Moron

Sekelumit Tentang Tahayul ‘Friday 13th’ dan Jimat

Setidaknya sekali dalam satu tahun kita bertemu Jumat 13, atau hari Jumat tanggal 13. Di Barat, itu waktu yang seakan harus ‘dihindari’.

Ada yang menghindari pertemuan penting sepanjang hari itu, atau menunggu sesuatu yang aneh terjadi. Maskapai penerbangan cenderung menurunkan harga tiket, untuk menarik penumpang tetap bepergian pada hari itu.

Pertanyaan, bagaimana mungkin di era modern masyarakat Barat masih percaya tahayul Jumat 13th? Berikut tulisan Marika Gerken tentang latar belakang tahayul itu.

Tahayul Sepanjang Abad

Ketakutan akan (angka) 13 telah berlangsung berabad-abad, dan banyak yang percaya semua itu berasal dari Code of Hammurabi, yang tidak menuliskan hukum ke-13. Kenyataannya, semua itu terjadi akibat kesalahan salah satu penerjemah yang menghilangkan satu baris teks.

Code of Hammurabi, atau Kode Hammurabi, adalah prasasti hukum kuno Babilonia yang disusun Raja Hammurabi. Prasasti berukuran 2,25 meter dengan ukiran tulisan dalam Bahasa Akkadia. Prasasti berisi 282 aturan perdagangan, perbudakan, ganti rugi kerusakan, pencurian, hubungan keluarga, dan lainnya.

Tahayul itu bertahan berabad-abad. Bahkan komposer besar Austria-Amerika Arnold Schoenberg mengidap penyakit ketakutan pada angka 13, atau triskaidekaphobia, sangat parah. Ia menghilangkan nomor 13 dalam beberapa karyanya, menggantinya dengan notasi 12a.

Dia dikabarkan sangat takut mati pada usia yang merupakan kelipatan 13. Menjadi lebih takut ketika pada usia pada usia 76 seorang rekannya mengatakan usia itu sangat tidak beruntung, karena 7+7=13. Entah bagaimana Schoenberg meninggal Jumat 13 Juli 1951 pada usia 76.

Menariknya, Schoenberg dikenal sebagai komposer besar karena mengembangkan sistem komposisi 12 nada.

Mengapa Harus Jumat?

Dalam tradisi Timur, tidak ada hari jelek. Semua hari baik. Di Barat, Jumat menjadi hari buruk karena pengaruh agama dan budaya.

Beberapa orang Kristen percaya hari Jumat tidak beruntung karena itu hari Yesus disalib. Pada abad ke-14 dan 15, sejumlah penulis secara terbuka mempertanyakan mengapa harus mengutuk hari Jumat.

Canterbury Tales karya Geroge Chaucern menggambarkan Jumat sebagai hari kemalangan. Penulis Robert Greene mendefinisikan Jumat sebagai wajah sedih dan cemas.

Ada Apa dengan Jumat Tanggal 13

Banyak yang tidak yakin dengan bukti historis tentang tahayul Jumat 13. Ada banyak teori, tapi semuanya terbantahkan.

Thomas Lawson, dalam salah satu bukunya, menulis tentang histeria ke-13 pada abad ke-20. Saat itu pialang saham memilih Jumat 13 untuk sengaja membuat pasar saham jatuh.

Satu tahun kemudian The New York Times menjadi salah satu media pertama yang mengakui tahayul Jumat 13. Tahun 1980, popularitas franchise film The Friday 13th menambah fenomena budaya.

Sains di balik Tahayul

Sebuah survei menyebutkan satu dari empat orang AS percaya tahayul. Tiga dari empat orang AS mengejek tahayul.

Padahal, ada ilmu psikologi untuk mendukung tahayul. Seorang psikolog dari Kansas State University mengatakan tahayul adalah tentang mencoba mengendalikan nasib.

Orang sering menggunakan tahayul untuk mencapai hasil diinginkan, atau membantu mengurangi kecemasan. Contoh sempurna dari semua ini adalah atlet yang melakukan riutal spesifik sebelum bertanding.

Joseph Mazur, penulis dan pakar matematika, menjelaskan bagaimana tahayul dapat mempromosikan mentalitas yang sehat dan positif. “Semua orang menginginkan keberuntungan. Namun karena tidak ada hal nyata yang kita sebut keberuntungan, kita harus menciptkan benda nyata ke suatu obyek. Orang-orang berpegang kepada benda itu untuk memperoleh rasa aman.”

Psikolog Stuart Vyse melakukan studi pada tahun 2010 untuk menguji sekelompok orang yang berbagi tugas memori. Kelompok orang yang diijinkan membawa jimat keberuntungan tampil lebih baik dalam tes memori, dibanding orang yang tidak membawa jimat atau jimat keberuntungannya diambil.

“Semua ini tentang pemacu kepercayaan diri berharga murah,” katanya.

Menggunakan logika ini, Jumat 13 bisa jadi sama beruntungnya dengan sial. Semuanya sangat tergantung bagaimana cara memandangnya.

Back to top button