SolilokuiVeritas

Sentuhan Intelektual Kabinet Prabowo

Agenda pembekalan pada kabinet baru ini sedikit menepis keraguan. Prabowo Subianto membuat tradisi baru yang membedakannya dengan Presiden Jokowi. Tampak ia mempunyai intensi bahwa mengurus negara harus dilandasi pemikiran matang. Tidak serampangan, apalagi hanya bermodal jargon kerja, kerja, kerja!

Oleh     :  Budiana Irmawan

JERNIH– Presiden terpilih Prabowo Subianto bergerak cepat mengumpulkan semua calon menteri di Hambalang. Selama dua hari diberikan materi pembekalan terkait isu-isu strategis kontemporer oleh para pakar kelas dunia.

Saya kira agenda pembekalan bukan semata-mata membangun soliditas kabinet Prabowo, juga dimaksudkan ada paradigma yang sama untuk menjawab tantangan di masa depan.

Dalam sistem pemerintahan presidensialis, menteri adalah pembantu presiden. Kendati komposisi menteri sebagian representasi partai politik yang bernuansa parlementaris, namun secara prinsipil bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dengan demikian kesatuan paradigma untuk selaras dengan visi presiden memiliki urgensi.

Sentuhan intelektual kepada kabinet Prabowo ini ibarat oase di gurun tandus. Mengingat, jumlah calon menteri sangat bengkak dinilai di luar kelaziman dan menteri-menteri rezim Jokowi diangkat kembali menambah pesimisme publik.

Agenda pembekalan pada kabinet baru ini sedikit menepis keraguan. Prabowo Subianto membuat tradisi baru yang membedakannya dengan Presiden Jokowi. Tampak ia mempunyai intensi bahwa mengurus negara harus dilandasi pemikiran matang. Tidak serampangan, apalagi hanya bermodal jargon kerja, kerja, kerja!

Dari materi yang disampaikan para pakar, tergambar empat persoalan mendasar yang harus diatasi, yaitu reaktualisasi politik luar negeri di tengah geopolitik global, pemberantasan korupsi, dan akselerasi manajemen pemerintahan, serta pemberdayaan kaum marjinal terutama perempuan dan anak.

Mengundang John J. Mearsheimer, pakar geopolitik Universitas Chicago Amerika Serikat, menjadi salah satu pemateri cukup mengejutkan. Bukan hal aneh memang bila Prabowo Subianto memahami akar historis politik luar negeri Indonesia. Seperti kita ketahui Soemitro Djodjohadikusumo, ayah Prabowo Subianto,  bersama Haji Agus Salim dan Soedjatmoko, menjadi anggota delegasi yang dipimpin Sutan Sjahrir delegasi Indonesia pada Sidang Dewan Keamanan PBB 1947.

Mereka berhasil meyakinkan dunia internasional atas kedaulatan republik.  Melalui peran tersebut kemudian menginspirasi “politik bebas aktif” yang pertama kali dicetuskan Mohammad Hatta. Perspektif politik luar negeri yang sebetulnya sejalan dengan pandangan John J. Merasheimer, pemikir realis yang mengedepankan politik diplomasi atau kekuatan lunak (soft power). Karena itu, ia kerap kali berseberangan dengan pemerintah Amerika Serikat yang dianggap tidak tegas kepada Zionisme.

Situasi geopolitik global, jika pada awal Republik berdiri didasari konteks Perang Dingin pasca-Perang Dunia II, sekarang tidak jauh berbeda dengan persaingan antarnegara berkekuatan besar (great power). Setiap negara kekuatan besar saling mendominasi sistem dunia dan setiap saat bisa beranjak menjadi perang terbuka. Fakta perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina atau persaingan dagang Amerika Serikat-China membuktikan tesis John J. Mearsheimer tersebut.

Menghadapi situasi geopolitik itu relevan mengaktualisasikan kembali politik luar negeri sesuai paradigma “politik bebas aktif” yang mengutamakan perdamaian dengan jalan diplomasi.

Terkait pemberantasan korupsi, pidato Prabowo Subianto agar menteri yang disodorkan partai politik jangan mencuri APBN, lumayan menyentak. Komitmen dalam pemberantasan korupsi ia buktikan dengan kehadiran Maryam Hussein, ahli audit dan investigasi forensik asal Inggris keturunan Iran. Maryam Hussein berpengalaman menangani kasus korupsi di 23 negara.

Persoalan korupsi tak ayal masih menghantui kita. Betapa tidak, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia statgnan di angka 34 sejak 10 tahun terakhir di bawah sejumlah negara di ASEAN. Tingginya angka korupsi ini mengakibatkan inefisiensi ekonomi.

Bahkan lebih jauh Prabowo Subianto mencemaskan dampak korupsi berisiko negara gagal. Sesuai pemaparan pemateri lainnya Ray Dailo sebagai investor sukses dari Bridgewater Associates.

Di titik ini, dibutuhkan akselerasi manajemen pemerintahan. Prabowo Subianto mengharapkan pembantunya adaptif, inovatif, dan handal. Baik mengelola kebijakan keuangan negara, maupun perkembangan teknologi Artificial Intelligence. Apalagi memasang target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Wajar kemudian Riaz Shah dan Micahel Housman ikut mencerahkan peserta pembekalan Kabinet Prabowo.

Terakhir, visi Indonesia Emas 2045 mengandaikan mutu sumber daya manusia. Smriti Iriani, politisi India yang dikenal pejuang pemberdayaan perempuan dan anak, turut berkontribusi dalam pembekalan.

Di sini dapat kita pahami kebijakan unggulan makan bergizi gratis bagi anak sekolah dan ibu hamil berangkat dari pemikiran Prabowo Subianto ingin meningkatkan kualitas generasi penerus.

Tentu, sentuhan intelektual para pakar tersebut tidak bermakna apapun tanpa implementasi kebijakan riil.

Kini harapan publik ada di pundak Anda. Jangan sampai publik terus-menerus dipupuk rasa pesimisme, karena bagi seorang patriotik artinya mengkhianati bangsa sendiri. [ ]

*Pemerhati Kebijakan Publik

Back to top button