Veritas

PBB: Aung San Suu Kyi Gagal Memenuhi Tugas Kemanusiaan

  • Setelah berkuasa, semua kata-kata Aung San Suu Kyi berbalik. Ia gagal menjalankan peran kemanusiaan.
  • Dunia tidak pernah tahu siapa Aung San Suu Kyi, sosok yang terlanjur diberi Nobel Perdamaian.
  • Kekerasan tidak hanya terjadi di negara bagian Rakhine, tapi juga Chin.
  • Militer Myanmar menggunakan stigma ‘kelompok teroris’ kepada etnis Rohingya, agar pembantaian menjadi sah.
  • Semua yang terjadi di Rakhine memiliki ciri khas genosida.

New York — Yanghee Lee, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengatakan Aung San Suu Kyi gagal memenuhi tugas kemanusiaannya.

“Kita semua tahu dia ikon demokrasi dan hak asasi manusia, tapi sejak partainya berkuasa dan dia mengambil alih kantor dewan negara, semua kata-kata Suu Kyi berkebalikan,” kata Lee, yang beberapa kali ditolak masuk ke Myanmar.

Lee menjalankan tuga saat pembantaian etnis Rohingya di Myanmar berlangsung hebat tahun 2017. Ribuan orang tewas, 750 ribu melarikan diri ke Bangladesh, dan ribuan lainnya melarikan diri lewat laut.

“Saya masih ingin percaya Suu Kyi dapat mengubah apa yang dia lakukan, tapi dunia tidak benar-benar tahu siapa dia,” kata Lee.

Kekerasan Rakhine

Suu Kyi menjadi ikon demokrasi selama 15 tahun di bawah tahanan rumah rejim militer Myanmar. Desember tahun lalu, pemenang Nobel Perdamaian itu mati-matian membela negarnya dari tutuhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

Saat itu, Suu Kyi tidak menggunakan kata Rohingya sebagai penolakan atas eksistensi etnis itu sebagai bagian Myanmar. Ia menyebut eksodus ribuan orang ke Bangladesh 2017 adalah akibat konflik bersenjata antara militer dan pejuang bersenjata.

Dalam kasus yang diajukan Gambia itu, ICJ menuduh Myanmar melanggar Konvensi Terhadap Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida 1948. Myanmar tidak melakukan apa pun ketika tentaranya melakukan pembantaian etnis.

PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mendokumentasikan kekejaman itu, dan ICJ — dalam tuntutan awal — meminta Myanmar mengambil langkah-langkah yang melindungi Rohingya.

Konsisten Menyangkal

Menurut Lee, apa yang terjadi di Myanmar memiliki ciri khas genosida. Namun, lanjutnya, dia tidak bisa mengatakan semua itu di Pengadilan Kriminal Internasional.

“Saya tidak bisa mengeluarkan kesimpulan di depan pengadilan, tapi saya bisa mengatakan semua yang terjadi di Myanmar memiliki ciri khas genosida,” kata Lee.

Dalam pernyataan terakhir sebelum mengundurkan diri, Lee menyerukan penyelidikan PBB terhadap kekerasan di negara bagian Rakhine dan kini merambat ke negara bagian Chin.

“Kemungkinan kejahatan perang sedang dilakukan militer Myanmar, dengan warga sipil diserang sebagai upaya menindak pemberontak Arakan Army,” kata Lee.

Kekerasan meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dan militer menggunakan kata ‘kelompok teroris’ untuk menyebut Rohingya dan etnis lain di negara bagian Rakhine, dan sah untuk dibantai.

Back to top button