Crispy

Aksi Demontrasi Besar-besaran di AS, Memicu Gelombang Baru Covid 19

Amerika Serikat — Sejak pandemi covid 19 melanda dunia, Cina dan Amerika Serikat (AS) muncul sebagai dua negara yang tampil dominan sebagai aktor utama dalam panggung berita dunia.

Pandemi yang bermula di Wuhan Cina akhirnya menempatkan AS sebagai penderita terbanyak kasus virus corona saat ini. Dan, perseteruan dua negara itu juga berlanjut dalam soal unjuk rasa yang terjadi di Hongkong dan di Amerika Serikat.

Menurut data terbaru Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University, virus corona yang terjadi di AS saat ini mencapai 1.789.364 kasus.  

Disusul  Brazil (514,849), Russia (405,843), United Kingdom (276,156 ) dan Spain (239,479). Cina saat ini menempati posisi ke 17 dengan jumlah  84,135 kasus.

Upaya social distancing dan lockdown masih diberlakukan di beberapa negara sebagai antisipasi meredam pandemi. Kota Bogota, Kolombi yang dihuni 1,5 juta orang akan dikunci karena kasus corona terus meningkat.

Walikota Claudia Lopez pada hari Sabtu di Bogota mengumumkan bahwa tidak seorang pun di wilayah Kennedy akan diizinkan keluar, kecuali untuk mencari makanan atau perawatan medis atau dalam keadaan darurat.

Situasi memburuk dialami India. Minggu terakhir bulan Mei menjadi hari paling mematikan bagi negara itu sejak wabah dimulai. Dalam satu hari terjadi 8.000 kasus baru dan untuk pertama kalinya 193 orang meninggal dalam 24 jam terakhir.

Namun seiring dengan berkurangnya pandemi, beberapa negara lainnya mulai melonggarkan lockdown.  Di Arab Saudi mesjid-masjid dibuka kembali di hari Minggu. Namun Kota Mekah sebagai situs paling suci umat muslim tetap ditutup.

Di Yerusalem, Masjid Al-Aqsa yang ditutup sejak pertengahan Maret, kini mulai dibuka kembali. Para jamaah berkerumun di luar mesjid untuk masuk beribadah. Mereka banyak yang memakai masker dan diperiksa suhu badannya.

Namun kekhawatiran baru muncul dengan maraknya aksi demonstrasi di beberapa negara yang dipicu oleh aturan lockdown, politik dan rasialisme.

Di Prancis pada Rabu (22/4/2020) terjadi unjuk rasa selama tiga malam di pinggiran utara Kota Paris akibat kebijakan penutupan wilayah yang ketat sejak 17 Maret 2020.

Demikian pula di Hongkong yang didera aksi unjuk rasa sejak awal tahun 2020 terus memanas sampai akhir Mei 2020.

Pemerintah Cina kembali manggung di ranah politik untuk ‘mengendalikan demokrasi’ Hongkong dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan menghukum siapa saja yang menghina lagu kebangsaan China.

Jika RUU itu disahkan maka siapapun yang menyalahgunakan atau menghina lagu kebangsaan tersebut akan didenda sampai 50.000 dolar Hong Kong dan dipenjara paling lama tiga tahun.

Di Amerika, saat warga kota mulai bersantai ‘stay at home’ untuk meredam wabah covid 19 dipecahkan oleh gelombang unjuk rasa besar-besaran di berbagai kota atas kematian George Floyd oleh Polisi bernama Derek Chauvin.

Aturan protes seperti yang diumumkan otoritas di Los Angeles yang mengatakan bahwa  protes politik bisa dilanjutkan tetapi dengan batas 100 orang, akhirnya sulit diwujudkan.

Gelombang protes yang melibatkan ratusan sampai ribuan pengunjuk rasa di berbagai kota AS kini dikhawatirkan menjadi sarana penyebaran virus corona gelombang kedua.

Walikota Atlanta Keisha Lance Bottoms, yang kotanya dilanda gelombang unjuk rasa dalam beberapa hari terakhir memiliki pesan untuk para demonstran: “Jika semalam anda keluar untuk berunjuk rasa, mungkin anda perlu menjalani tes COVID minggu ini.”

Unjuk rasa sebagai episentrum baru penyebaran covid 19 juga menjadi masalah di  Paris dan Hong Kong.  Para ahli kesehatan khawatir bahwa para demonstran yang positif covid 19  tanpa gejala, tanpa disadari menginfeksi pengunjuk rasa lainnya pada saat bergerombol tanpa jarak dan tanpa menggunakan masker.

“Apakah mereka sedang bersemangat atau tidak, hal itu tidak mencegah mereka terkena virus,” kata Bradley Pollock, ketua Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat di University of California, Davis.

Namun para pengunjuk rasa yang terpicu kemarahannya rupanya tidak jeri dengan bahaya Covid 19. “Tidak apa-apa bahwa di tengah pandemi kita harus berada di sini mempertaruhkan hidup kita. Aku harus memprotes dan berjuang untuk hidupku sepanjang waktu ” kata Spence Ingram, seorang wanita kulit hitam yang berunjuk rasa di gedung Capitol di Atlanta pada hari Jumat.

Walikota Atlanta Keisha Lance Bottoms, dalam peringatannya pada Sabtu malam, mengatakan  bahwa masih ada pandemi di Amerika yang membunuh orang kulit hitam dan coklat dalam jumlah yang lebih tinggi.

Satu malam setelah kerusuhan di Minneapolis, Gubernur Minnesota Tim Walz mengatakan bahwa banyak pemrotes yang mengenakan topeng hanya untuk menyembunyikan identitas mereka untuk mengambil keuntungan dari situasi ini.

Komisioner kesehatan negara bagian telah memperingatkan bahwa gelombang unjuk rasa hampir pasti akan memicu kasus baru virus.

Minnesota melaporkan 35 kematian pada hari Kamis. Hal itu merupakan kasus kematian tertinggi dalam selama pandemi. 29 kasus kematian lainnya menyusul pada hari Jumat.

“Kami memiliki dua krisis yang terjepit di atas satu sama lain,” kata Walikota Minneapolis Jacob Frey.

Kasus kematian yang meningkat di Minnesota tidak menghentikan ratusan orang untuk terus berunjuk rasa. Walaupun banyak pengunjuk rasa yang memakai masker, namun tidak menjamin perlindungan dari virus corona.

Cina balas keritik AS terkait unjuk rasa

Huru-hara akibat unjuk rasa di AS ditengah pandemi Covid 19 disoroti oleh media resmi Cina, Global Times, yang membandingkan kerusuhan di Amerika dengan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong beberapa waktu lalu.

Saat itu, negara-negara barat, terutama pemerintahan AS mengkritik penanganan Cina terhadap unjuk rasa pro-demokrasi di Hongkong. Kini, Global Times, membalas kritik AS yang dilanda huru-hara unjuk rasa.

Pemimpin redaksi Global Times, Hu Xijin seperti dikutip dari AFP menyatakan bahwa Ketua DPR AS Nancy Pelosi pernah menyebut protes kekerasan di Hong Kong (sebagai) ‘pemandangan yang indah untuk dilihat’. Kini Politisi AS dapat menikmati pemandangan ini dari jendela mereka sendiri.

Back to top button