Solilokui

Moedomo Versus GAR ITB

Kuliahnya sangat menarik dan hidup. Ingin tahu apa yang beliau ajarkan? Values! Itulah yang beliau ajarkan. Melalui matematika Moedomo mengajarkan moral dan academic values. Diantara academic values yang beliau ajarkan kepada mahasiswanya (termasuk saya) adalah sikap dan semangat orang-orang hebat di dunia yakni RADIKALISME dalam meraih the highest achievement!

Oleh  :  Prof. Dr. Maman Abdurachman Djauhari

JERNIH—Membaca pemberitaan tentang GAR ITB, sebagai orang yang pernah terlibat dalam mendidik calon alumni ITB, terus terang saya amat sangat terpukul. Kerja keras saya selama 1969-2009 di ITB ternyata menghasilkan banyak defect products.

Prof Maman A Dhauhari

Saya masuk MA ITB (Angkatan 1968) sebagai kader dosen. Tahun 1969 saya sudah diberi tugas sebagai asisten. Kurikulum 11 semester (6 semester Sarjana Muda + 2 semester Sarjana Satu + 3 semester Doctorandus) saya selesaikan 1974, dan diwisuda bulan Oktober. Bulan Maret 1975 saya diangkat sebagai dosen dan Mei 1975 sudah berada di Negeri Trois Mousquetaires untuk program Pascasarjana. Pensiun dari ITB tahun 2009. Total sekitar 40 tahun berkhidmat di ITB.

Saya yakin semua orang ITB membaca dan mendengar pemberitaan GAR ITB. Amat disayangkan, nama “gerakan anti radikalisme” scientifically tidak sesuai dengan norma akademis. Lebih gawat lagi, hermeneutically, pada nama itu tampak kekacauan dalam mind-map si pemberi nama.

Akibatnya, gerakan itu dengan mudah dapat menjadi gerakan kontra-produktif. Mengapa? Sebab, di saat ITB sedang bertarung dalam global intellectual racing, gerakan itu dapat menghambat upaya memenangkan perlombaan intelektual tersebut.

Lalu siapakah Moedomo? Kemungkinan besar sebagian besar anggota IA ITB tidak kenal beliau, atau bahkan mungkin tidak tahu. Moedomo, nama yang simple. Tapi beliaulah Guru Besar ITB kelas dunia dalam bidang Mathematical Analysis yang pernah dimiliki Ibu Pertiwi.

Bagaimana kemumpuniannya? Catat ini baik-baik. Kita akan difahamkan oleh Google.Scholar bahwa karya Moedomo yang terbit di “Pacific Journal of Mathematics” tahun 1971 adalah karya yang sangat fundamental dalam bidangnya dan monumental bagi Indonesia.

Saya katakan fundamental, karena karya itu menjadi salah satu referensi buku yang ditulis oleh Alexander Grothendieck dkk. Dan, saya katakan monumental bagi Ibu Pertiwi, karena karya itu menjadi legenda bagi orang yang tahu fungsi Perguruan Tinggi (PT).

Lalu siapa Grothendieck? Dia adalah matematisi kelas dunia yang hingga saat ini tetap berada pada peringkat ke-11! Perlu dicatat pula, dari peringkat 1 s/d 12 berturut-turut adalah: Newton, Archimedes, Gauss, Euler, Riemann, Poincaré, Lagrange, Euclid, Hilbert, Leibniz, GROTHENDIECK, dan Fermat. Dan, catat lagi bahwa Grothendieck adalah sahabat karib Albert Einstein.

Itulah sekilas profil Moedomo; figur kebanggaan ITB. Dan, memang begitulah rumusnya. Orang hebat selalu bersahabat karib dengan orang hebat lagi. Kalau sekarang ada alumni ITB yang merasa hebat, itu karena yang bersangkutan pernah berada di lingkungan orang-orang hebat seperti Moedomo. Ini tak bisa disangkal.

Moedomo memang sangat brilliant, memiliki kemampuan serendipity, dan …… very humble. Oleh karena itulah, semua pimpinan ITB, apalagi dosen segan dan hormat kepadanya.

Kuliahnya sangat menarik dan hidup. Ingin tahu apa yang beliau ajarkan? Values! Itulah yang beliau ajarkan. Melalui matematika Moedomo mengajarkan moral dan academic values. Diantara academic values yang beliau ajarkan kepada mahasiswanya (termasuk saya) adalah sikap dan semangat orang-orang hebat di dunia yakni RADIKALISME dalam meraih the highest achievement! Lalu, contoh moral values yang beliau ajarkan adalah tidak menempuh solusi radikal terhadap pelanggar norma akademis.

Moedomo mengajarkan bagaimana menjadi RADIKAL dalam mendobrak kemapanan sebuah teori untuk kemudian membangun teori yang baru. Dan, bagaimana menghindari solusi radikal terhadap pelaku kesalahan akademis.

Itulah ruh ITB; moral & academic values ditularkan oleh the seniors melalui interaksi radikal di konferensi, di seminar, di kelas, di laboratorium dan di masyarakat. Dengan menularkan sikap dan semangat radikalisme itulah the seniors mencetak orang-orang hebat.

Di awal saya katakan gerakan anti radikalisme di lingkungan PT dapat menjadi gerakan kontra-produktif. Mengapa? Karena dapat mengganggu fungsi PT. Fungsi PT ada dua, yakni (i) menciptakan ilmu-ilmu baru, dan (ii) menghasilkan manusia-manusia baru.

Hanya dengan sikap dan semangat radikalisme, dosen akan mampu memproduksi ilmu baru. Lalu hasilnya dibagikan tidak hanya kepada mahasiswa dan sejawat dosen tetapi juga kepada komunitas ilmuwan dunia. Dengan sikap dan semangat itu pula ITB menghasilkan alumni.

Karena itulah, apabila ada alumni yang tidak mampu berkontribusi kepada almamaternya dalam perjuangan memenangkan global intellectual racing, saya sarankan lebih baik turut berdo’a daripada membuat gerakan yang kontra-produktif. 

Kalau masih hidup, saya yakin Moedomo akan kecewa dan prihatin dengan sikap dan semangat beberapa alumni ITB yang tidak mampu menjiwai dan mencerna ruh almamaternya.

Moedomo kembali ke Rahmatullah pada 5 November 2005. Semangatnya dalam menampilkan ITB di international scientific map akan tetap menjadi sumber energi bagi dosen, mahasiswa dan alumni ITB. Semoga almarhum selalu berada dalam dekapan hangat Allah swt. Aamiin.

Selamat berkarya.  [ ]

*Prof. Dr. Maman Abdurachman Djauhari, memperoleh gelar Magister Sains dan Doktor di Universite de Montpellier II, Prancis.  Prof Maman adalag penulis utama buku “Reliable Shewhart-type control charts for multivariate process variability” terbit di Jerman, 2018. Juni 2020 buku tersebut diterbitkan ulang dalam delapan  bahasa: Belanda, Italia, Jerman, Prancis, Polandia, Portugis, Rusia, dan Spanyol. Buku tersebut khusus untuk para quality professionals.

Back to top button