SolilokuiVeritas

Tiang Peradaban

Ingatlah, iman dan nilai bukanlah rantai yang mengikat masa lalu. Ia harus menjadi pendorong langkah ke depan, sayap yang mengangkat kita menuju kemajuan. Jika iman membutakan mata, jika nilai membelenggu pikiran, maka keduanya akan berubah menjadi beban yang menghambat, menjadi kabut yang menutup cahaya.

Oleh : Yudi Latif

JERNIH– Saudaraku, lihatlah ke cakrawala, di sana berdiri tegak tiang-tiang yang menyangga makna. Pada tiang iman, kita letakkan dasar kepercayaan—sebuah pijakan yang tak terlihat namun mengalir di relung hati. Iman adalah benih pertama, mengakar di kedalaman jiwa, membentuk keberanian untuk mempercayai yang tak kasat mata, melampaui batas ragu dan getirnya zaman.

Dari tiang kepercayaan, memancar cahaya pencerahan—seperti fajar yang membelah kelam. Dengan percaya, kita berani bertanya; dengan percaya, kita mampu memahami. Pencerahan menjadi obor di tangan yang gigih, menyibak lorong gelap kebodohan, menuntun langkah menuju hamparan ilmu dan kebijaksanaan. Tanpa pencerahan, kepercayaan hanyalah dinding sunyi yang membelenggu, memenjarakan nalar di ruang sempit.

Lalu, di atas tiang pencerahan itu, kita bangun peradaban—sebuah taman luas tempat nilai-nilai tumbuh, mekar, dan mengharumkan kehidupan. Peradaban bukan sekadar batu dan besi, bukan semata gedung yang menjulang atau jalan yang terbentang. Peradaban adalah jiwa yang berdenyut di balik karya, kesungguhan yang mengangkat martabat, dan cinta yang melampaui sekat.

Di atas tiang batu, kita ukir monumen—tanda yang mungkin dilupakan waktu. Tetapi di atas tiang nilai, kita nyalakan suar peradaban—cahaya yang tak padam, membimbing langkah mereka yang datang setelah kita. Nilai yang kita tanam hari ini adalah warisan tak kasat mata, tetapi dialah yang memberi arti pada jejak-jejak yang kita tinggalkan.

Namun ingatlah, iman dan nilai bukanlah rantai yang mengikat masa lalu. Ia harus menjadi pendorong langkah ke depan, sayap yang mengangkat kita menuju kemajuan. Jika iman membutakan mata, jika nilai membelenggu pikiran, maka keduanya akan berubah menjadi beban yang menghambat, menjadi kabut yang menutup cahaya.

Maka, mari kita tegakkan tiang-tiang itu dengan kokoh—iman yang menumbuhkan kepercayaan, kepercayaan yang melahirkan pencerahan, pencerahan yang mengangkat peradaban. Biar cahaya nilai terus menyala di batas cakrawala, menjadi mercusuar bagi mereka yang mencari jalan, dan menjadi pengingat bahwa kemajuan sejati hanya mungkin jika dibangun di atas fondasi yang luhur. []

Back to top button