Veritas

“Dark Mirror”: Era Semua Manusia Diawasi Hingga Hal-hal Pribadi

‘Dark Mirror’ tidak mengubah apa yang sudah kita ketahui sejak 2013: bahwa NSA dan mitranya dari Inggris GCHQ secara rutin menyisir hampir semua komunikasi kita secara virtual. Tapi dia memberikan detail teknis yang baru dan menakutkan.

NEW YORK CITY– Sebuah tempat di New York, Januari 2013. Laura Poitras, seorang pembuat film dokumenter, bertanya, tepatnya menawari Barton Gellman, barangkali ia ingin minum kopi. Laura berkata kepada Gellman yang baru saja keluar dari pekerjaannya sebagai reporter Washington Post itu, bahwa beberapa hari sebelumnya ada sumber misterius yang mengontaknya.

Orang tersebut, kata Laura,  mengaku berasal dari komunitas intelijen AS. Dia banyak kenal para mata-mata. Menurut orang itu, Badan Keamanan Nasional (NSA)–dinas rahasia AS terkemuka, telah membangun mesin pengintai yang belum pernah ada sebelumnya. Diam-diam, mereka mengumpulkan data dari ratusan juta orang. Implikasinya bisa sangat mengerikan. Orang itu bilang, dia siap menyediakan bukti-bukti berupa dokumen.

Wartawan—atau bahkan bekas wartawan– mana yang tak merasa informasi itu sangat menjanjikan? Persoalannya, bagaimana orang bisa yakin bahwa semua itu benar?

Gellman, yang mengambil kesempatan tersebut, selama beberapa bulan berikutnya melakukan serangkaian obrolan terenkripsi dengan informan aneh itu. Nama kodenya Verax. Sepanjang itu pula Verax seakan menguji Gellman. Dia akan menjadi co-penerima dari harta file keamanan nasional ultra-rahasia.

Dark Mirror’ adalah akun Gellman tentang interaksinya dengan Edward Snowden, berisi serangkaian pertukaran komunikasi yang riuh, rontok dan kembali berbaikan. Semua menjadi sebuah potret yang bagus dan utuh tentang AS, negara yang dominan dan senantiasa bercuriga untuk terus mengawasi. Pas mewakili gambaran negara Orwellian yang ditulis George Orwell dalam ‘1984’ .

Kisah Snowden telah diceritakan dalam buku, film, dan drama. Memoir milik sang  ‘Whistleblower’ sendiri, ‘Permanent Record’, yang ditulis dari Moskow, diterbitkan pada September 2019 lalu.

Gellman telah menunggu tujuh tahun untuk mengajukan versinya. Dia telah menghabiskan waktu dengan baik–mempelajari beberapa program yang lebih musykil dari arsip Snowden, dan berbicara dengan sumber-sumber dari dunia teknologi dan keamanan. ‘Dark Mirror’ tidak mengubah apa yang sudah kita ketahui sejak 2013: bahwa NSA dan mitranya dari Inggris GCHQ secara rutin menyisir hampir semua komunikasi kita secara virtual. Tapi dia memberikan detail teknis yang baru dan menakutkan.

Dokumen asli—diterbitkan oleh Guardian dan Washington Post— mengungkapkan bahwa NSA mengklaim punya akses pintu belakang ke server Google dan perusahaan media sosial lainnya, serta bisa punya akses mengambil dokumentasi telepon. Para pendukung privasi menyebut ini upaya memata-matai, namun GCHQ tidak setuju. “Ya, kami mengumpulkan metadata secara massal,”kata mereka. Namun, tambahnya, mereka tidak memeriksanya tanpa alasan hukum yang tepat.

Gellman berpendapat bahwa NSA telah membuat perbedaan ini tidak berarti. Agensi telah membangun grafik sosial langsung, dari siapa yang berbicara, kepada siapa. Bukan hanya (kepada mereka yang dicurigai) teroris, tetapi semua orang. Basis data ini terus diperbarui, bahkan sudah diperhitungkan sebelumnya. Itu berarti siap untuk mengganggu keintiman kehidupan pribadi seseorang “dengan satu sentuhan tombol”, tulis Gellman, yang menulis dengan romantis, profesional, politis.

Dark Mirror’ adalah metafora untuk negara intel era ultra-modern: di mana para mata-mata bisa menyembunyikan segalanya, sementara kita, warga negara, tidak. Perluasan kemampuan memata-matai yang hebat ini terjadi pada tahun-tahun setelah 9/11. Hingga Snowden datang, memberikan materi kepada Poitras, Gellman dan kolumnis Guardian saat itu, Glenn Greenwald, warga tidak tahu skala operasi ini, atau implikasi tindakan tersebut bagi warga sipil.

Snowden yang muncul di halaman-halaman buku ini bukanlah pahlawan, bukan pula pengkhianat. Gellman menggambarkannya sebagai “teman yang baik, lucu, namun tidak sopan” dengan “pikiran gesit dan minat yang eklektik”. Snowden juga bisa “keras kepala”, “sangat egois dan pemarah”. Gellman melihat perannya sebagai jurnalis yang ingin tahu, bukan sebagai penasihat. Snowden bukanlah aset Rusia, ia menyimpulkan, tetapi mungkin ia telah merusak keamanan nasional AS—sebuah pandangan yang ditolak Snowden.

Bab-bab yang paling memikat ada saat membahas adu cerdik, saling bersiasat saat komunikasi terjadi, agar cerita terbual keluar. Gellman meninggalkan  The Post pada 2010, dan sempat berpikir untuk pindah ke koran lain. Ada cerita tentang pertemuan yang menegangkan dengan para eksekutif dan pengacara Post. Ketika dia memberi tahu rekan-rekannya untuk menyingkirkan ponsel mereka, beberapa orang bereaksi seolah-olah mereka disuruh “melepas kaus kaki mereka”.

Publikasi dibuat agar dipenuhi fakta bahwa Snowden telah meninggalkan pekerjaannya sebagai kontraktor NSA di Hawaii, dan melarikan diri ke Hong Kong. Dia mengundang Poitras dan Gellman untuk datang bergabung. Setelah ‘penderitaan’ sekian lama, Gellman memutuskan untuk tidak kabur-kaburan. “This was the wrong call,” ia menulis dengan jujur ​​tentang ketakutannya akan ditangkap polisi dan menghadapi penuntutan. Pada bulan Juni tahun itu, Poitras, Greenwald dan jurnalis Guardian Ewen MacAskill mewawancarai Snowden di kamar hotelnya di Hong Kong.

Gellman jujur ​​tentang tekanan yang dilakukan pemerintahan Obama. Seseorang mencoba meretas iPhone dan laptopnya. Dia membeli brankas untuk apartemennya di New York, dan naik kereta bawah tanah menggunakan telepon burner. Semua itu punya biaya sendiri dalam “waktu, energy, mental dan keseimbangan emosional”, tulisnya.

Namun paranoia-nya dibenarkan. Badan intelijen asing berusaha mengatasi kebocoran itu. Seorang Rusia mengirim email untuk menanyakan apakah Gellman mungkin berbagi salinan ‘black budget’ NSA. Rekan Gellman, Ashkan Soltani, menerima banyak rayuan dari para hot girls melalui layanan kencan OKCupid; profil mereka kemudian menghilang begitu saja. Ketika Gellman mengunjungi Snowden di Moskow pada akhir 2013, ia melakukan tindakan pencegahan yang rumit.

Untuk beberapa saat setelah publikasi Snowden, kontaknya, seorang agen intelijen top, mengoloknya. Permusuhan itu berakhir begitu Donald Trump menjadi presiden, yang langsung menyatakan perang terhadap agen intelijennya sendiri.

Dark Mirror’ menurunkan tirai dengan Snowden terjebak di Moskow, tampaknya puas dengan nasibnya. Dia adalah, tulis Gellman,” “indoor cat “, yang menganggap misinya sudah tercapai.” Ada sedikit kemungkinan Snowden kembali ke AS, di mana ia menghadapi tuduhan melakukan spionase. Pelapor yang paling penting di zaman kita ini tidak menyesali momen mahal pengungkapan kebenaran yang ia lakukan. [Luke Harding/ The Guardian]

Back to top button