OikosVeritas

Prabowo Teken PP Pengupahan Baru, Era Upah Murah Berakhir?

Beleid ini bukan sekadar revisi rutin, melainkan sebuah “perombakan radikal” yang menjanjikan kenaikan gaji jauh lebih signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jantung dari aturan baru ini terletak pada variabel indeks Alfa (‘alpha’).

JERNIH – Presiden Prabowo Subianto resmi memicu “revolusi” kecil di meja makan jutaan pekerja Indonesia. Lewat tanda tangan pada Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan terbaru Selasa (16/12/2025), Presiden bukan sekadar mengoreksi aturan, tapi melakukan operasi jantung pada sistem pengupahan nasional.

Langkah ini bukan cuma soal regulasi, tapi soal keberanian politik untuk mengakhiri rezim upah murah yang selama ini dikeluhkan serikat buruh. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, memastikan bahwa payung hukum ini menjadi kado akhir tahun sekaligus titik balik bagi kesejahteraan pekerja pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“PP Pengupahan telah ditandatangani Bapak Presiden Prabowo. Ini adalah jalan tengah yang kami harapkan menguntungkan pekerja tanpa melumpuhkan pengusaha,” ujar Yassierli di Jakarta (17/12/2025).

Beleid ini bukan sekadar revisi rutin, melainkan sebuah “perombakan radikal” yang menjanjikan kenaikan gaji jauh lebih signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jantung dari aturan baru ini terletak pada variabel indeks Alfa (‘alpha’).

Dalam rumus upah yang lama (PP 51/2023), buruh sempat “tercekik” karena angka Alfa dipatok sangat rendah, hanya di kisaran 0,10 hingga 0,30. Kini, Presiden Prabowo mengambil langkah berani dengan mendongkrak rentang Alfa menjadi 0,50 hingga 0,90.

Dengan formula baru: Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa), kenaikan upah minimum dipastikan akan lebih terasa dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Semakin tinggi nilai alfa yang dipakai, semakin besar pula porsi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh pekerja dalam komponen upah mereka.

Ini berarti daya beli masyarakat akan mendapat “suntikan vitamin” yang jauh lebih bertenaga di 2026. Buruh kini mendapatkan porsi “kue” ekonomi tiga kali lipat lebih besar dari sebelumnya. Rumus baru ini memastikan bahwa setiap persen pertumbuhan ekonomi nasional akan benar-benar terasa di saldo rekening para pekerja, bukan sekadar angka-angka statistik.

Tak hanya soal Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), PP terbaru ini juga mengembalikan marwah upah sektoral. Gubernur kini diwajibkan menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan memiliki kewenangan menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Kembalinya Upah Minimum Sektoral merupakan salah satu kado paling manis dalam PP ini. Setelah sempat “mati” dalam skema aturan lama, kini marwah buruh di sektor unggulan—seperti tambang, manufaktur berat, atau energi—dikembalikan. Selama ini, pekerja di sektor industri berat atau sektor unggulan merasa dirugikan karena upah mereka disamaratakan dengan sektor lain

Gubernur kini wajib membedakan upah mereka, tak boleh lagi disamaratakan dengan pekerja sektor lain. Para Gubernur diwajibkan menetapkan upah sektoral, memastikan buruh di bidang yang berisiko tinggi atau bernilai ekonomi besar mendapatkan kompensasi yang layak.

Bola Panas di Tangan Gubernur

Pemerintah pusat tidak memberikan banyak waktu untuk bersantai. Para Gubernur hanya punya waktu beberapa hari hingga 24 Desember 2025 untuk mengumumkan angka resmi UMP di daerah masing-masing.

Langkah cepat ini merupakan mandat dari Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan pemerintah memisahkan urusan tenaga kerja dari bayang-bayang UU Cipta Kerja. MK telah memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memisahkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja dan menyusun aturan yang lebih berkeadilan.

“Kebijakan Bapak Presiden ini adalah bentuk komitmen nyata untuk menjalankan putusan MK. Proses penyusunannya telah melalui kajian panjang dan melibatkan pembahasan mendalam sebelum dilaporkan kepada Presiden,” tambah Yassierli.

Lampu hijau sudah dinyalakan oleh Prabowo dari Istana. Sekarang, jutaan pasang mata buruh tertuju pada kalkulator para Gubernur. Akankah angka yang keluar sesuai harapan, atau justru kembali “disunat” di tingkat daerah? Kita tunggu ledakannya pekan depan.

Back to top button