Sejak Ditemukan 1897, Masker Menemukan Marwahnya di Pandemi Covid 19
Masker medis sebagai alat kesehatan mulai dikenalkan tahun 1897 oleh Johann von Mikulicz Radecki, seorang ahli bedah Polandia yang lahir pada 16 Mei 1850 di Czerniowce. Dia adalah penemu alat dan teknik operasi baru dan salah satu pelopor teknik antiseptik dan aseptik. Selain itu Mikulicz Radecki juga menciptakan masker bedah dan dokter yang pertama menggunakan sarung tangan medis selama operasi.
Saat itu masker bedah hanya terdiri dari satu lapis kain kasa. Tak berapa lama diketahui bahwa percakapan biasa dapat menyebarkan tetesan air ludah yang mengandung bakteri dari hidung dan mulut sehingga masker semakin dibutuhkan. Pada tahun 1989 Hubner mulai merekomendasikan masker yang terbuat dari dua lapis kain kasa yang dipakai agak renggang dari hidung sehingga lebih efektif diggunakan, terutama dalam oprasi.
Pada 1905, Hamilton menyarankan penggunaan masker setelah melihat kenyataan bahwa demam berdarah dapat ditularkan melalui infeksi tetesan. Pada tahun 1906 Lord Moynihanj juga menganjurkan penggunaan masker selama operasi. Perkembangan masker untuk pelindung kesehatan semakin berkembang, tahun 1915 penggunaan masker tidak saja digunakan untuk pekerja medis namun pasien juga menggunakan masker dari kain kasa halus.
Pada 1918 Dr. George Augustus Weaver melaporkan bahwa selama dua tahun terjadinya difteri, tidak terdengar kasus adanya petugas medis yang terinfeksi oleh pasien setelah menggunakan masker dengan dua lapis kain kasa. Penggunaan masker pun menjadi catatan penting saat itu, Weaver menggarisbawahi bahwa masker harus diganti setelah dua kali dipakai dan tangan tidak boleh mnyentuh masker.
J.A. Capps mengikuti prosedur Weaver dan menerapkannya di rumah sakit militer untuk melindungi petugas medis merawat pasien dengan penyakit menular dan terjadinya infeksi silang. Capps menyatakan bahwa hal itu berhasil meredam tersebarnya penyakit.
Tahun 1910, Tiongkok mulai mengadopsi poenggunaan masker untuk mencegah penyebaran wabah pneumonia . Masker sejak saat itu tidak saja berfungsi sebagai alat kesehatan namun juga sebagai simbol kesadaran ilmiah dalam kesehatan. Semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan maka masker menjadi trend dari simbol kesehatan yang digunakan sehari-hari sebagai pencegahan.
Trauma berbagai wabah di masa lalu turut mengendap dalam kesadaran masyarakat. Diluar persoalan debu dan polusi yang semakin meningkat akibat industri dan bencana, fakta adanya makhluk bernama bakteri yang tak kasat mata dan menyebabkan sakit membuat masyarakat semakin waspada akan udara yang dihirupnya.
Dr Christos Lynteris menyatakan bahwa maskler menjadi lambang modernitas medis dan solidaritas sosial di masyarakat yang terkena dampak. Bahkan mulai menjadi trend mode dan gaya hidup tersendiri. Munculnya epidemi SARS,tahun 2002 menandai kebangkitan masker di Cina, Hong Kong dan di sebagian besar Asia Timur dan Asia Tenggara. Masker kesehatan menjadi suatu etika kesopanan, untuk mengindari bersin pada orang sekitarnya.
Hal itu terlihat di jepang yang telah menggunakan masker bukan saja sebagai antisipasi penyakit namun bergeser menjadi mode budaya. Jepang mengenqakan masker sejak pandemi influenza mengakibatkan 40 juta orang meninggal di seluruh dunia. 1923 terjadi gempa Kanto menyebabkan udar memburuk dan wabah influenza kembali muncul. Demikian pula akibat Perang Dunia II membuat udara menjadi tidak sehat.
Selain untuk kesehatan, kini masker kesehatan dengan variannya yang lebih modis mewakili fungsi-fungsi lainnya. Masker berfungsi untuk menghangatkan wajah, menyembunyikan ekspresi dan rasa malu atau menghindari obrolan dengan orang lain. Dan lebih jauh lagi masker turut berperan sebagai simbol dan fungsi sosial, politik dan budaya.
Pandemi covid-19 telah menempatkan masker kesehatan berada dalam daftar barang yang paling diburu oleh umat manusia saat ini. Fenomena ini menempatkan kembali peran masker pada marwahnya, jauh diatas sekedar trend mode. Berjuta-juta masker diproduksi setiap hari dan hal itu menyadarkan bahwa tiga lubang udara di wajah yaitu hidung dan mulut menjadi asset yang teramat sangat berharga untuk dilindungi oleh secarik kain bernama masker.
Beberapa perusahaan besar yang memproduksi masker medis seperti Med.Con di Australia, Honeywell di Charlotte, North Carolina, 3M di Maplewood Minnesota, akan terus meningkatkan produksinya setiap bulan sepanjang pandemi covid-19 belum reda. Produsen masker medis di Indonesia salahsatunya Asia Pulp & Paper (APP/Sinar Mas Group) yang membuat masker di Cina.
Dua masker yang saat ini begitu trend di masyarakat untuk mengantisipasi covid-19 adalah masker bedah dan N95. Menurut Mark Woolhouse, Ahli epidemiologi dari Universitas Edinburgh Masker bedah tidak menjamin perlindungan penuh terhadap virus di udara.
Masker yang aman untuk melindungi area hidung dan mulut adalah respirator N95 yang mampu mencegah 95 persen partikel kecil masuk ke tubuh melalui pernapasan. Sayangnya masker ini tidak cocok untuk anak-anak karena memiliki banyak bulu. Harganya lebih mahal, selain itu membuat sulit bernafas sehingga bahaya bagi seseorang yang menunjukan gejala infeksi virus corona.