Crispy

Turki Diduga Berusaha Tukar Muslim Uighur dengan Vaksin Cina

  • Kecurigaan muncul setelah pengiriman vaksin Sinovac dari Cina tertahan sekian pekan.
  • Sebanyak 50 pengungsi Uighur di Turki ditempatkan di fasilitas deportasi.
  • Turki terjebak utang Cina, yang membuat Ankara tak bisa mengelak untuk menyetuji perjanjian ekstradisi.
  • Akankah Turki mengorbankan saudara Muslim demi vaksin.

JERNIH — Turki diduga diam-diam berusaha menukar pengungsi Muslim Uighur dengan vaksin Sinovac Biotech kepada pemerintah Cina.

Dugaan mengemuka setelah aparat keamanan Turki menggeruduk penampungan pengungsi Muslim Uighur, membawa semua isinya dan menempatkannya di fasilitas deportasi.

Oposisi Turki di parlemen secara terbuka mengemukakan tuduhan ini. Menurut mereka, pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan diam-diam ‘menjual’ orang-orang Muslim Uighur untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Puluhan juta dosis vaksin yang dijanjikan Cina belum terkirim. Program vaksinasi Turki terhenti, karena vaksin dari negara lain juga belum datang.

Associated Press melaporkan dalam beberapa bulan terakhir polisi Turki menahan 50 Muslim Uighur di pusat deportasi, yang meningkatkan kekhawatiran bahwa dugaan itu bukan isapan jempol.

Abdullah Metseydi, seorang Muslim Uighur di Turki, masih belum lupa bagaimana rumahnya digedor polisi. “Polisi bersenjata lengkap masuk rumah dan bertanya apakah saya berpartisipasi dalam gerakan melawan Cina,” kata Metseydi.

Kini, Metseyki — bersama istri dan anak-anaknya — berada di tahanan deportasi. Ia tidak bisa membayangkan Turki, saudara Muslim yang memiliki ikatan sejarah, akan menukarnya dengan vaksin.

Pengacara pengungsi mengatakan belum ada bukti kuat quid pro quo, atau pertukaran barang dan jasa. Namun, legislator oposisi dan Muslim Uighur khawatir Beijing menggunakan vaksin untuk memaksa Ankara terikat perjanjian ekstradisi.

Perjanjian ektradisi Cina-Turki ditanda-tangani bertahun-tahun lalu, dan tiba-tiba Beijing meratifikasinya Desember 2020 lalu. Bulan ini, ratifikasi oleh Cina disampaikan ke parlemen Turki.

Setelah Cina meratifikasi, dan Turki menjadikan perjanjian itu UU, pertukaran Muslim Uighur dengan vaksin tak terhindarkan. Beijing akan menjual vaksin dengan harga murah kepada Turki, dengan syarat Muslim Uighur dikirim ke Cina.

“Saya takut dideportasi,” ujar Melike, istri Metseydi seraya menghapus air mata di pipi.

Melike menolak menyebut nama belakangnya karena khawatir saudaranya di Xinjiang akan ditangkap otoritas Cina dan dijebloskan ke penjara. Nama belakang adalah marga, atau nama klan.

“Saya khawatir dengan kesehatan mental suami saya,” lanjutnya.

Kecurigaan pertukaran Muslim Uighur dan vaksin muncul kali pertama ketika pengiriman dari Cina tertahan sekian pekan. Pejabat mengatakan pengiriman tertahan karena masalah ijin. Vaksin Sinovac seharusnya tiba di Turki awal Desember 2020.

Apakah Cina Memeras Turki

Yildirim Kaya, legislator dari partai oposisi Turki, mengatakan sesuai kesepakatan Ankara membeli 30 juta dosis vaksin Sinovac sampai akhir Januari.

Belakangan Beijing mengatakan hanya akan memberi sepertiga dari jumlah itu. “Turki sangat tergantung pada vaksin Sinovac dan kami telah membayar,” kata Kaya. “Apakah Cina sedang memeras Turki?”

Menurut Kaya, legislator telah mengajukan pertanyaan resmi ke pemerintah Turki tentang apakah ada tekanan dari Cina. Ankara belum memberi tanggapan.

Turki berharap keluar dari pandemi Covid-19 lewat imunisasi. Sejauh ini 2,5 juta penduduk Turki terjangkit Covid-19, 26 ribu menemui ajal.

Pemerintah Cina dan Turki mengatakan RUU ekstradisi tidak dimaksudkan untuk menargetkan Muslim Uighur. Media Cina mengatakan kekhawatiran itu berlebihan, dan seperti biasa Kementerian Luar Negeri Cina menyangkal tuduhan pihaknya menggunakan vaksin untuk memulangkan Muslim Uighur.

“Saya pikir spekulasi Anda tidak berdasar,” kata Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina dalam konferensi pers Kamis lalu.

Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan; “Kami tidak menggunakan Muslim Uighur untuk tujuan politik. Kami membela hak asasi mereka.”

Pernyataan Cavusoglu sama sekali tidak menghapus kekhawatiran Muslim Uighur di Turki. Di Beijing, Dubes Turki memuji-muji vaksin Cina seraya menambahkan Ankara menghargai kerjasama yudisial dengan Cina.

Bagi 50 ribu Muslim Uighur di Turki, pernyataan itu sangat menakutkan. Mereka kini berharap-harap cemas akan adanya tindakan keras pemerintah Turki yang mendeportasi mereka demi vaksin.

Terjebak Utang Cina

Turki mungkin tidak akan memanfaatkan Muslim Uighur untuk kepentingan politik, tapi ekonomi. Ankara terjebak utang Cina. Pembangkit listrik tenaga batu bara senilai 1,7 miliar dolar AS sedang dibangun Cina di tepi Laut Mediterania.

Bandar Istanbul memperoleh sertifikasi ‘Bandara Ramah Cina’ pertama di dunia. Ada konter chek-in khusus menerima ribuan wisatawan dari Shanghai dan Beijing.

Retorika Erdogan, yang dulu berapi-api, kini membosankan dan diplomatis. Ia memuji pemimpin-pemimpin Cina atas bantuan dan utang yang diberikan.

Ankara tidak bisa berbuata apa pun ketika Cina meminta lebih banyak ekstradisi Muslim Uighur. Salah satu permintaan ekstradisi tahun 2016 bocor dan dilaporkan Axios, serta diperoleh secara independen oleh Associated Press, menyebutkan Cina meminta Turki memulangkan Muslim Uighur yang mantan vendor ponsel.

Cina berencana mendakwa mantan vendor itu mempromosikan teror ISIS secara online. Beijing mendapatkan yang diinginkan tapi pengadilan membebaskan karena tidak ada bukti untuk menghukumnya.

Ketika kali pertama tiba di Turki, seluruh Muslim Uighur luar biasa bahagia. Mereka menikmati fasilitas luar biasa, karena dianggap saudara seiman.

Kini, kepentingan ekonomi dan vaksin, membuat mereka berada dalam ketakutan kembali ke neraka bernama Cina.

Back to top button