Kylian Mbappe Cetak Hattrick di Kazakhstan

Tiga gol Mbappe seakan jadi pelipur lara setelah beberapa hari sebelumnya Real Madrid disikat sang saudara, Atletico Madrid.
JERNIH – Almaty, kota yang dikelilingi pegunungan Tien Shan, biasanya dikenal karena keindahan alamnya, bukan sebagai pusat perhatian sepak bola Eropa. Namun, pada 30 September 2025, stadion milik Kairat Almaty disulap menjadi panggung bersejarah: untuk pertama kalinya, klub asal Kazakhstan itu menjamu Real Madrid dalam fase grup UEFA Champions League.

Euforia lokal begitu terasa. Suporter Kairat memadati tribun dengan nyanyian yang penuh semangat. Mereka sadar betul, meskipun peluang menang kecil, momen ini adalah kesempatan menyaksikan legenda hidup langsung di depan mata.
Namun antusiasme itu sekonyong-konyong berubah jadi kesedihan. Siapa pembuat kesedihan itu?
Kylian Mbappe. Si garang nan lincah ini mengingatkan dunia bahwa dirinya adalah pewaris sah mahkota penyerang terbaik di Eropa. Tiga kali bola bersarang di gawang Kairat Almaty, tiga kali pula sorak-sorai pendukung tuan rumah terdiam.
Mbappé seperti pemain yang bermain di dimensi berbeda. Gol pertamanya, menit ke-25, lahir dari penalti. Tidak ada sorakan yang bisa mengganggu fokusnya. Dengan ketenangan khas, ia menaklukkan kiper Kairat dan membuka rekening gol malam itu.

Gol keduanya menit ke-52 adalah gambaran terbaik tentang siapa dirinya: cepat, efisien, dan mematikan. Sebuah umpan panjang dari lini belakang diterjemahkannya menjadi senjata. Dalam hitungan detik, ia meninggalkan bek lawan, menggiring bola ke kotak penalti, lalu dengan tenang mencungkil bola melewati kiper. Sebuah gol yang tak hanya mencerminkan teknik, tapi juga insting predator.
Gol ketiga, menit ke-73, adalah mahakarya. Sepakan keras dari luar kotak penalti, tak terbendung, menghujam sudut gawang. Pada titik itu, bahkan fans Kairat pun tahu mereka sedang menyaksikan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar pertandingan fase grup. Mereka sedang menyaksikan sejarah ditulis di lapangan tempat mereka kerap berteriak, bersorak.
Bersama Eduardo Camavinga dan Brahim Díaz yang ikut menambah pundi gol, skor 5-0 menjadi simbol superioritas Real Madrid di Eropa.
Dengan trigol ini, Mbappé mencatatkan hat-trick keempat dalam kariernya di Liga Champions. Ia juga menyentuh angka 60 gol di kompetisi bergengsi ini, sebuah pencapaian yang hanya mampu dicapai segelintir penyerang sepanjang sejarah. Angka-angka itu mungkin terlihat kaku di atas kertas, tapi di baliknya tersimpan perjalanan panjang: kerja keras, disiplin, dan hasrat tak pernah padam untuk selalu menjadi yang terbaik.
Real Madrid sendiri datang ke Almaty dengan tekanan setelah kekalahan memalukan di LaLiga dari Atlético. Namun, justru di titik rendah itulah, sang juara sejati bangkit. Perjalanan ribuan kilometer menuju Kazakhstan berubah menjadi pelampiasan energi, dan Kairat yang penuh semangat hanya bisa melongo betapa jauhnya jarak kualitas antara debutan dan raksasa Eropa.

Xabi Alonso menyebut kemenangan itu sebagai “respon Madrid yang sejati.” Ia menekankan bahwa DNA klub ini memang selalu bereaksi keras terhadap keraguan. Dan Mbappé adalah wajah dari reaksi itu: determinasi, ketajaman, serta kemampuan mengubah jalannya laga hanya dengan sekejap.
Bagi Real Madrid, Liga Champions adalah habitat alami. Mereka adalah pemegang 15 trofi—lebih banyak dari klub mana pun di Eropa. Setiap generasi punya ikon yang memimpin mereka di kompetisi ini: Alfredo Di Stéfano di era 1950-an, Ferenc Puskás di awal 1960-an, Cristiano Ronaldo di era modern.
Kini, nama Kylian Mbappé mulai masuk dalam daftar itu. Di musim debutnya bersama Madrid, ia langsung menjadikan Liga Champions sebagai panggung unjuk gigi. Tiga gol di Almaty hanyalah salah satu episode, tapi setiap episode itu adalah batu bata yang menyusun narasi besar: Mbappé sebagai wajah baru Madridismo di abad ke-21.(*)
BACA JUGA: Kylian Mbappe Konsultasi ke Presiden Emmanuel Macron Soal Kepindahan ke Real Madrid