“Percikan Agama Cinta”: Beragamalah dengan Ilmu
Bayangkan, Tuhan dikomparasi dengan makhluk (virus). Syariat dan hakikat dibenturkan. Keyakinan dan ilmu pengetahuan pun dipertentangan. Memalukan.
JERNIH–Saudaraku,
Aku trenyuh. Menerima banyak postingan tentang berita ulama atau ustadz, tutup usia. Walaupun sebab-musabab wafat-nya belum dianalisis secara pasti: normal atau tidak normal.
Aku terbelangah. Ada sejumlah ulama atau ustadz yang menunjukkan perilaku kurang peduli dengan aspek kesehatan.
Aku terbabang. Di tengah situasi pandemi, ulama atau ustadz malah termasuk kelompok yang sulit diubah untuk mengikuti kebiasaan baru dan disiplin protokol kesehatan.
Aku terkaget-kaget. Ada di antara ulama atau ustadz itu malah menganggap enteng virus ini: seolah tidak percaya sedang pandemi. “Pandemi itu hanya ada di berita”, katanya gagah.
Aku tergelohok. Mendapati ulama atau ustadz berkata klise di depan khalayak: jangan takut virus. Takutlah hanya kepada Allah!
Aku tercingangah. Ada ulama atau ustadz berkhutbah lantang di suatu masjid atau majelis: “Tidak percaya covid, tidak murtad. Tidak percaya Allah, jelas murtad,” katanya bersemangat.
Bayangkan, Tuhan dikomparasi dengan makhluk (virus). Syariat dan hakikat dibenturkan. Keyakinan dan Ilmu pengetahuan pun dipertentangan. Memalukan.
Ketahuilah. Covid-19 itu realitas nyata. Bukan, ghaib atau mimpi. Walaupun virusnya tidak seperti nyamuk, terlihat mata kepala. Maka, anjuran untuk memakai masker, rajin cuci tangan, menjaga jarak (phisical distancing), dan menjauhi kerumunan, bukanlah datang dari pemerintah, tapi ini adalah standar kesehatan international WHO di seluruh dunia. Hal ini mesti terus diwujudkan dan disiplinkan secara tegas oleh siapa pun, termasuk para ulama atau ustadz.
Sadarlah. Ulama atau ustadz adalah panutan. Sikap mereka banyak dijadikan acuan masyarakat dalam bersikap dan bertindak. Semestinya, mereka harus terus proaktif menjalin komunikasi intensif, kerjasama, dan kolaborasi dengan pemerintah sebagai langkah strategis dan taktis untuk mempercepat demi mengatasi kasus positif Covid-19 secara tuntas, tanpa harus menaruh “curiga” berlebihan.
Renungkanlah. Memelihara dan menjaga jiwa/nyawa seseorang itu merupakan bagian dari tujuan maqashid al-syariah. Karena itu, di saat pandemik ini, kita harus terus berjibaku mengikhtiarkan habis-habisan keselamatan jiwa seluruh warga dengan kekuatan spiritual dan sainstifik (ilmu kedokteran) sekaligus. Apalagi kata Imam Syafii, setelah ilmu agama, ilmu kedokteran itu menjadi amat penting yang wajib dipelajari. Artinya, prosedur ilmu kedokteran harus menjadi paradigma penting dalam mengatasi Covid-19 ini. [Deden Ridwan]