Spiritus

Catatan Menjelang Buka (3): Makanan dan Kematian

Pada 2010, menurut Hariri, gabungan kelaparan dan giji buruk telah menyebabkan 1 juta orang meninggal, sedangkan obesitas telah membunuh 3 juta orang. Dan Hariri memprediksi, pada 2030 setengah populasi manusia akan menderita obesitas.

Oleh  : Acep Iwan Saidi*

JERNIH– Sambil menata menu berbuka, mari sebentar kita bicara soal hubungan manusia dengan hewan, wabil khusus hewan liar, dalam konteks makan-memakan.

Acep Iwan Saidi

Sejarah rupanya mencatat hal menarik soal ini. Jumlah manusia bertambah terus-menerus, sementara hewan liar berkurang terus menerus. Hal yang tak terpikirkan, jumlah hewan yang terus-menerus menyusut itu umumnya berasal dari jenis binatang buas dan bertubuh besar: harimau, buaya, serigala, singa, dan lain sejenisnya. Tentu juga telah menjadi pengetahuan umum bahwa hewan-hewan bertubuh besar di zaman purba, dinosaurus, kini hanya tinggal kisahnya belaka.

Jika jumlah binatang buas menyusut dan bahkan punah sedemikian, lain ceritanya dengan hewan piaraan. Yuval Noah Harari, dalam bukunya yang sangat populer, Homo Deus, A Brief History of Tomorrow (2016), mengedepankan data yang menggelitik. Menurutnya, di bumi ini terdapat 200 ribu serigala, sementara anjing piaraan berjumlah lebih dari 4 juta ekor; terdapat 40 ribu singa, sementara kucing piaraan mencapai 600 juta; hidup 900 ribu kerbau Afrika, tetapi sapi piaraan berjumlah 1,5 miliar; 50 juta penguin berbanding dengan 20 miliar ayam.

Tentu data tersebut sangat temporal, labil, dan karena itu dapat diperdebatkan. Sebab ayam piaraan, misalnya, setiap detik jumlahnya pasti berubah. Namun, titik pentingnya terletak pada perbandingan jumlah, bukan pada perubahannya. Jumlah hewan yang hidup sendiri (liar) tidak berarti apa-apa dibandingkan hewan yang dihidupi dan menghidupi manusia (piaraan). Bisa jadi jumlah hewan piaraan semakin banyak justru sebagai akibat dari semakin susutnya hewan liar.

Pada saat yang sama, manusia, sebagai antroposen—meminjam Harari—semakin berjaya, baik di hadapan hewan liar, apalagi di hadapan hewan piaraan. Hewan piaraan, sudah pasti, merupakan hewan yang dijadikan untuk pemuas nafsu manusia: nafsu biologis (makan) maupun psikologis (kesenangan).

Manusia rupanya memang makhluk yang pamrih, jika tidak mau dibilang selalu jadi

pagar makan tanaman. Ia mau memelihara dan menjaga, tapi semua untuk kepentingan dirinya. Kamu menanam dan merawat bunga, semata-mata agar bunga itu memberi keindahan untukmu. Jadi, kamu menanam dan merawatnya bukan untuk bunga, tapi untuk dirimu sendiri, untuk nafsu psikologismu.

Dalam perkara hasrat biologis, dapat disimpulkan bahwa manusia juga lebih buas daripada hewan yang oleh manusia sendiri disebut buas. Pramoedya Ananta Toer pernah membuat ungkapan menarik tentang laki-laki. Ia bilang, laki-laki itu musang berlaga kelinci. Sebagai kelinci ia makan rumput, sebagai musang ia makan kelinci. Laki-laki, di situ, kiranya lebih tepat disebut penunjuk (deiksis) yang merefer ke manusia secara keseluruhan (termasuk perempuan).

Mengapa manusia menjadi demikian buas? Jawabnya, barangkali, karena manusia memiliki rasa takut dan panik, yang sering berlebihan. Tiga hal, di antaranya, yang sangat ditakuti manusia, yakni kemiskinan, kelaparan, dan kematian. Logika seder-hananya: kemiskinan itu cenderung mendekatkan pada kelaparan ; dan kelaparan adalah kembang kematian.

Meskipun dalam setiap dakwah menyangkut tema kematian banyak ustadz mengingatkan agar manusia jangan takut pada kematian, tapi takutlah jika mati tidak memiliki amal baik, manusia tetap saja lebih takut pada mati daripada takut pada ketidakpunyaan amal ketika mati. Manusia, karena rasionya, memang sering menjadi irasional. Salah satu ciri irasionalitas adalah tidak mau menerima kenyataan. Sudah tahu kematian itu fakta yang akan terjadi, tetap saja ditakuti.

Fakta lain, kematian rupanya tidak identik dengan kemiskinan, kelaparan, dan bahkan gizi buruk. Alih-alih demikian, penyebab terbesar kematian justeru karena kelebihan makan, alias kegemukan. Terlalu banyak menyantap makanan yang enak-enak akhirnya terkena obesitas. Data ini lagi-lagi dilansir Hariri. Pada 2010, menurut Hariri, gabungan kelaparan dan giji buruk telah menyebabkan 1 juta orang meninggal, sedangkan obesitas telah membunuh 3 juta orang. Dan Hariri memprediksi, pada 2030 setengah populasi manusia akan menderita obesitas.

Seturut prediksi itu, jika Anda tidak belajar berpuasa dan berbuka dengan baik hari ini, tahun 2030, jika masih hidup, kemungkinan besar Anda akan jadi salah seorang dari setengah populasi yang terkena obesitas itu. Jadi, mari berbuka dengan kurma dan air putih saja.

Ingat, betapa banyak orang miskin yang susah mendapat makan; ingat diri sendiri yang punya potensi obesitas. Makanan bisa dihindari, kematian tidak. Jadi, mari hindari yang bisa dihindari . Yang sudah pasti, tunggu saja dengan siaga. Selamat berbuka! [  ]

*Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB

Back to top button