
Tito menyebut inisiatif Prabowo membentuk Koperasi Desa Merah Putih sebagai langkah luar biasa. “Delapan puluh ribu koperasi desa merah putih ini akan menjadi pintu masuk industrialisasi pedesaan sebagai bagian dari ekonomi Pancasila,” kata Tito, yang pernah memimpin PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2015–2018 itu.
JERNIH– Publik masih saja diliputi keraguan menjelang peluncuran program Koperasi Desa Merah Putih yang dijadwalkan pemerintah Prabowo Subianto pada 12 Juli 2025. Pro dan kontra berseliweran di antara para pengamat dan pelaku koperasi. Sebagian melihat pendirian koperasi ini sebagai langkah terobosan Presiden Prabowo untuk menggerakkan perekonomian nasional berbasis kelembagaan koperasi. Sebagian lain, masih menaruh curiga.
Nada optimistis datang dari Tito Sulistio, anggota Badan Supervisi OJK periode 2023–2028. Dalam sebuah diskusi yang diadakan lembaga kajian politik ekonomi GREAT Institute, Tito menyebut inisiatif Prabowo membentuk Koperasi Desa Merah Putih sebagai langkah luar biasa. “Delapan puluh ribu koperasi desa merah putih ini akan menjadi pintu masuk industrialisasi pedesaan sebagai bagian dari ekonomi Pancasila,” kata Tito, yang pernah memimpin PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2015–2018 itu.
Soal pembiayaan, Tito menegaskan pentingnya mengoptimalkan peran Danantara. Menurutnya, Danantara harus aktif masuk dan bermitra dengan koperasi desa. “Danantara harus mampu mengonsolidasi dan mengelola aset negara untuk didistribusikan ke masyarakat melalui Koperasi Desa Merah Putih,” ujar Tito, yang juga dikenal sebagai penulis buku Privatisasi Berkerakyatan. Ia mendorong agar koperasi segera membangun kemitraan dengan Otoritas Jasa Keuangan demi memastikan transparansi di masa depan.
Turino Yulianto, tokoh koperasi pemuda, memberikan penilaian serupa. Ia menyebut Koperasi Desa Merah Putih sebagai langkah ideologis Presiden Prabowo dalam memperbaiki tata niaga perekonomian di desa. “Kopdes MM adalah misi besar Prabowo untuk menggeser ekonomi elit yang dikuasai oligarki menjadi ekonomi rakyat yang melibatkan sebanyak mungkin orang,” kata Turino.
Bagi Turino, koperasi ini menjadi sarana paling efektif dalam mendistribusikan kesejahteraan. Ia menunjuk contoh sukses koperasi di negara maju, seperti koperasi padi Zen Noh di Jepang, koperasi susu Frisian Flag di Belanda, dan koperasi kesehatan Unimed di Brasil. “Di negara-negara itu, koperasi bukan sekadar pelengkap, tapi justru mengelola jaringan bisnis utama bangsa mereka,” ujarnya.
Turino menambahkan, koperasi desa membawa visi besar pemerintah untuk menghubungkan desa-desa Indonesia dengan jaringan global. “Koperasi, berbeda dengan BUMDes, adalah badan hukum usaha yang diakui secara internasional. Kopdes MM di daerah peternakan sapi perah, misalnya, bisa langsung bermitra dengan pabrik susu di Selandia Baru atau Belanda,” kata Turino, yang juga tercatat sebagai pengurus INKUD. Menurutnya, jaringan koperasi internasional kini sudah membentuk ekosistem bisnis dengan omset mencapai ribuan triliun rupiah. []