ketemu Dia tanpa cinta. Masihkah engkau dustakan kekuatan titik-cinta-Mu ini? [Deden Ridwan]