Depth

“Kesepakatan Damai AS-Taliban Segera Wujud Beberapa Hari ke Depan.”

MUNICH— Bila aral tak mencoba merintang jalan, beberapa hari ke depan tampaknya publik dunia akan menyaksikan terjadinya kesepakatan damai antara Amerika Serikat dengan kelompok Taliban. Suara yang memberi harapan akan perdamaian abadai di Aghanistan itu datang dari Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.

Ashraf menyatakan hal itu di Konferensi Munich, baru-baru ini. Pernyataannya tentang kemungkinan pengumuman kesepakatan AS-Taliban itu menunjukkan ketiga pihak yang terlibat kini telah bersedia untuk mewujudkan rencana perdamaian.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani saat hadir dalam Konferensi Keamanan di Munich, mengatakan pemerintahnya mengambil pendekatan praktis untuk menyelesaikan konflik Afghanistan selama 18 tahun. “Kami tidak akan menyelesaikan konflik ini berdasarkan diskusi makalah,”kata Ashraf.

Namun dalam catatan Yahoo News, Ashraf masih mengungkapkan beberapa keraguan akan niat Taliban. Ashraf masih menyinggung soal ‘strategi Kuda Troya’, meski ia juga menegaskan sangat perlu untuk menguji komitmen kelompok tersebut.

“Kami akan mengambil langkah besar ke depan dan menguji. Pengujian akan mengungkapkan apakah perdamaian dengan Taliban dapat berhasil,” kata dia.

Tentara pemerintah Afghanistan dan milisi Taliban, saat pertukaran tawanan di antara mereka

Kesepakatan AS-Taliban tampaknya lebih dekat daripada sebelumnya setelah kelompok Islam itu sepakat untuk mengurangi kekerasan selama tujuh hari di Afghanistan. Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada Kamis (13/2) lalu bahkan  menegaskan, perjanjian damai itu kini “sangat dekat”.

Pada Jumat (14/2) lalu, media Jerman Deutsche Welle melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang juga berbicara di konferensi tersebut, bersama Ashraf terlibat dalam pembicaraan yang rinci tentang kesepakatan perdamaian. Pengumuman resminya diperkirakan akan dilakukan pekan ini.

Kabul lebih maklum

Pemerintah Afghanistan sejauh ini menuntut untuk lebih terlibat dalam negosiasi perdamaian AS-Taliban di Qatar. Namun, setelah pertemuan Ashraf  dengan Pompeo dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper di sela Konferensi Keamanan Munich, tampaknya kedua belah pihak telah mencapai pemahaman tentang masalah ini.

“Kami berada di pemahaman yang sama. Ada risiko, tetapi kami melihat peluang,” kata Ashraf.

Menurut Ashraf, ada rasa saling percaya antara AS dan Afghanistan bahwa kedua negara dapat melakukan hal itu bersama-sama. “Karena itu kami sepakat untuk tidak membuat pengumuman di sini, kemarin atau hari ini. Kami akan membuat pengumuman dalam seminggu hingga 10 hari dengan terkoordinasi dan perencanaan yang baik.”

Sementara Esper pada Sabtu (15/2) lalu mengatakan, perjanjian antara AS dan Taliban itu “terlihat sangat menjanjikan”.

Ashraf berhasil memperoleh kepercayaan dalam pemilihan presiden Afghanistan pada September 2019, meskipun hasil akhirnya belum diumumkan. Kesepakatan Afghanistan apa pun yang merusak posisi Ashraf, tampaknya berpeluang tipis berhasil. Sementara Taliban juga menolak untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan pemerintah Afghanistan yang tidak mereka akui.

Proses perdamaian Afghanistan tetap rapuh dan tidak pasti, meskipun beberapa putaran pembicaraan antara Amerika Serikat dan Taliban telah berlangsung di Doha, Qatar. Pada Agustus 2019, utusan khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad dan para negosiator Taliban di Doha, Qatar, hampir menyetujui peta jalan perdamaian di Afghanistan. Namun, kelompok Islam itu terus melancarkan serangan di Afghanistan dan berusaha merebut wilayah sambil menewaskan para tentara NATO, yang memaksa Trump untuk sementara mengakhiri pembicaraan pada September 2019.

Para analis mengatakan Trump sangat ingin menandatangani perjanjian damai sebelum Pilpres AS 2020 pada November. “AS dan Taliban lebih dekat daripada sebelumnya untuk menyelesaikan kesepakatan perdamaian. Hal itu karena mereka tampaknya telah menyetujui hambatan yang tersisa: bagaimana mengurangi kekerasan sebelum kesepakatan ditandatangani,” ujar Michael Kugelman, pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson International Centre for Scholars, di Washington. Kugelman mengatakan hal itu kepada Deutsche Welle.

Pertanyaannya saat ini, kata Kugelman, adalah apakah Taliban menahan akhir dari tawar-menawar dan meredakan kekerasan selama periode tujuh hari yang diantisipasi. Hal itu akan menjadi ujian kohesi, perintah, dan kontrol Taliban untuk melihat apakah kepemimpinan kelompok itu solid hingga ke bawah, atau tidak?” kata Kugelman.

Sumber-sumber yang dekat dengan proses perdamaian Doha, Qatar, mengatakan Taliban kemungkinan akan mengurangi kekerasan antara 22 hingga 28 Februari 2020. Jika berhasil, hal itu akan diikuti dengan penandatanganan kesepakatan.

“Kedua pihak telah sepakat pada kesepakatan yang sama, yang hampir mereka selesaikan pada September 2019,” kata Sami Yusufzai, seorang jurnalis Afghanistan yang bermarkas di London kepada Deutsche Welle. Yusufzai dikenal public sebagai ‘pakar Taliban’. [deutsche welle]

Back to top button