Veritas

Kartunis Pencipta Komik ‘Dilbert’ Panen Dampak Pernyataan Rasisnya

Beberapa surat kabar indi telah menghapus “Dilbert”, dan distributor Adams, Andrews McMeel Universal pun telah memutuskan hubungan dengan kartunis tersebut. Sementara beberapa outlet mengganti “Dilbert” dengan strip lain, “The Sun Chronicle” di Attleboro, Massachusetts, memutuskan untuk mengosongkan ruang hingga Maret “sebagai pengingat rasisme yang merasuki masyarakat kita”.

JERNIH–Para kartunis dunia menentang pernyataan rasis yang dibuat oleh pencipta komik “Dilbert”, Scott Adams, yang diunggah di You Tube-nya Februari lalu. Beberapa seniman bahkan menggunakan komik stripnya sendiri pekan ini untuk mencerca kartun tercela yang kini diterbitkan media-media nasional di AS itu.

Darrin Bell, misalnya, mengubah stripnya “Candorville“—yang biasanya menampilkan karakter muda kulit hitam dan Latin– – meniru tampilan dan gaya “Dilbert” ciptaan Adams, lengkap dengan dasi yang tidak sesuai, untuk mencercanya. Tidak hanya itu, beberapa publisher mengatakan ke depan mereka tak akan lagi memuat karya Adams.

“Satu-satunya alasan seseorang mengetahui siapa Scott Adams adalah karena halaman komiknya. Jadi saya pikir seseorang di halaman komiknya harus menanggapi hal itu,” kata Bell, pemenang Hadiah Pulitzer 2019 untuk reportase bergambar, kepada The Associated Press.

Dalam strip yang ditayangkan Senin hingga Sabtu lalu, Bell memasangkan Dilbert dengan salah satu karakternya sendiri, Lemont Brown. Pertama, Dilbert berharap Lemont akan berpihak padanya dalam upayanya untuk memasang mesin cuci di tempat kerja.

“Anda bisa mencuci hoodie Anda,” kata Dilbert. Kata Lemont: “Dan Anda bisa mencuci tudung Anda juga?”

Di media sosial, Adams yang berkulit putih adalah orang yang blak-blakan — dan kontroversial —jauh sebelum ia menggambarkan orang kulit hitam sebagai “kelompok pembenci” di YouTube-nya, bulan lalu. Adams berulang kali menyebut orang kulit hitam sebagai anggota “kelompok pembenci” dan mengatakan dia tidak akan lagi “membantu orang kulit hitam Amerika”. Dia kemudian mengatakan dirinya sedang hiperbolik saat menyatakan itu, namun terus saja mempertahankan pendiriannya.

“Ketika seseorang melangkah terlalu jauh seperti yang dilakukan Scott Adams, setiap orang yang sadar harus berdiri dan menggunakan Amandemen Pertama mereka untuk menarik garis. Untuk mengatakan bahwa itu tidak dapat diterima,” kata Bell, yang novel grafis barunya “The Talk” mengeksplorasi tumbuh kembang dirinya sebagai pria birasial dalam budaya kulit putih.

Kartunis lain yang juga mencela Adams adalah Bill Holbrook, pencipta “On the Fastrack“, sebuah komik strip yang menampilkan keluarga antarras dan –seperti “Dilbert” — berfokus pada tempat kerja modern.

“Salah satu hal yang ingin saya soroti dengan karakter saya adalah bahwa orang-orang mengatasi perbedaan mereka. Itu bisa berhasil,”kata Holbrook. “Itulah sorotan yang menjadi focus saya.“

Holbrook mengatakan kasus Adams bukanlah salah satu dari apa yang disebut budaya pembatalan, tetapi konsekuensi. “Saya mendukung penuh apapun yang ingin dia katakana. Tetapi tentu dia harus menanggung konsekuensi dengan mengatakannya,”katanya. “Biarkan dia mengalami konsekuensi dari mengungkapkan pandangannya.”

Surat kabar indi telah menghapus “Dilbert” dan distributor Adams, Andrews McMeel Universal pun mengatakan telah memutuskan hubungan dengan kartunis tersebut. Sementara beberapa outlet mengganti “Dilbert” dengan strip lain, The Sun Chronicle di Attleboro, Massachusetts, memutuskan untuk mengosongkan ruang hingga Maret “sebagai pengingat rasisme yang merasuki masyarakat kita”.

Kontroversi “Dilbert” telah mengguncang komunitas kartunis harian yang sering membuat karya di rumah mereka beberapa bulan sebelum diterbitkan. Meskipun mereka menyukai retorika pro-kebebasan, mereka mengatakan bahwa mereka juga berorientasi pada masa depan yang lebih baik.

“Kami percaya komik adalah media yang kuat, dan kartunis harus mengabadikan tawa, bukan rasisme dan kebencian,” kata Tea Fougner, pemimpin redaksi King Features Syndicate–yang mendistribusikan strip seperti “Candorville,” “Zits,” “Mutts” dan “Dennis the Menace“– dalam sebuah pernyataan kepada AP.

“Kami bangga dengan kartunis kami yang menggunakan platform mereka untuk mengecam kebencian yang disebarkan oleh Scott Adams dan mendorong orang lain untuk bergabung dengan kami saat kami berdiri bersama sebagai komunitas untuk menjaga dunia pembuatan kartun menjadi ruang yang aman dan ramah bagi semua orang,”bunyi pernyataan tersebut.

Bell memuji King Features Syndicate dan editornya karena mengizinkannya merobek strip yang sebelumnya dimaksudkan untuk tampil minggu ini.   “Mereka tampaknya menganggap cukup penting untuk mengambil risiko dan memastikan semuanya berjalan tepat waktu,” kata Bell.

Banyak pembuat komik mengatakan bahwa mereka telah berhenti membaca “Dilbert” selama beberapa tahun terakhir, menemukan bahwa nada strip itu lebih gelap dan kecenderungan penciptanya untuk misogini, anti-imigrasi, dan rasisme mengkhawatirkan. Tapi Adams masih memiliki ratusan surat kabar yang memakai komik stripnya, sebelum pekan lalu.

“Kita tidak dapat bergerak maju sebagai budaya dan masyarakat jika masih ada orang-orang dalam peran penjaga gerbang ide-ide kuno ini,” kata seniman Bianca Xunise, yang ikut menulis strip “Six Chix”, seniman wanita kulit hitam kedua dalam sejarah sindikasi komik nasional.

Xunise mencatat, dampaknya jauh lebih cepat dibanding ketika dia menggambar strip yang mengomentari gerakan Black Lives Matter dan pandemi virus corona. Lebih dari 120 publikasi segera membatalkan strip tersebut. [Associated Press]

Back to top button