Solilokui

Masyarakat Masih Galau, Ikut Program Vaksinasi atau Tidak

Titik Valentine

Pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi terkait vaksinasi Covid-19 agar masyarakat paham dan tidak ragu menerima vaksinasi

JERNIH-Pemerintah menjanjikan bulan November sudah dapat dilaksanakan vaksinasi Covid-19. Namun akhir-akhir ini justru timbul pro kontra pelaksanaan vaksinasi tersebut dalam kalangan masyarakat. Mau ikut vaksinasi atau menolak vaksinasi?

Terlebih dengan munculnya berita dari Otoritas kesehatan Brazil Anvisa pada Rabu (21/10/2020) lalu, yang menyebut seorang relawan peserta uji klinis vaksin Covid-19, yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan Universitas Oxford, meninggal.

Meskipun belum ada penjelasan penyebab meninggalnya relawan uji klinis Covid-19 tersebut, namun membuat orang mulai berfikir untuk ikut vaksinasi. Di Brasil sendiri uji coba vaksin tersebut akan dilanjutkan.

Kegelisan masyarakat semakin menguat setelah muncul berita dari Korea Selatan tentang meninggalnya 13 warganya setelah menerima suntikan vaksin flu dalam beberapa hari terakhir, sebagaimana dilaporkan media resmi pemerintah dan media lokal yang dilaporkan Reuters Kamis (22/10/2020).

Masyarakat yang terjebak dengan judul berita saja, tidak akan memahami bahwa saat ini pemerintah Korsel tengah gencar melakukan vaksinasi flu terhadap warganya. Tujuan pemberian vaksin flu adalah untuk mencegah warga Korsel terserang penyakit flu karena Korsel mulai memasuki musim dingin dimana biasanya banyak warga Korsel yang terserang flu.

Ada kekhawatiran bahwa mereka yang terserang flu akan mudah terinfeksi Covid-19 sehingga pemerintah mencegah penyebaran Covid-19 dengan mencegah penyakit flu.

Pihak berwenang Korsel juga mengesampingkan kaitan antara keamanan vaksin dan kematian warga setelah disuntik vaksin. Otorita kesehatan Korsel tetap menjalankan vaksin flu secara gratis kepada sekitar 19 juta orang. Apalagi penyelidikan awal terhadap enam korban jiwa tidak ditemukan hubungan langsung pada kematian korban dengan vaksin.

Bagaimana dengan Indonesia? Berbagai informasi terkait gagalnya beberapa relawan uji klinis Covid-19, meningkatkan kekhawatiran tentang keamanan vaksin, meskipun instansi terkait berulang menyebut bahwa vaksin yang akan diberikan pada masyarakat sudah aman.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto, menjelaskan bahwa akhir 2020 diperkirakan tersedia 9,1 juta vaksin. Sedangkan kepastian waktu ketersediannya, bergantung pada Emergency Use Authorization yang dikeluarkan oleh BPOM serta rekomendasi kehalalan dari MUI dan Kemenag.

”Semuanya direncanakan selesai akhir Oktober, diharapkan awal November dapat kepastian terminologi manfaat dan akibat dari BPOM serta keamanan dari aspek kehalalan dari Kemenag dan MUI,”.

Artinya setelah ada EUA dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI dan Kemenag menandai bahwa produk tersebut aman digunakan dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Setelah terbit surat izin dan sertifikat kehalalan, vaksin segera diberikan pada masyarakat.

Yuri bahkan menyebut efek samping vaksin tidak ada. Kementerian Kesehatan juga akan melakukan evaluasi paska vaksinasi sebagaimana Standart Operation Procedur (SOP)

”Efek samping ini tidak ada ya, tetapi kita tetap meminta data sharing dari vaksin tersebut. Kita juga telah membentuk tim untuk melakukan evaluasi dari pasca vaksinasi. Ini sudah menjadi SOP global,” kata Yuri.

Namun bagaimana masyarakat berani menerima vaksinasi jika Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia saja meminta Menteri Kesehatan tak tergesa-gesa untuk melakukan vaksinasi Covid-19? Lembaga yang berisi kumpulan dokter dengan berbagai bidang kesehatan ini meminta agar vaksinasi dilakukan setelah vaksin Covid-19 terbukti teruji secara klinis.

PB IDI merekomendasikan agar pelaksanaan program vaksinasi dipersiapkan dengan baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat, dan membangun jejaring untuk penanganan efek samping imunisasi.

Kekhawatiran masyarakat terhadap vaksinasi Covid-19 sejatinya terletak pada minimnya sosialisasi apa dan bagaimana Covid-19 pada masyarakat, apa dan bagaimana vaksinasi dan lain sebagainya. Selama ini masyarakat yang lapar informasi tentang Covid-19, melahap semua informasi yang beredar dimedia social yang tidak jelas asalnya bahkan tak sedikit yang hoaks.

Kemenkominfo mencatat sebanyak 2020 hoaks terkait Covid-19 beredar di media sosial sejak awal pandemic Covid-19 hingga Oktober ini, dimana  1.759 hoaks diantaranya berhasil ditake down.

Pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan vaksinasi Covid-19 agar tidak ada keragu-raguan dalam masyarakat untuk menerima vaksin tersebut. Masih cukup waktu bagi pemerintah untuk menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melakukan sosialisasi vaksinasi Covid-19.

Sebagaimana disampaikan Yuri, masyarakat harus tahu bahwa bahwa vaksin hanya melindungi dari sakit bukan melindungi dari paparan Covid-19, terlebih nantinya proses pengadaan vaksin untuk mencapai kekebalan komunitas membutuhkan waktu yang panjang.

Meskipun telah dilaksanakan vaksinasi, masyarakat tidak boleh lengah dan tetap harus menjalankan protokol kesehatan dalam proses adaptasi kebiasaan baru di semua tatanan kehidupan.

”Vaksin adalah pertahanan kedua, sedangkan pertahanan pertama agar kita tidak terpapar yakni mematuhi protokol kesehatan. Tidak benar dengan adanya vaksin semuanya menjadi normal. Kita memulai adaptasi kebiasaan baru dengan 3W yakni wajib memakai masker, wajib menjaga jarak dan wajib menjaga jarak,”. (tvl)

Back to top button