British Airways Hadapi Kasus Class Action Terbesar Atas Pelanggaran Data
Jika setiap korban serangan cyber terhadap BA itu bergabung dengan klaim tersebut, potensi kewajiban BA secara keseluruhan akan menjadi sekitar 800 juta poundsterling.
JERNIH–British Airways menghadapi gugatan class action soal privasi terbesar dalam sejarah Inggris atas pelanggaran data pelanggan pada 2018. Lebih dari 16.000 korban kini telah bergabung dalam kasus yang menuntut kompensasi dari maskapai penerbangan itu.
Mereka masing-masing dapat mengklaim £ 2.000 (atau sekitar 2.724 dolar AS), menurut PGMBM, firma hukum yang mewakili penggugat. “Kami mempercayai perusahaan seperti British Airways dengan informasi pribadi kami dan mereka memiliki kewajiban kepada semua pelanggan mereka dan masyarakat luas untuk mengambil setiap langkah yang mungkin, untuk menjaganya tetap aman,” kata Tom Goodhead, mitra di PGMBM, melalui email. “Dalam hal ini, mereka melakukan kegagalan monumental.”
BA yang saat ini dimiliki IAG SA mengungkapkan, pada September 2018 terjadi pelanggaran pada sistem keamanannya, yang membahayakan detail pribadi dan keuangan lebih dari 400.000 pelanggan. Operator itu didenda £ 20 juta oleh pengawas perlindungan data Inggris tahun lalu, sebagian kecil dari denda yang jauh lebih berat yang awalnya direncanakan oleh regulator.
Gugatan itu diajukan pada 2018, dengan batas waktu Maret 2021 agar lebih banyak korban dapat bergabung. Pengacara penggugat mengatakan, jika setiap korban serangan cyber bergabung dengan klaim tersebut, potensi kewajiban BA secara keseluruhan akan menjadi sekitar £ 800 juta.
Kantor Komisi Informasi Inggris mengatakan, penyelidikannya terhadap serangan dunia maya menemukan bahwa “maskapai penerbangan tersebut memproses sejumlah besar data pribadi tanpa langkah-langkah keamanan yang memadai”, sehingga mengungkap data orang-orang yang tidak perlu. Denda tersebut adalah denda terbesar yang diterapkan ICO hingga saat ini.
Dalam sebuah pernyataan BA mengatakan, pihaknya terus “dengan penuh semangat membela litigasi sehubungan dengan klaim yang timbul dari serangan siber 2018″. Pernyataan itu juga mengatakan, pihaknya tidak menyangka kerusakan akan sebesar itu. “Angka itu pun tidak muncul dalam klaim”.
Menurut Goodhead, pada sidang kasus tersebut November tahun lalu, BA mengatakan kepada pengadilan bahwa terbuka kemungkinan untuk mengadakan negosiasi penyelesaian dengan penggugat. Namun, hingga kini Goodhead mengatakan pihaknya belum menerima proposal apa pun. Sidang berikutnya akan digelar Februari mendatang. [The National]