Uncategorized

Belum Pernah Terjadi Sebelumnya, Aksi Protes Pro-Palestina di Australia Dihadiri Puluhan Ribu Warga di 40 Kota

  • Konfirmasi terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai bencana kelaparan di Jalur Gaza telah memicu kemarahan internasional.
  • Gelombang tekanan publik ini berkontribusi pada keputusan pemerintah Australia pada bulan Agustus 2025  untuk mengakui negara Palestina di Majelis Umum PBB.

JERNIH – Puluhan ribu demonstran berbaris di seluruh Australia Minggu (24/8/2025) dalam apa yang digambarkan oleh penyelenggara sebagai protes pro-Palestina terkoordinasi terbesar dalam sejarah negara itu.

Unjuk rasa yang terjadi di lebih dari 40 kota besar dan kecil tersebut berlangsung hanya beberapa hari setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana kelaparan di beberapa wilayah Gaza, semakin mempertajam pengawasan global terhadap pengepungan Israel yang masih berlangsung.

Di Brisbane, penyelenggara demonstrasi memperkirakan jumlah peserta setidaknya 25.000 orang, menjadikannya demonstrasi pro-Palestina paling signifikan di kota itu hingga saat ini.

Juru bicara Justice for Palestine Magan-djin, Remah Naji, menyatakan acara tersebut bersejarah, menyoroti lonjakan partisipasi publik meskipun ada pembatasan yang diberlakukan otoritas setempat. Seorang hakim telah melarang pawai yang direncanakan melintasi Jembatan Story, dengan alasan masalah keamanan, sebuah keputusan yang disambut baik oleh Kepolisian Queensland.

Meskipun rute berubah, para demonstran tetap memenuhi Queens Garden sebelum menyeberangi Jembatan Victoria, sementara feri dan jalan-jalan kota mencapai kapasitas penuh. Di Sydney, Melbourne, dan kota-kota lain seperti Hobart dan Canberra, massa berkumpul untuk menunjukkan solidaritas. Perwakilan Palestine Action Group di Sydney, Josh Lees, menggambarkan gerakan ini sebagai “gerakan terbesar yang pernah ada.”

Protes yang dimulai pada siang hari di wilayah metropolitan dan regional, termasuk Shepparton, Geraldton, dan Pine Gap, didukung oleh lebih dari 250 kelompok masyarakat sipil dan serikat pekerja. Ini termasuk Dewan Balai Perdagangan Victoria, Serikat Pekerja NSW, dan Serikat Pekerja WA. Para pengunjuk rasa menuntut sanksi terhadap Israel dan diakhirinya perdagangan senjata Australia dengan rezim pendudukan.

Naji mengaitkan rekor jumlah peserta di Brisbane sebagian dengan rasa frustrasi publik atas pembatasan rute protes oleh pemerintah. Para peserta, banyak yang membawa spanduk dan bendera Palestina, menuntut tindakan politik yang lebih tegas, menggemakan seruan dari serikat pekerja dan kelompok advokasi untuk gencatan senjata permanen dan pertanggungjawaban atas kejahatan perang.

Kelaparan di Gaza Picu Momentum Protes

Konfirmasi terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai bencana kelaparan di Jalur Gaza telah memicu kemarahan internasional. Menurut otoritas kesehatan Palestina, lebih dari 62.000 orang, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia, telah tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023.

Data internal dari intelijen militer Israel mengungkapkan bahwa lima dari setiap enam warga Palestina yang terbunuh di Gaza adalah warga sipil, tingkat korban non-kombatan yang hampir tak tertandingi dalam sejarah baru-baru ini.

Gelombang protes ini bertepatan dengan perubahan dramatis dalam opini publik dan kebijakan luar negeri Australia. Pada Juli 2025, dukungan untuk mengakui negara Palestina meningkat menjadi 45%, dari 35% pada Mei 2024. Perlu dicatat, 82% warga Australia kini memandang blokade Israel di Gaza tidak dapat dibenarkan, dan 67% percaya Canberra harus berbuat lebih banyak untuk memastikan akses kemanusiaan.

Gelombang tekanan publik ini berkontribusi pada keputusan pemerintah Australia pada bulan Agustus 2025  untuk secara resmi mengakui negara Palestina di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa .

Perubahan kebijakan ini menandai sejarah dari sikap Australia yang sebelumnya pro-Israel dan memicu ketegangan dengan rezim pendudukan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengecam pengakuan tersebut sebagai tindakan “memalukan” yang “memberi penghargaan kepada terorisme.”

Di Canberra, Senator independen David Pocock mengatakan kepada para demonstran bahwa “sebagai kekuatan menengah, kita dapat dan harus berbuat lebih banyak.” Ia menekankan skala unik keterlibatan sipil, menyatakan bahwa hal ini melampaui isu lain yang pernah ia lihat dalam tiga tahun terakhir.

Masyarakat Sipil dan Suara Politik Bersatu

Di Sydney, pembicaranya antara lain penulis Grace Tame, jurnalis Antoinette Lattouf, dan Presiden Federasi Guru New South Wales, Henry Rajendra. Protes di Melbourne, yang dimulai di Perpustakaan Negara Bagian Victoria, menarik begitu banyak peserta hingga jaringan seluler terganggu.

Sementara itu, Wakil Pemimpin Partai Hijau Mehreen Faruqi mengkritik pemerintah karena tidak bertindak cukup jauh, menggaungkan seruan luas untuk sanksi penuh dan diakhirinya semua ekspor militer ke Israel.

Wali Kota Hobart Anna Reynolds dan Anggota Parlemen Independen Andrew Wilkie memimpin demonstrasi serupa di Tasmania, sementara di Canberra, para pemimpin sipil menyatakan solidaritas dengan warga Palestina dan mengecam penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.

Back to top button