Setelah Ramadan Usai
Selepas Ramadan, usai Idul Fitri dan hari-hari selanjutnya, semoga kita tetap berada dalam koridor istiqomah dan istigfar. Jangan sampai kita termasuk kategori manusia yang “man hurima khoiruha, faqod hurima”. Yang tidak mendapat kebaikan dan kebajikan selama-lamanya
Oleh H.Usep Romli HM
“Ayyuhal maqbulin hani-an laka. Ayyuhal mardudin, jabarollohu musibatika”. Wahai orang-orang yang puasanya diterima Alloh, berbahagialah kalian. Wahai orang-orang yang puasanya ditolak Alloh, semoga Alloh akan menutup bencana yang menimpa kalian.” (Hadits riwayat Ibnu Mas’ud).
Sebentar lagi, usai sudah Romadon penuh berkah. Diakhiri Idul Fitri. Secara teori, kita sudah berhasil meniti hari demi hari dengan niat dan tujuan suci. Memenuhi perintah Alloh SWT, berpuasa sebulan penuh. Menahan lapar, dahaga dan syahwat sejak fajar menjelang, hingga matahari terbenam. Keberhasilan kita menjalankan kewajiban tersebut, berikut segala amalan di dalamnya, Insya Alloh, akan mendapat ganjaran berlipat ganda dari sepuluh hingga tujuh ratus kali (hadits sahih Muslim).
Semoga puasa kita termasuk kategori makbul. Diterima Allloh SWT. Sehingga Rasululloh Saw, ikut begembira, sebagaimana hadits di atas.
Para ulama menerangkan, ciri-ciri orang yang puasanya makbul, adalah istiqomah (tetap teguh), melakukan hal-hal yang diperintahkan Alloh SWT, serta berusaha sekuat tenaga menghindari hal-hal yang dilarangNya. Ketika puasa, kita menolak makan-minum dan pelepasan syahwat suami istri di siang hari. Walaupun makanan-minuman dan pelepas syahwat itu yang dihidangkan itu, halalan thoyyiban, tetap kita tolak. Karena kita sedang berpuasa. Belum tiba saat berbuka.
Maka di luar puasa kita tegas menolak makanan-minuman dan syahwat yang haram. Baik haram “dzatiyah”, yang jenisnya diharamkan mutlak oleh Alloh SWT dan RosulNya. Seperti bangkai, daging babi, darah, binatang yang disembelih bukan karena Alloh, binatang mati tercekik, terjatuh, dipukul, ditanduk hewan lain kecuali yang sempat disembelih, sesajen untuk berhala, (Q.s.Al Maidah : 3) “khobaits”(menjijikkan), binatang bercakar (hadits).
Maupun haram “af’aliyah”, berasal dari usaha haram, seperti korupsi, menipu, merampok, berzina, menjual minuman keras, dlsb, pekerjaan terlarang. Walaupun “dzatiyah”nya halal, namun karena “af’aliyah”nya haram, makanan itu menjadi barang haram.
Puasa Ramadan melatih jiwa raga kita untuk selalu makan-minum dan melepas syahwat secara halal. Dan terus berlanjut, istiqamah, teguh, konsisten, hingga hari-hari di luar Ramadan.
Juga selalu beristigfar. Memohon ampunan atas segala dosa. Selama puasa, kita rajin istigfar. Setiap kesempatan. Apalagi pada saat Lailatul Qodar. Malam Kemuliaan yang bernilai lebih daripada seribu bulan. Kita membaca “Allohumma innaka afuwwun, tuhibbul afwa fa’fuanni”. Ya Alloh, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang memohon ampun, maka ampunilah kami.
Jika kita tetap istiqomah memelihara diri dan keluarga dari segala perkara haram, juga kita selalu memohon ampunan Alloh, Insya Alloh, puasa kita makbul. Tapi jika kita “lanca linci luncat mulang”, usai lebaran kembali kepada keharaman, tanpa merasa berdosa sedikitpun, jelas puasa kita mardud. Tertolak. Kita termasuk orang sangat merugi.
Sebuah hadits Nabi Saw, menyatakan, bulan Ramadan, bulan yang diberkati. Alloh memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Dalam bulan Ramadan dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka, dan dibelenggu para setan. Dalam bulan mulia itu terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa yang tidak diberikan kebaajikan malam itu, berarti telah diharamkan baginya segala macam kebajikan.
Selepas Ramadan, usai Idul Fitri dan hari-hari selanjutnya, semoga kita tetap berada dalam koridor istiqomah dan istigfar. Jangan sampai kita termasuk kategori manusia yang “man hurima khoiruha, faqod hurima”. Yang tidak mendapat kebaikan dan kebajikan selama-lamanya. Na’udzubillah. [ ]