Crispy

Indonesia, “Asia’s Deadliest Covid Country” yang Sebagian Warganya Menolak Vaksinasi

Survei menunjukkan hanya 37 persen orang Indonesia yang bersedia divaksinasi, sementara kematian per hari semakin tinggi

Oleh  : John McBeth

JERNIH– “Teman-teman WNI, pada pukul 09.42 pagi ini saya mengambil langkah besar sebagai orang Indonesia dengan menerima vaksin virus corona dan membebaskan diri dari pandemi,” tulis Presiden Joko Widodo di halaman Facebook-nya pada 13 Desember, pada saat terjadinya rekor harian baru tingkat infeksi Covid-19 di seluruh negeri.

Dengan tanda “Aman dan Halal” yang meyakinkan sebagai latar belakang, presiden berusia 59 tahun itu meluncurkan putaran pertama inokulasi vaksin Sinovac Cina, yang tingkat kemanjurannya 65,3 persen, menurut uji coba fase ketiga yang dilakukan di Bandung.

Tetapi tidak ada sukarelawan yang berusia di atas 59 tahun, kelompok usia yang paling rentan. Ada pula kekhawatiran tentang tingkat kemanjuran vaksin yang hanya 50,4 persen, hanya sedikit di atas ambang batas ketetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Meskipun Sinovac baru-baru ini menerima persetujuan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah Joko Widodo jelas harus berbuat lebih banyak untuk mendapatkan kepercayaan publik karena sedang mempersiapkan salah satu program inokulasi terbesar di dunia.

Semua vaksin harus mendapatkan sertifikasi halal dari MUI untuk memastikan bahwa vaksin tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam, sebuah langkah penting di negara mayoritas Muslim, di mana hal itu bisa menjadi hambatan serius jika tidak dilakukan.

Dua tahun lalu Majelis menolak menandatangani vaksin campak, menyatakannya haram karena dicurigai mengandung bahan penstabil gelatin yang diturunkan dari babi, untuk mencegah degradasi selama penyimpanan dan pengangkutan.

Survei Saiful Mujani Research & Consulting bulan lalu menemukan bahwa hanya 37 persen responden yang bersedia divaksinasi, dengan 40 persen lainnya  tidak pasti dan 17 persen mengatakan mereka akan menolaknya. Sebagian besar karena kekhawatiran akan keamanan dan efektivitas. .

Pakar kesehatan mengatakan, dengan peluncuran yang lancar melalui rumah sakit dan 10.000 Puskesmas, akan dibutuhkan setidaknya 15 bulan sebelum program mencapai persentase yang dibutuhkan untuk kekebalan kawanan di antara 270 juta penduduk Indonesia.

Pemerintah memperkirakan akan membutuhkan 427 juta dosis, dengan memperhitungkan pemborosan 15 persen, untuk memvaksinasi 181,5 juta warga yang ditargetkan. Presiden Widodo mengatakan dia ingin itu selesai dilakukan pada pertengahan 2022.

Beberapa ahli khawatir hal ini akan memakan waktu tiga hingga empat tahun, tetapi dengan Menteri Kesehatan yang baru diangkat, Budi Sadikin, seorang manajer yang terbukti, kini ada optimisme bahwa pemerintah sekarang memiliki tugas penyelamatan jiwa.

Meskipun hanya setetes air, tiga juta dosis Sinovac yang sudah tersedia awalnya akan disalurkan ke petugas kesehatan, pebisnis, tokoh masyarakat, pegawai negeri dan anggota polisi dan angkatan bersenjata.

Pemerintah juga telah menandatangani kesepakatan untuk tambahan 125 juta dosis Sinovac, yang diharapkan tersedia untuk menyuntik 65 juta orang Indonesia lainnya, dan masing-masing 50 juta botol vaksin AstraZeneca (Inggris) dan Novavax (AS).

Namun negosiasi dengan Pfizer menemui jalan buntu, terkait desakan perusahaan obat AS tersebut pada kontrak pemerintah-ke-bisnis untuk 50 juta dosis, bersama dengan fasilitas penyimpanan dingin khusus untuk menyimpan vaksin pada suhu -70 derajat Celcius yang diperlukan.

Honesti Basyir, presiden direktur BUMN Bio Farma, satu-satunya produsen vaksin di Indonesia, mengatakan Pfizer ingin kebal dari tuntutan hukum yang diakibatkan oleh efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang mungkin muncul selama peluncuran vaksin.

Indonesia masih harus menyelesaikan “rantai dingin” di seluruh Nusantara untuk menangani distribusi vaksin, kata Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito.

Jakarta juga mencari 108 juta dosis gratis dari GAVI, aliansi yang dipimpin WHO, Bill & Melinda Gates Foundation, UNICEF dan Bank Dunia yang dibentuk dua dekade lalu untuk meningkatkan akses vaksinasi bagi anak-anak dunia.

Saat ini tingkat infeksi harian di Indonesia telah berlipat ganda dari 8.000 menjadi sebanyak 14.000-plus dalam dua minggu terakhir, akibat langsung dari liburan Natal-Tahun Baru. Hal tersebut telah meningkatkan total infeksi lebih dari 900.000, dengan jumlah kematian mendekati 26.000, atau 250-300 sehari.

Para pejabat mengatakan, unit isolasi dan perawatan intensif memiliki kapasitas 80 persen, karena pemerintah menerapkan seperangkat protokol kesehatan yang lebih ketat di Jawa dan Bali, untuk menahan gelombang terbaru, yang terburuk sejak krisis dimulai.

Jawa Timur memimpin dengan 6.779 kematian, diikuti Jawa Tengah dengan 4.375, Jakarta 3.673 dan Jawa Barat dengan 1.294–empat provinsi dengan populasi tertinggi yang menyumbang sekitar 60 persen total populasi nasional.

Jumlah kematian terendah tercatat di Kalimantan Barat (28) dan di Sulawesi Barat (57), lokasi gempa 6,2 pekan lalu yang menewaskan lebih dari 50 orang dan meruntuhkan ratusan bangunan.

Di Asia, wilayah yang tampaknya telah lolos dari beban penuh pandemi, Indonesia memiliki jumlah kematian per juta tertinggi yaitu 5,52 persen, menurut catatan Statista. Namun datanya menunjukkan bahwa masih jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara di Eropa dan sebagian besar belahan dunia lainnya.

Warga negara asing telah dilarang memasuki Indonesia hingga 28 Januari, untuk mencegah masuknya strain Covid-19 yang lebih menular yang ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil. Turis domestik hanya dapat melakukan perjalanan secara internal setelah menjalani tes usap anti gen dan mendapatkan kartu sehat digital.

“Tantangan terbesar (untuk program vaksinasi) adalah lanskap geografis kami,” kata Wiku, pakar kebijakan kesehatan dan penyakit menular. “Untuk mengatasinya, kami bekerja sama dengan militer dan polisi untuk memastikan kelancaran distribusi.”

Namun dia juga memperingatkan bahwa semua tergantung pula pada ketersediaan pasokan, masalah yang diperkuat oleh Menteri Kesehatan Sadikin minggu ini. Saat itu dia mengatakan, pemerintah dapat mengizinkan skema vaksinasi swasta setelah selesainya tahap pertama program untuk membantu mengisi kesenjangan.

Pejabat mengatakan bahwa mereka tidak akan memaksakan vaksin pada orang, tetapi akan menunggu sebelum menjatuhkan sanksi, yang termasuk denda 100 juta rupiah bagi mereka yang tidak mematuhi pembatasan karantina atau menghalangi pelaksanaan program vaksinasi.

“Orang-orang tidak siap karena mereka tidak mengerti,” kata Wiku kepada koresponden asing. “Kami membutuhkan pendidikan publik yang lebih konsisten. Sangat sulit untuk menjelaskan kepada orang-orang di daerah pedesaan, tetapi dengan pendekatan budaya yang tepat kami akan dapat meyakinkan mereka.” [Asia Times]

Back to top button