Veritas

Inilah Kado Terindah Trump untuk Netanyahu: Izin Mencaplok 20 Persen Tepi Barat!

WASHINGTON—Apa yang disebut Presiden AS Donald Trump sebagai ‘prakarsa perdamaian’ yang diusung AS, tampaknya dirancang bukan untuk kepentingan warga Palestina yang selama ini menderita. Trump merancang ‘Rencana Perdamaian’ itu seolah hanya untuk membuat Benyamin Netanyahu yang tengah mengalami krisis politik di negaranya terpilih kembali.

Dalam prakarsa perdamaian Trump itu bahkan orang-orang Palestina sekepala pun tak ada yang diundang. Prakarsa damai Trump itu jelas hanya sebuah hadiah terindah buat Perdana Menteri ‘Bibi’ Netanyahu, pemimpin yang tengah mengalami krisis akibat beragam skandal korupsi di Israel.  

Kamis (23/1) lalu Donald Trump mengumumkan dirinya akan mengungkapkan rencana itu kepada Netanyahu dan pemimpin oposisi Israel Benny Gantz dalam pertemuan di Washington pekan ini. “Jika menciptakan perdamaian adalah tujuan,”kata analis politik Joshua Mitnick dalam tulisannya di Foreign Policy,” Jelas waktunya tidak ideal.”

Netanyahu berada di tengah-tengah wacana deras adanya kampanye pemilihan ulang untuk mengganti presiden AS (yang ketiga dalam waktu kurang dari setahun),  sementara dirinya pun di dalam negeri Israel tengah berjuang melawan tuduhan korupsi. Trump bahkan lebih ribet lagi karena harus menghadapi sidang pemakzulan yang sedang berlangsung di Senat AS.

Laporan pers Israel menyatakan, rencana itu akan memungkinkan Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki, menggabungkan sebagian besar pemukiman Yahudi di sana, dan mempertahankan kendali atas sebagian besar Yerusalem Timur. Netanyahu menggambarkan inisiatif Trump itu sebagai “tawaran sekali seumur hidup yang hanya bisa diraihnya dari Amerika Serikat”.

“Hari ini, saya berangkat ke Washington untuk berdiri di samping seorang Presiden Amerika yang membawa rencana yang saya percaya mengangkat kepentingan kita yang paling penting,”kata Netanyahu pada Minggu (26/1) lalu, sesaat sebelum naik pesawat ke Washington, sebagaimana dikutip Foreign Policy. “Bersama dengannya, kita akan membuat sejarah,” ‘Bibi’ menambahkan.

Ada keuntungan lain yang diambil Netanyahu dari momen perjalanan tersebut. Perjalanannya ke Washington akan membantu mengalihkan perhatian public dari pemungutan suara pada Selasa (28/1) lalu di komite parlemen, berkaitan dengan permintaan Netanyahu untuk mendapatkan kekebalan dari penuntutan dalam tiga kasus korupsi. Pemimpin Israel itu lebih memilih untuk menunda diskusi sampai setelah pemilu pada 2 Maret, berharap dirinya akan memenangkan mayoritas kuat untuk kekebalan hukum.

“Seorang perdana menteri yang menghadapi masalah hukum yang signifikan di dalam negeri kini mendapat keuntungan besar. Dengan dirilisnya (prakarsa) ia dapat menerima banyak pujian karena membantu merumuskan (perdamaian itu),” ujar Yaakov Katz, penjaga editorial The Jerusalem Post. “Itu bisa dilihat sebagai hadiah baginya karena itu bisa menjadi pengalih perhatian dan mengalihkan perhatian pemilih Israel dari dakwaan.”

Media Israel menggambarkan hal itu berbagai konsesi yang menurut mereka dimasukkan dalam inisiatif tersebut. Mereka percaya rencana Trump jauh lebih menguntungkan bagi Israel daripada formula perdamaian yang diajukan sekian banyak pemerintahan AS sebelumnya:

-Israel akan diizinkan menganeksasi 20 persen Tepi Barat, menurut situs berita Ynet. Setelah periode empat tahun, orang-orang Palestina akan diizinkan untuk mendirikan negara demiliterisasi di sisa Tepi Barat, asalkan mereka memenuhi beberapa syarat, termasuk membubarkan kelompok Islam Hamas.

Warga Tepi Barat menggotong teman mereka yang terluka, saat demonstrasi menentang permukiman Yahudi yang terus mendesak di sana

-Israel akan mempertahankan kontrol atas mayoritas pemukiman Yahudi, menurut berita Ynet dan Channel 13.

-Israel tidak akan menyerahkan bagian dari Kota Tua Yerusalem, dan sedikit dari sisa Yerusalem Timur yang dituntut oleh Palestina sebagai ibu kota negara mereka, menurut berita Ynet dan Channel 13.

-Pengungsi Palestina tidak akan diizinkan untuk mendapatkan “hak untuk kembali” ke wilayah Palestina atau ke Israel, menurut Ynet.

Gedung Putih tidak mengomentari kebocoran tersebut. Saat itu mereka hanya mengatakan Donald Trump akan bertemu dengan Netanyahu dan Gantz pada Senin (27/1) dan Selasa (28/1).

Pemerintah AS juga tidak mengundang perwakilan Palestina ke Washington untuk mendengar tentang rencana tersebut. Hal iti menjadi penanda lain yang menunjukkan bahwa mendapatkan kesepakatan damai mungkin bukan motivasi utama Trump.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun tampaknya akan menolak undangan apa pun, jika diundang. Dia telah berselisih dengan Donald Trump atas keputusan AS untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, mengusir Duta Besar Palestina untuk Washington, dan memangkas bantuan AS untuk Palestina, sejak lama.

“Tidak ada yang ditawarkan untuk kami,” ujar Hanan Ashrawi, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, dikutip Foreign Policy. “Ini adalah kemitraan untuk menghancurkan peluang perdamaian dan menyerahkan kepada Israel daftar dari semua yang diinginkannya.”

Lebih dari dua tahun pembuatan, rencana perdamaian itu adalah hasil dari berbagai putaran diplomasi regional oleh menantu Donald Trump dan penasihat senior, Jared Kushner, dan Jason Greenblatt, utusan perdamaian yang ditunjuk Trump yang berangkat tahun lalu.

“Berdasarkan pembacaan dari rencana perdamaian Donald Trump yang pro-Bibi, tidak diragukan lagi Trump dan Kushner menjalankan kampanye pemilihan ulang Netanyahu,” cuit Aaron David Miller, pakar Timur Tengah yang pernah menjadi penasihat enam menteri luar negeri AS.

“Pemilihan waktunya tidak ada hubungannya dengan proses perdamaian. Waktunya adalah untuk membantu Donald Trump dan Bibi,”kata Jonathan Rynhold, seorang profesor ilmu politik di Universitas Bar-Ilan dan seorang pakar hubungan AS-Israel, kepada Foreign Policy. “Proses perdamaian hanyalah alat.” [foreignpolicy/matamatapolitik]

Back to top button