Politeia

Ketegasan dan Humanisme Aparat Larang Mudik Diapresiasi

JAKARTA—Tegas dan humanisnya jajaran Korlantas Polri, TNI, Dephub dan instansi terkait dalam pelaksanaan Operasi Ketupat 2020 diapresiasi banyak pihak. Umumnya mereka mengacungkan jempol atas kiprah Polri, TNI dan yang terkait, karena telah berhasil melakukan tugas berat yang bila salah urus potensial menimbulkan persoalan, bahkan huru-hara.

Khairul Anam, ketua Milenial Muslim Bersatu yang juga pemerhati masalah sosial  mengatakan, karena di Indonesia Lebaran diperlakukan begitu khusus, awalnya dirinya pesimistis imbauan pemerintah agar warga Jakarta dan kota-kota besar lainnya tidak melakukan mudik akan berhasil. Khairul tidak begitu yakin imbauan itu akan dipatuhi, bahkan saat negeri dalam pandemic Covid-19.

“Karena kita semua tahu betapa abnormalnya cara pikir warga kita bila itu terkait mudik. Apa pun diterjang: tiket mahal, jalanan macet, jarak yang jauh, dan sebut saja kendala lainnya,” kata dia. Tahun lalu saja, pada H-7 hingga H-1 Lebaran, PT Jasa Marga mencatat total volume lalu lintas mudik sebesar 1.216.859 kendaraan. Jumlah tersebut naik 1,04 persen dibandingkan arus mudik tahun 2018.

Maka, manakala Operasi Ketupat 2020 terlihat sukses, Khairul mengapresiasi hal itu. Menurut dia, hal itu tak akan mungkin tanpa ketegasan namun pendekatan humanis yang dilakukan. “Tanpa dua hal itu, tak mungkin,” kata dia.  Dengan ketegasan namun sangat humanis, personel Operasi Ketupat yang terlibat mampu 23 ribu kendaraan para pemudik untuk putar balik dari Lampung sampai Jawa Timur, hingga 10 hari pertama Puasa.

Yang membuatnya lebih apresiatif, setiap penumpang kendaraan yang diminta putar balik itu diberikan pengarahan lebih dulu, dipastikan kini mereka lebih paham dan mengerti mengapa tinggal di rumah itu jauh lebih baik.

“Terlihat dalam banyak tayangan televisi petugas senantiasa mengajak agar mereka yang awalnya kurang mengerti, agar kemudian bisa membantu memutus mata rantai penularan dengan kembali dan tinggal di rumah masing-masing,” kata Khairul. Sikap humanis penuh pengertian itulah, kata Khairul,  yang membuat upaya penyadaran dan imbauan untuk putar balik itu pun tak berujung insiden negatif.

Sementara pengamat lainnya, Varhan Abdul Azis dari Indonesia Bureaucracy and Service Watch, menyorot langkah tegas aparat, khususnya Polri dalam mencegah mudik. “Sepintas terlihat tidak manusiawi melihat ribuan kendaraan itu diminta putar balik. Namun jika dilihat potensi penularannya di kampung halaman yang bisa berakibat kematian, langkah Polri itu justru sangat humanis, menyelamatkan nyawa manusia dari kematian yang sia-sia,” kata Varhan. Ia menunjuk data terakhir yang menyebutkan seluruh warga satu desa di Bali terpapar positif, yang kemungkinan dimungkinkan karena masih terbukanya desa tersebut didatangi para pendatang.

Bagi Varhan, contoh paling jelas dari dikedepankannya sikap humanis Polri-TNI, Kemenhub, Dinas Perhubungan itu bisa dilihat dari tidak adanya pemudik yang diberikan sanksi. Padahal, tak hanya tak boleh melanjutkan perjalanan mudik, jika menggunakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemudik nekat pun bisa mendapatkan sanksi penjara paling lama satu tahun dan atau denda maksimal Rp 100 juta. Hal itu mengacu kepada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.

“Saya terharu saat pihak Korlantas Polri bilang bahwa mereka tak memberikan sanksi yang dimungkinkan, karena bagi aparat, berputar balik pun sebenarnya sudah merupakan sanksi yang berat,” kata dia. “Hasilnya, sampai hari ini kita tahu, jumlah pemudik dari Jakarta yang menuju ke Jawa Tengah dan Jawa Timur kian hari semakin menurun. Meski demikian, para petugas yang bertugas dalam Operasi Ketupat tetap bersiaga di pos-pos cek poin selama 24 jam secara bergantian untuk mencegah warga mudik dan menyosialisasikan cara untuk mencegah penularan COVID-19.”

Terakhir Varhan berharap agar covid-19 segera bisa segera dikalahkan, dan musnah dari Indonesia. [ ]

Back to top button