Pentagon: Cina Berupaya Dirikan Fasilitas Logistik Militer di Selusin Negara Termasuk Indonesia
Selain tiga tetangga India, yakni Pakistan, Sri Lanka dan Myanmar, negara lain yang sedang dipertimbangkan Cina untuk dijadikan basis logistik dan fasilitas infrastruktur militernya adalah Thailand, Singapura, Indonesia, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola dan Tajikistan.
JERNIH— Sebuah laporan resmi yang diserahkan ke Kongres AS, Pentagon mewanti-wanti pemerintah AS akan kekuatan Republik Rakyat Cina sebagai kekuatan berbahaya yang potensinya kian actual. Keberadaan angkatan bersenjata Cina alias Tentara Pembebasan Rakyat atau PLA ke depan akan makin menggangu eksistensi Amerika Serikat.
“Jaringan logistik militer PLA global dapat mengganggu operasi militer AS dan mendukung operasi ofensif mereka terhadap Amerika Serikat, seiring berkembangnya tujuan militer global Republik Rakyat Cina,” tulis Pentagon dalam laporan yang diajukan hari Selasa (1/9) tersebut.
Laporan Pentagon itu menengarai dengan pasti bahwa Cina sedang berusaha untuk mendirikan fasilitas logistik yang lebih kuat di sekitar selusin negara, termasuk tiga di lingkungan India. Semua itu untuk memungkinkan PLA memproyeksikan dan mempertahankan kekuatan militer pada jarak yang lebih jauh.
Selain tiga tetangga India, yakni Pakistan, Sri Lanka dan Myanmar, negara lain yang sedang dipertimbangkan Cina untuk dijadikan basis logistik dan fasilitas infrastruktur militernya adalah Thailand, Singapura, Indonesia, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola dan Tajikistan.
Dalam laporan tahunan bertajuk “Military and Security Developments Involving the People’s Republic of China (PRC) 2020” yang diserahkan ke Kongres AS, Pentagon mengatakan potensi fasilitas logistik militer Cina tersebut merupakan tambahan dari pangkalan militer Tiongkok di Djibouti, yang ditujukan untuk mendukung proyeksi angkatan laut, udara dan darat Negeri Tirai Bamboo itu.
Pentagon juga memprediksi bahwa Cina mungkin telah membuat tawaran ke Namibia, Vanuatu, dan Kepulauan Solomon, guna menambahkan area fokus yang diketahui dari perencanaan PLA berada di sepanjang Garis Komunikasi dari China ke Selat Hormuz, Afrika, dan Kepulauan Pasifik.
Pentagon juga melihat, Beijing menggunakan intisiatif One Belt One Road (OBOR) untuk mendukung strategi peremajaan nasional dengan berupaya memperluas transportasi global dan hubungan perdagangan untuk mendukung perkembangannya. Cina juga terus memperdalam integrasi ekonominya dengan negara-negara di sepanjang pinggiran dan sekitarnya.
Proyek OBOR yang terkait dengan jaringan pipa dan konstruksi pelabuhan di Pakistan, selalu menggunakan cover sebagai dibangun untuk mengurangi ketergantungan Cina pada pengangkutan sumber daya energi melalui chokepoints strategis, seperti Selat Malaka.
Cina memanfaatkan OBOR untuk berinvestasi dalam proyek-proyek di sepanjang pinggiran barat dan selatan negeri itu untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi ancaman di sepanjang perbatasannya, laporan itu menulis lebih jauh.
Pertama kali diumumkan pada tahun 2013, inisiatif OBOR Cina adalah kebijakan luar negeri dan ekonomi yang dikedepankan Presiden Xi Jinping.
Menurut Pentagon, jaringan logistik militer PLA global dapat mengganggu operasi militer AS dan mendukung operasi ofensif terhadap Amerika Serikat seiring berkembangnya tujuan militer global Cina.
“Negara tuan rumah dapat melakukan peran penting dalam mengatur operasi militer RRT karena para pejabat Cina sangat mungkin mengakui bahwa hubungan jangka panjang yang stabil dengan negara tuan rumah sangat penting untuk keberhasilan fasilitas logistik militer mereka,” kata laporan itu.
Akademisi militer Cina menegaskan bahwa pangkalan di luar negeri dapat memungkinkan pengerahan pasukan mereka dan mendukung konflik militer, sinyal diplomatik, perubahan politik, kerja sama bilateral dan multilateral, dan pelatihan. Mereka juga menyarankan bahwa jaringan logistik militer dapat memungkinkan pemantauan mereka terhadap intelijen militer AS.
Pada Agustus 2017, Cina secara resmi membuka pangkalan militer pertamanya di Djibouti, di ujung Afrika. “Marinir Angkatan Laut Cina (PLN) ditempatkan di pangkalan dengan kendaraan lapis baja dan artileri beroda tetapi saat ini bergantung pada pelabuhan komersial terdekat karena kurangnya dermaga di pangkalan itu”, kata laporan tersebut.
Personel Cina di fasilitas itu telah mengganggu penerbangan AS dengan drone-drone terbang yang mereka aktifkan. “Cina juga telah berusaha untuk membatasi wilayah udara kedaulatan Djibouti di atas pangkalan itu,” kata laporan itu.
Di luar pangkalannya di Djibouti, Pentagon yakin bahwa Cina kemungkinan besar sudah mempertimbangkan dan merencanakan fasilitas logistik militer tambahan untuk mendukung proyeksi angkatan laut, udara, dan darat.
Laporan itu menambahkan, pendekatan PLA kemungkinan besar mencakup pertimbangan berbagai situs dan penjangkauan ke banyak negara. Tetapi kemungkinan hanya beberapa yang akan maju ke tahap negosiasi untuk perjanjian infrastruktur, status pasukan atau perjanjian kunjungan pasukan dan atau perjanjian pangkalan. [Financial Express]