“Percikan Agama Cinta” : Jangan Jadi Pemulung Sampah Dunia Maya
Makin cinta seseorang kepada pemilik semesta, hatinya terasa semakin lembut: menenteramkan dan mendamaikan. Bagaikan embun pagi yang menyapa matahari.
JERNIH—Saudaraku,
Hati-hati, jangan mudah menyebarkan informasi tanpa proses tabayyun (klarifikasi), cek, dan ricek. Orang yang bertaqwa dalam menyikapi lalu-lintas berita itu seperti berjalan di atas duri: selalu berhati-hati. Tidak mudah me-like dan men- share. Saring sebelum sharing.
Makin cinta seseorang kepada pemilik semesta, hatinya terasa semakin lembut: menenteramkan dan mendamaikan. Bagaikan embun pagi yang menyapa matahari. Otomatis para penghuni jagat ini semakin cerdas dan bijak dalam menyikapi konten media. Ada makna di balik liputan itu yang menyejukkan aneka-ragam kehidupan.
Percayalah. Hati yang lembut adalah impian sekaligus tujuan setiap pribadi mukmin. Jika hatinya keras, manusia menjadi tidak merasa takut akan siksa. Bangga membuat keonaran di darat, laut dan udara. Mencengkelong keagungan Tuhan.
Mulutnya bocor. Hatinya tersandera oleh dahsyatnya narasi-narasi bisu, palsu, provokatif. Tanpa sadar. Itulah sampah dunia media sosial yang menghancurkan peradaban literasi. Manusia menjadi kerdil. Kejam. Sensitif. Beringas. Pun tidak beradab. Lebih mengerikan lagi, jika agitasi itu memakai sentimen populisme-keagamaan sebagai bungkusnya.
Maka, camkan sabda Nabi berikut ini: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta kalau dia menceritakan semua yang dia dengar.” (HR Muslim). [Deden Ridwan]