Setetes Embun: Komuni di Bulan
Yesus tidak memberikan roti dan anggur sebagai simbol semata, tetapi sungguh-sungguh menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Yesus tidak memberikan roti dan anggur sekedar perwakilan kehadiran-Nya tetapi menghadirkan diri dalam rupa roti dan anggur.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-Pesawat luar angkasa bernama Apollo 11 mendarat di bulan untuk pertama kali tanggal 20 Juli 1969, tepat pada hari Minggu. Di dalam pesawat itu ada tiga orang astronout. Neil Armstrong, Buzz Aldrin dan Michael Collins. Salahsatu dari mereka, Buzz Aldrin, sehari sebelum terbang ke bulan meminta pastor untuk merayakan misa dan sekaligus membawa sepotong hosti dan anggur ke bulan.
Ketika tiba di bulan, sebelum menginjakkan kakinya di bulan, dia berdoa dan mempersiapkan diri seolah-olah sedang misa. Kemudian dia mengambil hosti kudus dan anggur kudus, memakan dan meminumnya sebagai ungkapan iman dan tanda syukur. Satu hal yang dia ingin ungkapkan dengan upacara ini adalah bahwa iman dan ilmu pengetahuan bisa berjalan bersama, tidak perlu bertentangan.
**
“Gereja Katolik mengajarkan bahwa di dalam Ekaristi, Tubuh dan Darah Allah yang menjadi manusia senyatanya, sungguh-sungguh, secara mendasar hadir bersama jiwanya dan keilahiannya oleh karena “Transubstansiasi” roti dan anggur ke dalam Tubuh dan Darah Kristus. Ini terjadi dalam korban tak berdarah yakni Misa.” (Konsili Trente, 1551).
Apa yang dimaksudkan dengan “transubstansiasi”? Artinya terjadi perubahan substansi. Substansi atau hakekat dari roti dan anggur yang dikonsekrasikan berubah menjadi substansi Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang telah dibangkitkan oleh karya Roh Kudus. Akan tetapi “accidents”/penampakannya (warna, bentuk dan rasa) tidak berubah.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Tentu karena karya Roh Kudus dan diyakini dalam iman. Maka ketika kita menerima hosti atau dengan anggur dalam perayaan Ekaristi, walau rasanya tetap rasa roti dan anggur, kita mengimani sungguh menerima Tubuh dan Darah Kristus.
Mengapa harus demikian? Karena itu adalah cara terbaik bagi orang beriman supaya bersatu dengan Yesus, dan itulah cara Yesus untuk tetap hadir di tengah para murid-Nya.
Dia telah menjanjikan bahwa Dia akan bersatu dengan kita dan menyertai kita sampai akhir jaman. Kata-kata-Nya dalam Ibadat Sabda yang bisa kita renungkan ternyata tidak cukup. Yesus ingin agar kita bukan hanya mendengarkan Dia tetapi selalu bersatu dengan kita. Itulah sebabnya ada istilah “komuni kudus” yang berarti “communio” atau persatuan dengan Tuhan Yesus.
Dari manakah kita mendapatkan pendasaran teologis dari perayaan ini?
Dalam perjamuan malam terakhir Yesus memberikan roti kepada para murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah. Inilah tubuh-Ku” (Mat 26,26). Dan sesudah itu Dia mengambil cawan berisi anggur dan berkata: “Minumlah kamu semua dari cawan ini, sebab inilah darah-Ku…” (Mat 26,28).
Yesus tidak memberikan roti dan anggur sebagai simbol semata, tetapi sungguh-sungguh menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Yesus tidak memberikan roti dan anggur sekedar perwakilan kehadiran-Nya tetapi menghadirkan diri dalam rupa roti dan anggur.
Mengapa tidak sebaiknya roti dan anggur berubah sekalian menjadi daging dan darah? Kalau itu terjadi maka para pengikut Yesus justru menjadi kanibal atau pemakan manusia.
Keagungan misteri ini justru terletak pada perubahan semacam ini; berubah hakekatnya tapi rasa, warna dan bentuknya tetap sama. Inilah mukjizat terbesar yang bisa kita saksikan dan alami dalam setiap perayaan Ekaristi. Tak ada mukjizat yang lebih besar dari ini.
Karena itu mengikuti dan merayakan ekaristi sesungguhnya merayakan mukjizat paling agung dalam iman Kristiani, lebih dari semua jenis mukjizat lainnya.
Yesus memberikan diri-Nya SEUTUHNYA kepada kita. Yesus tidak pernah memperhitungkan keuntungan yang Dia peroleh. Dia memberi untuk memberi, bukan untuk mendapatkan.
“Remember that the happiest people are not those getting more, but those giving more. (H. Jackson Brown Jr.)
Ingatlah bahwa orang yang paling bahagia bukanlah orang yang mendapat lebih, tetapi mereka yang memberi lebih.
Tidak ada orang yang menjadi jatuh miskin karena memberi. Sebab kalau kita memberi, sekalipun sedikit saja tapi dengan ketulusan, Tuhan pasti akan memberi kita lebih banyak.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa).