Mitos ‘Iron Dome’ Siber Runtuh, Serangan Berbiaya Murah Iran Bongkar Borok Pertahanan Israel

JERNIH – Selama bertahun-tahun, Israel memoles citranya sebagai adidaya siber global. Dengan unit militer elit dan industri keamanan digital yang mendominasi pasar dunia, Tel Aviv seolah tak tersentuh. Namun, rangkaian serangan siber dari Iran selama dua tahun terakhir menceritakan realita yang berbeda: Raksasa teknologi ini ternyata punya “tumit Achilles” yang menganga.
Laporan terbaru dari The Wall Street Journal (WSJ) mengungkap bahwa operasi siber Teheran telah berhasil menembus celah-celah infrastruktur sipil Israel, mengekspos data sensitif, dan meruntuhkan kepercayaan publik melalui perang psikologis yang masif.
Alih-alih menggunakan teknik peretasan tingkat tinggi yang sangat rumit (zero-day exploits), peretas Iran justru menggunakan metode “murah” namun gigih. Mereka mengeksploitasi kerentanan yang sudah umum diketahui melalui phishing yakni penipuan melalui pesan/email untuk mencuri identitas, pencurian kata sandi hingga pemindaian otomatis pada jaringan yang tidak terlindungi dengan baik.
Strategi ini terbukti efektif bukan karena kecanggihannya, melainkan karena volume serangan yang masif pada target-target non-militer yang lemah pengawasannya.
Daftar Kebocoran “Memalukan” di Jantung Israel
Iran tidak lagi fokus pada sabotase fisik (seperti meledakkan pembangkit listrik), melainkan pada kampanye hack-and-leak (retas dan bocorkan) untuk mempermalukan pemerintah. Berikut adalah beberapa data yang berhasil dikuras:
| Institusi / Target | Data yang Bocor ke Publik |
| Kemenkumham Israel | Korespondensi internal selama lebih dari satu dekade. |
| Sekolah Pertahanan Nasional | Data pribadi pejabat militer senior dan delegasi asing. |
| Kementerian Keamanan Nasional | Data aplikasi izin senjata, termasuk latar belakang militer pemohon. |
| Naftali Bennett (Eks PM) | Data pribadi akibat peretasan ponsel yang disebut “sederhana”. |
| Rumah Sakit & Universitas | Rekam medis pasien dan data staf medis. |
Para ahli siber di Israel memperingatkan adanya ketimpangan regulasi yang fatal. Sementara infrastruktur militer dan energi dijaga sangat ketat, lembaga sipil seperti rumah sakit dan otoritas lokal tidak memiliki standar keamanan hukum yang setara.
Hal ini menciptakan lingkungan keamanan yang terfragmentasi. Musuh tidak perlu menyerang “pintu depan” militer yang kokoh, mereka cukup masuk melalui “pintu belakang” rumah sakit atau instansi pemerintahan lokal yang minim proteksi.
Serangan Iran kini telah bergeser ke arah teror psikologis. Dengan menyebarkan rekam medis dan data pribadi pejabat ke internet, Teheran mengirimkan pesan: “Kalian tidak pernah aman.”
Lebih mengkhawatirkan lagi, selama konflik 12 hari pada Juni lalu, peretas yang berafiliasi dengan Iran dilaporkan berhasil mengakses sistem kamera pengawas (CCTV) di jalan-jalan Israel secara real-time. Akses ini memungkinkan mereka memantau dampak serangan rudal secara langsung, menghapus batasan antara insiden siber sipil dan operasi militer kinetik.
Keberhasilan Iran menunjukkan bahwa keunggulan teknologi suatu negara bisa dilumpuhkan oleh kampanye berbiaya rendah yang sistematis. Israel kini tengah berada dalam tekanan besar untuk merombak total undang-undang sibernya. Jika tidak, reputasi mereka sebagai “Bangsa Startup” dan pemimpin keamanan siber akan terus tergerus oleh serangan asimetris yang terus mengalir dari Teheran.






