Empat Tahun Cina Jalankan Genosida Demografi di Xinjiang
- Cina menghukum wanita Uighur, dan minoritas lainnya, yang memiliki lebih dua anak.
- Wanita Uighur disterilisasi, jika ketahuan hamil harus menjalani aborsi paksa.
- Etnis Han, yang hidup bersama Uighur dan minoritas lain, dibiarkan punya anak banyak.
- Sejumlah pakar mengatakan Cina melakukan genosida demografi di Xinjiang dalam empat tahun terakhir.
Urumqi — Cina memaksa wanita Uighur membatasi kelahiran, dan mendorong mayoritas Han memiliki banyak anak, sebagai cara memangkas populasi Muslim dan minoritas lain.
Beberapa perempuan Uighur mengungkap praktek pengendalian kelahiran paksa. Investigasi Associated Press (AP), berdasarkan statistik pemerintah, dokumen negara, dan wawancara 30 mantan tahanan dan anggota keluarga, memperlihatkan Cina lebih dari sekedar melakukan pengendalian kelahiran secara paksa.
Praktek itu dijalankan dalam empat tahun terkahir d Xinjiang, dan beberapa pakar menyebutnya genosida demografis.
Cina secara teratur menggiring wanita Uighur memeriksa kemamilan, dan memaksa penggunaan alat kontrasepsi, sterilisasi, dan mengaborsi ratusan ribu. Secara nasional, penggunaan IUD di Cina menurun tajam, tapi tidak di Uighur.
Langkah-langkah pengendalian populasi didukung penahanan massal, sebagai ancaman dan hukuman, karena tidak patuh.
Memiliki terlalu banyak anak adalah alasan utama orang dikirim ke kamp-kamp penahanan, yang oleh Cina disebut kamp reedukasi. AP menemukan orang tua tiga anak, atau lebih, diciduk dari rumah dan ditahan. Kecuali, mampu membayar denda.
Gulnar Omirzakh, etnis Kazakh kelahiran Cina, memiliki tiga anak. Cina memaksanya memasang IUD.
Dua tahun kemudian, pada Januari 2018, empat pejabat militer yang menyamar mengetuk pintu rumahnya. Mereka memaksa Omirzakh, istri pedagang sayur yang miskin, membayar membayar 2.685 dolar, atau Rp 38 juta. Ia dipersalahkan karena memiliki anak lebih dari dua.
Jika tak mampu membauar, Omirzakh akan bergabung dengan suaminya, dan jutaan etnis minoritas lainnya yang dikurung di kamp-kamp pengasingan.
“Mencegah orang memiliki banyak anak adalah salah,” kata Omirzakh, yang terpaksa berutang untuk melarikan diri ke Kazakhstan. “Cina ingin menghancurkan kami sebagai manusia.”
Tingkat kelahiran di sebagian besar wilayah Uighur, di Hotan dan Kashgar, anjlok 60 persen antara 2015 sampai 2018. Setidaknya itulah catatan terakhir pemerintah Cina.
Ratusan juta dolar dicurahkan Cina untuk pengadaan alat kontrasepsi, dan mengubah Xinjiang dari salah satu daerah dengan pertumbuhan tercepat di Cina menjadi yang paling lambat. Itu terjadi dalam beberapa tahun.
“Ini adalah bagian kampanye pengawasan luas untuk menaklukan Uighur,” kata Adrian Zenz, pakar Cina, kepada Associated Press.
Zenz saat ini adalah kontraktor independen Yayasan Korban Komunisme, sebuah lembaga nirlaba di Washington.
Kementerian Luar Negeri Cina dan pemerintah Xinjiang tidak menanggapi permintaan komentar. Beijing sebelumnya mengatakan langkah-langkah baru semata-mata dimaksudkan untuk adil, yang memungkinkan eetnis Han dan minoritas memiliki jumlah anak yang sama.
Han dan Uighur
Di bawah kebijakan satu anak, Cina memaksa etnis Han menggunakan kontrasepsi, sterilisasi, dan aborsi paksa. Minoritas diijinkan memiliki dua, atau tiga, anak, jika berasal dari pedesaan.
Kebijakan itu berubah sejak Xi Jinping memimpin Cina. Aturan direvisi. Orang Han di Xinjiang boleh memiliki dua atau tiga anak, Uighur dan minoritas tidak boleh memiliki lebih dari dua anak.
Lima beas Uighur dan Kazakhs mengatakan mereka tahu orang-orang ditahan, atau dipenjara, karena memiliki terlalu banyak anak. Banyak yang dipenjara tahunan, atau bahkan puluhan tahun.
Di sel tahanan, wanita-wanita itu dipaksa mengenakan IUD. Atau digiring ke klinik untuk disuntik pencegahan kehamilan.
Tursunay Ziyawudun, mantan tahanan, mengatakan dia disuntik beberapa kali sampai berhenti menstruasi, dan berulang kali perutnya ditendang saat interogasi. Kini dia tidak bisa punya anak lagi.
Ia juga mengatakan wanita di kamp tahanan diminta menjalani ujian ginekologi, dan mendapatkan IUD, dan guru mereka mengatakan bahwa mereka akan menjalani aborsi paksa jika ketahuan hamil.
Tahun 2014, lebih 200 ribu IUD dimasukan ke Xinjiang. Tahun 2018, melonjak 60 persen menjadi hampir 330 ribu. Saat yang sama, penggunaan IUD di seluruh Cina turun.
Dokumen yang diperoleh Zenz memperlihatkan puluhan juta dolar dicurahken ke Xinjaing untuk program pengendalian kelahiran. Ketika tingkat sterilisasi anjlok di seluruh negeri, di Xinjiang terjadi lonjakan sterilisasi antara 2016 sampai 2018, menjadi lebih 60 ribu prosedur.
Zumret Dawut, ibu tiga anak etnis Uighur, mengatakan setelah dibebaskan tahun 2018 pihak berwenang mensteril-nya. Jika dia menolak, Cina akan membawanya kembali ke kamp.
“Aku marah,” katanya. “Saya masih menginginkan anak.”
Cina khawatir angka kelahiran yang tinggi di kalangan penduduk Muslim akan menyebabkan kemiskinan dan ekstremisme. Program ini sejalan dengan kebijakan satu anak, tapi yang terjadi di Xinjiang berbeda.
“Niatnya mungkin bukan menghilangkan populasi Uighur, tapi mengurangi mereka secara tajam dan membuat etnis minoritas secara mudah berasimilasi,” kata Darren Byler, pakar Uighur di Universitas Colorado.
Joanne Smith Finley, bekerja di Universitas Newcastle, mengatakan; “Ini genosida. Full stop.” Menurutnya, pembunuhan massal jenis spot terlalu biasa, dan tidak mengejutkan. Yang tidak biasa adalah genosida lambat dan menyakitkan. Genosida merayap.”