Di Diriyah, Arab Saudi Menarasi Ulang Kisah Muhammad Ibn Abdul Wahhab
Jika ke Arab Saudi, sempatkan berkunjung ke Diriyah — jantung masa lalu Dinasti Al Saud yang terletak di luar Riyadh. Sejak 2018, Diriyah tertutup untuk umum karena pemerintah Arab Saudi sedan mengubahnya sebagai kawasan wisata.
Namun bagi anak-anak sekolah yang belajar sejarah, Diriyah terbuka. Setiap pekan, atau pada hari-hari libur, pekerja konstruksi dibuat terganggu oleh kehadiran rombongan anak-anak sekolah.
Pada abad ke-18, Diriyah sempat bangkit dan menjadi kekuatan Al Saud. Kekaiasaran Ottoman merespon dan merebut Diriyah pada awal abad ke-19.
Butuh seratus tahun bagi keluarga Al Saud mengklaim kembali Diriyah. Dari sini, Keluarga Al Saud tiga kali membangun Daulah Saudiyyah, sampai akhirnya muncul negara yang menggunakan namanya; Arab Saudi, dengan menaklukan suku-suku. Teolog ultrakonservatif Sheik Muhammad bin Abdul Wahhab dan Amir Ibnu Saud yang mengawali.
Pengeran Mohamad bin Salman kini mengubah Diriyah menjadi kawasan wisata sejarah, yang akan membuka Arab Saudi bagi wisatawan asing. Tujuannya meraup penghasilan sektor non-migas, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Diriyah punya sesuatu yang kayak dikunjungi wisatawan non-Muslim. Sebut saja sisa-sisa permukiman lama Yahudi dan Kristen, benteng bersejarah, dan garis pantai Laut Meran yang menakjubkan.
Pemerintah Arab Saudi membuka lima museum di kawasan Diriyah, dan sebuah pusat penelitian yang diberi nama Sheikh Mohammad Ibn Abdul Wahhab. Bagi yang ingin tahu lebih jauh sosok pendiri Wahhabisme, Anda silahkan bertanya kepada seorang pemandu wisata bernama Abdulmajeed Al-Sheikh — keturunan langsung Sheikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab.
Pedang dan Alquran
Kepada pengunjung yang bertanya tentang nenek moyangnya, Abdulmajeed Al-Sheikh akan memberi presentasi singkat yang menggambarkan Sheikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab sebagai sosok moderat, dan tokoh yang menghidupkan kembali ajaran Islam sebenarnya, seperti ketika kali pertama diajarkan Rasulullah Muhammad.
Abdulmajeed Al-Sheikh seolah sedang menulis ulang citra nenek moyang. Atau ia adalah bagian sebuah proyek nasional Arab Saudi untuk menarasi ulang Dinasti Al Saud dan Abdul Wahhab. Kemungkinan lain, lewat proyek Diriyah, Arab Saudi sedang menafsir ajaran sang teolog.
Wikipedia menulis Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah ulama yang berusaha membangkitkan kembali dakwah tauhid dalam masyarakat, dan beragama sesuai tuntunan Rasulullah dan para sahabat. Pendukung gerakan ini menolak disebut Wahabi. Alasannya, mereka tidak sedang mengikuti Muhammad Ibn Abdul Wahhab, tapi menjalankan ajaran Rasulullah.
Sebagai gantinya, mereka menyebut diri Salafiyatun, yang artinya mengikuti jejak generasi salaf, atau Muwahhidun — yang mengesakan Allah.
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi. Umat Islam umumnya keliru dan menyangka gerakan ini mengikuti pemikiran Ahmad Ibn Hanbal dan alirannya; al Hambaliyyah atau al Hanabilah, salah satu mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al Jamaah.
Ada pula yang menghubungkan Wahhabi atau al Wahhabiyyah dengan Syaikh Muhammad bin Abd al-Wahhab al-Najdi, ayah Sheikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Sebab, istilah Wahabi dibawa seorag tokoh khawarij di Maroko bernama Muhammad Abdul Wahab bin Rustum, jauh sebelum Muhammad Ibn Abdul Wahhab lahir.
Muhammad Ibn Abdul Wahhab memulai gerakan di Uyainah, desa kelahirannya. Ia mendapat dukungan penguasa Usman bin Muammar, tapi tidak seluruh penduduk desa mengikuti ajarannya.
Setelah dukungan cukup kuat, Muhammad Ibn Abdul Wahhab menyampaikan gagasan menghancurkan makam Zaid bin al-Khattab — saudara kandung Khalifah Umar bin al-Khattab. Zaid tewas dalam pertempuran melawan pengikuti nabi palsu Musaillamah al Kazzab.
Usman bin Muammar setuju, dan mengirim prajuritnya untuk meredam kemarahan masyarakat. Kampanye pertama relatif berhasil, dan gerakan Muhammad Ibn Abdul Wahhab terdengar sampai jauh ke luar desa.
Ia menghancurkan beberapa bangunan makam yang dikeramatkan karena membahayakan ketauhidan. Warga tidak berani protes, karena penghancuran didukung penguasa lokal. Pemerintah Al Ahsa mendengar semua itu.
Al Ahsa bereaksi keras, dan menekan Usman bin Muammar. Akhirnya, Muhammad Ibn Abdul Wahhab menyingkir. Ia meninggalkan Uyainah denga berjalan kaki tanpa ditemani seorang pengikutnya.
Ia berangkat dini hari dan tiba di Diriyah malam hari. Setelah beberapa hari, Muhammad Ibn Abdul Wahhab diterima Amir Ibnu Saud, pemimpin Diriyah.
Selanjutnya dunia mencatat gerakan pembaruan Abdul Wahhab yang terhebat, karena mendapat banyak perlawanan keras dari luar dan dalam, dari kalangan Islam dan non-Islam, dari Kekaisaran Ottoman dan Inggris.
Ottoman mengirim pasukan besar untuk menaklukan Diriyah, dan mengakhiri Daulah Saudiyah. Diriyah jatuh, dan perjuangan Abdul Wahhab berakhir.
Ia diasingkan ke Mesir, dan pengikutnya dieksekusi. Namun, ajaran Abdul Wahhab, dengan seluruh semangatnya, tetap hidup di Diriyah.
Beberapa tahun setelah Daulah Saudiyyah I runtuh. Muncul Daulah Saudiyyah II, dan dihancurkan. Daulah Saudiyyah III, saat Kekaisaran Ottoman melemah, berganti nama menjadi Al Mamlakah Al Arabiyyah as Su’udiyyah yang didirikan Abdul Azziz bin Abdurrahman Al Saud. Kini, kita mengenalnya Kerajaan Arab Saudi.
Pergolakan terus terjadi, karena pengikut Abdul Wahhab relatif keras. Mereka harus menghadapi kelompok Syiah Bathiniyah di Najran dalam perang berdarah. Namun Inggris yang memainkan peran penghancuran gerakan Abdul Wahhab.
Caranya, menyebut pengikut Abdul Wahhab sebagai kelompok Wahhabi, dan mengkampanyekan stigma buruk. Akibatnya, muncul kebencian kaum Muslimin di negara-negara jajahan Inggris.
Banyak pembelaan terhadap Abdul Wahhab, tapi tak menyurutkan kebencian jutaan orang kepada pengikutnya. Kebencian dikekalkan kepentingan politik, dan bisnis wisata ziarah makam.
Reaksi Saat Ini
Kini, ketika ada upaya menarasikan ulang sejarah dakwah tauhid Abdul Wahhab dan pengikutnya, dengan membangun Diriyah, sejumlah orientalis mencibir. “Kata-kata Abdul Wahhab pada dasarnya adalah jika kamu tidak melakukan ini, kami harus dibunuh,” kata David Commins, profesor di Dickinson College Pennsylvania dan sarjana Islam dia Arab Saudi.
Menulis ulang kredo Ibn Abdul Wahhab, kata Commins, adalah sesuatu yang lain. Mereka harus melakukan beberapa penyuntingan yang sangat berat.
Biarkan Commins dengan pendapatnya. Bagi masyarakat Arab Saudi, Diriyah akan berfungsi untuk menafsirkan kembalti ajaran Abdul Wahhab. Mereka tidak peduli dengan pendangan orang asing yang melihat pembangunan Diriyah sebagai cara mengajukan narasi seorang tokoh kontroversial.
Natana DeLong-Bas, profesor di Boston College dan menulis Wahhabi Islam, mengatakan selama satu dekade lebih penguasa kerajaan berusaha menciptakan rasa ‘wasatiya dan watania’, atau moderasi dan patriotisme di antara warga negara Arab Saudi.
“Agama digunakan untuk méndorong moral dan etika, tapi itu tidak berkaitan dengan aktivitas negara di masa lalu,” katanya.
Salah Altaleb, pejabat pariwisata Arab Saudi, mengatakan situs-situs Diriyah akan membantu wisatawan memperbaiki citra tentang Arab Saudi.