POTPOURRI

Tujuh Jurus Dasar Bikin Infografis

Oleh : Andra Nuryadi

Kata Hubspot, infografis punya peluang disukai dan dibagi tiga kali lipat di media sosial ketimbang konten lain. Sementara ada riset lain menyebutkan, otak manusia memproses gambar atau visual 60 ribu kali lebih cepat daripada teks.

Begitu hebatnya sebuah gambar visual hingga Anda akan lebih memahami peta jalur busway yang dibuat dengan sentuhan grafis daripada mencermati panduan jalan berupa teks. Peta perjalanan yang didesain dengan pembedaan warna pada setiap jalur selain secara artistik tergolong keren, juga memudahkan. Bahkan jauh lebih gampang dipahami dibandingkan membaca peta orisinal seperti Google Maps misalnya.

Peta yang bisa Anda temui di dinding atau papan informasi stasiun juga terminal, dan bahkan dapat diunduh termasuk dalam jenis infografis. Ia merupakan bentuk visual dengan konten informasi yang ringkas.

Infografis sejatinya merupakan produk berusia kawak. Sejarah menyatakan bentuk informasi berupa grafis ini sudah ada sejak lima abad silam. Belakangan infografis menjadi bagian dari konten yang disajikan oleh media massa.

Alasan manusia lebih mudah mencerna visual dijelaskan oleh seorang psikolog bernama Haig Kouyoumdjian Ph.D. Dalam tulisannya di Psychology Today, otak manusia memiliki korteks sensorik yang sebagian besar ditujukan untuk penglihatan. Sementara bagian otak yang bertugas untuk mengolah kata jauh lebih sedikit. Tak heran jika visual yang konkret lebih mudah diingat ketimbang kata-kata yang abstrak.

Gampangnya, kira-kira, jika mata menangkap gambar, respons ke otak untuk menyimpan memori butuh satu-dua tahap. Sedangkan bila menangkap teks, otak harus mencerna, memahami, dan baru menyimpan menjadi memori.

Ia mencontohkan, ketika sebuah riset kepada pelajar SMU digelar, hasilnya menyatakan kebanyakan siswa lebih cepat mengucapkan “anjing, sepeda dan jalan” yang mereka lihat di gambar. Sementara saat responden penelitian itu diajukan tiga kata bertulis tiga hal tadi, sebagian dari mereka sulit mengingat.

Masih kata Kouyoumdjian, visual yang paling mudah dicerna otak tersebut antara lain berupa foto, gambar, sketsa, ilustrasi, peta konsep hingga simbol.

Jadi jelas sekarang, bahwa rendahnya tingkat pemahaman terhadap sebuah pesan bukan lantaran orang malas membaca. Namun lebih oleh sebab kemampuan otak mencerna teks yang lebih lambat dibandingkan menyaksikan gambar.

Pada era sekarang, saat informasi membanjir, membuat banyak pengelola media tak sempat lagi menampilkan teks panjang-lebar. Berita dikemas pendek karena pembaca tak punya waktu banyak. Tak heran jika informasi terasa sangat kering, tak mendalam.

Infografis hadir mengompresi data-data yang begitu banyak jika disajikan berupa tekstual. Visual atau gambar adalah bagian yang menyita perhatian mata. Tetapi perannya sekaligus juga menerangkan. Dalam waktu sekejap, pembaca atau penikmat akan lebih cepat pun mudah memahami informasi yang barangkali perlu bermenit-menit atau berjam-jam bila tampil dalam format tulisan. Infografis kompatibel dengan layar smartphone. Maka saat kontennya menarik, maka ia punya peluang untuk dibagikan. Hal ini memberi kontribusi popularitas infografis.

Infografis efektif karena elemen visualnya. Daya tarik visual ini bisa berupa grafis yang bertema ataupun referensi (ikon, simbol, dll), serta dikombinasikan dengan pemilihan warna. Maka pembuatan infografis tidak bisa hanya mengandalkan seorang desainer grafis. Membuat infografis memerlukan dimensi riset dan visualisasi. Karena itulah sebuah infografis biasanya tidak bisa dihasilkan oleh satu orang, kecuali ia menyadur data dari pihak lain. Atau seseorang memang memiliki kemampuan multi.

Namun, sebelum memulai melakukan riset lantas merangkainya dalam sajian visual hingga menjadi sebuah infografis, ada hal-hal mendasar yang perlu Anda ketahui.

Apa saja kah ke-tujuh hal tersebut?

#1. MEMASTIKAN TARGET PENIKMAT INFOGRAFIS

Karena merupakan konten, maka infografis harus dikemas menyesuaikan dengan penikmatnya. Memastikan siapa dan bagaimana audience akan mengantarkan Anda ke menentukan jenis elemen visual dan penyampaiannya. Seringkali sebuah produk untuk anak-anak mengalami kesalahan menampilkan  gaya dan visual yang terkesan dewasa, karena membidik orang tua si anak.

Jika audience Anda sering mem-viralkan sesuatu konten, maka Anda sebaiknya lebih jeli lagi menentukan ukuran infografis, proporsi visual, hingga warna.

#2. FOKUS DAN SEDERHANA

Ingat, infografis memiliki space halaman yang terbatas. Maka, jika ada banyak materi ingin disampaikan, sebaiknya Anda pilih dan pilah. Pilih sesuai relevansi informasi dan pilahkan agar tetap fokus. Lalu kemas sesederhana mungkin. Jauhkan dari grafis yang berlika-liku atau flow chart yang membingungkan.

Tidak masalah jika Anda kemas secara berseri. Anda potong, lalu diteruskan ke seri selanjutnya. Bahkan akan kian bagus kalau Anda buat bersambung, tapi ciptakan ketergantungan. Sehingga seolah audience merasa perlu menunggu infografis berikutnya.

#3. UKURAN PENTING

Di mana Anda akan membagikan infografis? Media cetak atau online atau media sosial? Masing-masing punya karakter. Untuk media sosial yang umum dipakai untuk wide (lebar) sebesar 600 pixel. Namun sekali lagi ukuran tergantung dari visual yang Anda pilih. Jangan tebar materi terlalu padat, apa lagi kecil.

Fasilitas tampilan carousel di beberapa media sosial bisa Anda optimalkan untuk menentukan ukuran dan jumlah infografis. Bahkan sekarang antara satu infografis dan infografis lainnya dibuat artistik. Seperti sebuah puzzle. Hanya saja jangan lupakan keterbacaan, selain sekadar indah dan keren.

#4. JUDUL DAN SPACE

Seperti menulis artikel, judul adalah kepala dari seluruh tulisan. Teorinya, judul yang menarik sudah membantu mengajak pembaca memasuki wilayah tulisan. Judul adalah etalase pemikat infografis. Maka judul mustilah menggelegarkan mata, agar mata lalu menelusur ke bagian isi. Tambahkan unsur atau elemen grafis yang relevan, sehingga semakin memastikan kekuatan judul.

Dengan space yang terbatas bahkan kecil, mata seringkali cepat lelah saat menhadapi infografis yang rapat. Space longgar atau putih juga penting untuk mengimbangi area yang penuh.

#5. ATUR FLOW

Usai menjerat lewat judul, selanjutnya ajak audience menelusuri setiap informasi seperti tengah berarungjeram. Infografis yang sukses karena berhasil membuat aliran “cerita” dari awal hingga tamat, audience mengarungi setiap info hingga tuntas.

Walaupun –sekali lagi- Anda bisa potong setiap bagian menjadi bersambung. Mengajak audience melakukan scrolling kadang menjemukan.

#6. DATA DAN FAKTA

Tidak seperti menulis, yang kadang dibumbui dengan ungkapan atau statement subyektif penulis. Infografis mutlak berisi data. Karena itu, sumbernya harus jelas, up date dan terpercaya. Tak haram menggunakan data yang dilansir pihak lain, asal Anda sebutkan sumbernya.  Boleh saja lebih dari satu data Anda himpun saat melakukan riset.

#7. GO VIRAL

Ini era digital. Zaman di mana, setiap orang punya kebebasan membagikan apa pun melalui gadget mereka. Infografis jadi penting memiliki daya viral. Orang mem-viralkan infografis tentu tak hanya karena konten dan visualnya yang bagus, tetapi juga kedekatan informasinya (relevan) dan kekinian temanya (up date). [ ]

Back to top button