Ombudsman Nilai Polisi Maladministrasi Terkait Unjukrasa UU Ciptaker
Polda Metro Jaya dinilai tidak memberi akses cukup bagi 43 orang yang diselidiki untuk mendapat pendamping atau penasehat hokum.
JERNIH-Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menilai Polda Metro Jaya melakukan dugaan maladministrasi dalam penanganan pasca demonstrasi terkait penolakan UU Cipta Kerja.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, menyebut ada dua dugaan yang masuk kategori maladministrasi.
“Ada dua dugaan, yakni tidak memberikan akses kepada penasehat hukum dan melampaui kewenangan ketika tidak akan memberikan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) kepada pelajar yang ikut demo,” kata Teguh, pada Rabu (21/10/2020)
Sebelumnya beberapa kepala kewilayahan Kapolres di wilayah Polda Metro Jaya mengancam para pelajar yang melakukan aksi unjukrasa UU Cipta Kerja, akan mempersulit SKCK.
Dijelaskan Teguh, bahwa Ombudsman Perwakilan Jakarta sejak 8 Oktober 2020 hingga saat ini melakukan pemantauan terhadap Polda Metro Jaya dan menyebut beberapa temuan terkait penanganan pascademo, yakni;
Pertama, dalam hal penanganan para demonstran, Polda langsung memisahkan antara pengunjukrasa yang “diamankan” untuk kemudian dipulangkan kembali ke orang tuanya dengan pengunjukrasa yang dilanjutkan ke proses penyelidikan.
Kedua, melakukan proses pencegahan penularan Covid-19 terhadap para peserta demo, baik yang diamankan maupun yang diselidiki dengan melakukan tes cepat.
Ketiga, tidak ada tindak kekerasan selama proses pengamanan dan penyelidikan di Polda Metro Jaya.
Keempat, memberi konsumsi pada para pengunjukrasa dalam jangka waktu yang baik dengan kualitas yang baik.
Teguh melihat Polda Metro Jaya tidak memberi akses cukup bagi para pendamping atau penasehat hukum terhadap 43 orang yang diselidiki, meskipun mereka mendapat pendampingan hukum dari penasehat yang disediakan Polda Metro Jaya.
“Seharusnya para tersangka memiliki keleluasaan untuk memilih pengacaranya sendiri dan untuk itu perlu dibuka akses kepada para pengacara atau kelompok masyarakat sipil lain untuk melakukan pendampingan”.
Polda Metro Jaya telah menetapkan 131 tersangka dalam ricuh unjuk rasa pada 8 Oktober dan 2020 dan 13 Oktober 2020, dari 131 orang tersebut sebanyak 69 telah ditahan.
Terhadap ke 131 tersangka tersebut, mereka diancam dengan Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas, Pasal 218 KUHP tentang melanggar aturan tidak berkerumun, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dan barang dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan. (tvl)