Pengadilan Tragis Joan of Arc di 9 Januari 1431
Menyusuri jalanan batu di pusat Orléans rasanya seperti terlempar ke jaman para kesatria ketika Perancis dicekam konflik peperangan melawan Inggris dan Burgundi yang berlangsung satu abad lamanya atau yang dikenal Perang Seratus Tahun (1337-1453). Pada saat itu, kota Orleans yang berada ditepi Sungai Loire, dikepung selama tujuh bulan oleh Inggris. Kedudukan Orlean’s sangat vital bagi Prancis karena Orléans adalah benteng terakhir sekaligus kota paling penting setelah Paris. Maka Inggris berusaha sekuat tenaga untuk menaklukan Orléans.
Pengepungan Inggris terhadap Orléans merupakan babak ke tiga perang 100 tahun yang disebut Perang Lancastrian. Perang tersebut dimulai dengan kemenangan Henry V dari Inggris (1413-1422 M) yang mengalahkan pasukan Prancis di Agincourt. Sepanjang Perang Seratus Tahun, kemenangan Inggris jauh melampaui kemenangan Prancis dan pada fase terakhir perang ini.
Saat itu yang berkuasa atas Prancis adalah Charles VII (disebut Dauphin), putra raja Charles VI (memerintah 1380-1422 M) Ia hanya memiliki kekuatan di dalam dan sekitar kota Chinon. Pasukannya semakin lama semakin berkurang karena kekalahan menghadapi Inggris. Pada periode Orlean’s dikepung oleh Inggris Joan of Arc (Jeanne d’Arc) muncul dan membalikkan nasib Charles Dauphin dan Prancis.
Pada saat itu keadaan Orleans sudah mulai lemah dan persediaan makanan semakin menipis, membuat penduduk tambah putus asa. Dalam keadaan genting pada 29 April 1429 muncul Joan of Arc menerobos kepungan pasukan Inggris dan masuk ke Orlean membawa bantuan makanan. Setelah berjuang 9 bulan lamanya, Joan of Arc yang ditugaskan oleh raja Charles VII untuk membebaskan Orléans dari kepungan Inggris terhadap, akhirnya berhasil memukul mundur Inggris.
Siapakah Joan of Arc? Ia adalah putri Jacques d’Arc dan Isabelle Romée, lahir tanggal 6 Januari 1412 di Lorraine. Ayahnya seorang petani merangkap petugas pajak dan kepala keamanan kota. Desanya pernah dibakar oleh serangan Burgundi. Pada tahun 1424, yaitu saat usia 12 tahun, Joan of Arc mendapat pencerahan bahwa dirinya telah diberi titah oleh St. Michael, St. Catherine, dan St. Marga untuk mengusir Inggris dan membawa calon raja Perancis, Charles Dauphin untuk dinobatkan di Reims.
Joan of Arc terus membangkitkan semangat tempur pasukan Perancis sehingga meraih beberapa kemenangan, terutama merebut kembali bekas wilayah kekuasaan Prancis yang dikuasai Inggris dan Burgundi. Namun kemenangan tidak selalu berada dipihak Prancis. Ketika pasukan Burgundi mengepung Compiègne pada 23 Mei 1430 telah mengakhiri perjuangan Joan of Arc. Ia ditangkap pada 30 Mei 1431 dan dengan heroik ia menjadi orang terakhir yang meninggalkan pertempuran.
Joan of Arc diserahkan kepada pihak Inggris dan diadili pada 9 Januari 1431 dengan dakwaan bid’ah karena seruannya dalam perang seolah menempatkan Tuhan memihak Prancis. Ketika dipenjara, Jeanne nyaris diperkosa karena ditempatkan bukan dipenjara wanita. Akhirnya pada 30 Mei 1431 M, gadis yang buta hurup ini dengan tabah dijatuhi hukuman bakar di tiang salib. Bahkan setelah meninggal tubuhnya yang hangus, dibakar kembali sampai menjadi abu dan dibuang ke Sungai Seine. Charles Dauphin, raja yang dibantu dengan gigih oleh Joan of Arc tidak mampu berbuat apa-apa.
Karena pengadilan Joan of Arc dianggap penuh intrik politik dan sarat pemutabalikan fakta untuk menghancurkan reputasi Joan of Arc, maka dilakukan pengadilan rehabilitasi. Akhirnya berdasarkan penyelidikan kasus yang dilakukan oleh General Jean Brehal dan Isabelle Romée (ibu Joan of Arc ) yang dimulai dari tahun 1452 dengan mendengar kesaksian 115 orang, disimpulkan bahwa Jeanne adalah korban tuduhan Bishop Pierre Cauchon yaitu hakim yang telah memvonis Joan of Arc . Bishop Pierre Cauchon terbukti telah menjatuhkan hukuman kepada perempuan yang tak berdosa demi balas dendam sekuler.
Akhirnya pada 7 Juli 1456, persidangan rehabilitasi yang menarik perhatian masyarakat Eropa saat itu, memutuskan bahwa Jeanne tak bersalah. Sejak saat itu Jeanne d’Arc ditetapkan sebagai pahlawan Prancis. Oleh kalangan katolik, Joan of Arc telah dianggap seorang santa dan dijuluki La Pucelle yang berarti “sang dara” atau “sang perawan”
Di Orléan terdapat beberapa tempat yang merupakan jejak peninggalan Joan of Arc Diantaranya rumah yang digunakan Joan of Arc yang kini menjadi musium tempat menyimpan berbagai benda peninggalannya. Di dalamnya beberapa set meubeuler, lukisan, alat music, dan berbagai pernak-pernik lainnya. Semuanya masih terawat dengan baik. Lukisan Joan of Arc terlihat muda dan perkasa. Rumah Joan of Arc merupakan salah satu ikon Orléans yang cukup ramai dikunjungi para wisatawan. Beberapa patung Joan of Arc juga menghiasi di sudut-sudut kota, baik sedang berdiri maupun menunggang kuda dengan sikap heroik.
Sebagai kota tua bersejarah, Orléans mempertahankan banyak bangunan kunonya. Salah satunya adalah Katedral Sainte-Croix yang dibangun pada 1278-1329. Di Katedral inilah Jeanne d’Arc menghadiri misa sore pada 2 Mei 1429 untuk membangkitkan semangat bertempur pasukannya. Di dekat katedral juga terdapat dinding romawi yang kondisinya masih asli, menunjukan bahwa Orléans juga pernah dikuasai Romawi 52 SM. Maka tak heran jika nama Orléans berasal dari bahasa Romawi yaitu Aurelianum. Orléans pernah menjadi pusat intelektual pada masa Kaisar Charlemagne ( 800-814 M)
Salah satu view terbaik untuk menikmati Orléans adalah di kawasan Rue Jeanne d’Arc, atau di sekitar Place de la Republique, disini merupakan tempat yang cukup luas untuk dilihat dari depan Katedral Sainte-Croix. Dari lokasi ini, patung dan rumah bersejarah Joan of Arc’ akan terlihat. Orléans akan lebih mantap dikunjungi saat musim panas yaitu di bulan Mei hingga akhir September. Pada saat itu cathedral Sainte-Croix akan terlihat indah oleh permainan cahaya yang menyinari fasad dan relung-relungnya. (Pd)