SolilokuiVeritas

Transformasi Kesehatan Ala BGS: Retorika yang Berujung Deformasi

Salah satu gambaran paling telanjang dari rapuhnya pijakan kebijakan BGS tampak saat ia hadir di Mahkamah Konstitusi dalam sidang uji materi UU Kesehatan. Alih-alih memaparkan argumentasi berbasis bukti ilmiah yang kokoh dan data empiris yang terukur, yang tersaji justru sekadar retorika: narasi besar tanpa dukungan data kuat, tanpa kejelasan konseptual, dan tanpa kesiapan teknokratis.

Oleh     :  Metrizal*

JERNIH– Ketika Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) meluncurkan program Transformasi Kesehatan, banyak pihak sempat menaruh harapan. Enam pilar transformasi yang digaungkan—mulai dari layanan primer, rujukan, SDM kesehatan, pembiayaan, teknologi kesehatan, hingga ketahanan kesehatan nasional—terdengar menjanjikan.

Sayangnya, harapan itu perlahan bergeser menjadi kekecewaan. Transformasi yang dijanjikan justru menjelma menjadi deformasi: perubahan yang tak menuju perbaikan, melainkan distorsi sistemik yang mengancam fondasi layanan kesehatan nasional.

Retorika Kosong di Mahkamah Konstitusi

Salah satu gambaran paling telanjang dari rapuhnya pijakan kebijakan BGS tampak saat ia hadir di Mahkamah Konstitusi dalam sidang uji materi UU Kesehatan. Alih-alih memaparkan argumentasi berbasis bukti ilmiah yang kokoh dan data empiris yang terukur, yang tersaji justru sekadar retorika: narasi besar tanpa dukungan data kuat, tanpa kejelasan konseptual, dan tanpa kesiapan teknokratis.

Ketika Majelis Hakim menanyakan soal konsekuensi penghapusan profesi dan konsil kedokteran independen, atau soal pendirian rumah sakit pendidikan tanpa keterlibatan kampus, jawaban yang muncul tak menjawab inti kekhawatiran.

Sebaliknya, kritik yang dilontarkan akademisi, profesi, dan kampus justru dilabeli sebagai suara “status quo yang takut berubah”. Padahal kritik itu justru berangkat dari kekhawatiran tulus terhadap mutu, etika, dan kemandirian profesi kesehatan.

Deformasi dalam Tata Kelola SDM Kesehatan

Salah satu bentuk deformasi paling nyata terlihat dalam pengelolaan sumber daya manusia kesehatan. Sistem pendidikan kedokteran dan peran lembaga profesi diacak-acak. Collegium dan konsil kesehatan kini dijadikan subordinat negara, kehilangan independensinya sebagai penjaga mutu dan etika profesi. BGS berkali-kali menekankan pentingnya “percepatan” pencetakan dokter, namun mengabaikan fakta mendasar bahwa percepatan tanpa mutu adalah resep bencana kesehatan jangka panjang.

Visi Rujukan dan Layanan Primer yang Kabur

Pilar layanan primer dan rujukan pun berjalan tanpa arah yang jelas. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tetap lemah secara pembiayaan dan sumber daya manusia. Di sisi lain, sistem rujukan justru diarahkan ke rumah sakit milik negara yang belum siap menghadapi kompleksitas kasus tanpa keterlibatan akademik. Perguruan tinggi kesehatan malah dipinggirkan. Padahal, di banyak negara maju, rumah sakit pendidikan justru menjadi pusat inovasi dan layanan unggulan.

Penyempitan Peran Profesi dan Masyarakat Sipil

Alih-alih memperkuat kolaborasi, BGS justru terlihat menjauh dari dialog substansial dengan organisasi profesi dan kampus. Transformasi yang dijalankan menjadi top-down dan birokratis. Semua kendali ditarik ke pusat kekuasaan, namun kehilangan pertanggungjawaban ilmiah. Bukannya desentralisasi mutu, yang terjadi justru sentralisasi kontrol tanpa akuntabilitas yang transparan.

Reformasi Sejati Butuh Keteladanan, Bukan Gimik Digital

Transformasi kesehatan semestinya diarahkan untuk memperkuat sistem: memperkokoh independensi profesi, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, dan menjaga integritas akademik. Yang terjadi hari ini, transformasi versi BGS justru menunjukkan gejala deformasi: cacat struktur, semrawut arah, penuh kosmetika data.

Kesehatan bukanlah proyek digitalisasi atau sekadar penambahan infrastruktur. Ia menyangkut hidup-mati rakyat, masa depan generasi, dan martabat keilmuan bangsa. Jika transformasi dibangun tanpa nilai-nilai kejujuran ilmiah, tanpa kolaborasi lintas sektor, dan sekadar menjadi panggung retorika modernisasi, maka sesungguhnya kita sedang menyaksikan perlahan runtuhnya sistem kesehatan nasional. []

* dr. Metrizal, Sp.A

Back to top button