Rahayu Oktaviani Raih Whitley Award 2025 Berkat Siulan Indah Siamang Jawa

- Siamang Jawa adalah primata non-manusia yang hidup di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
- IUCN memperkirakan jumlah hewan ini tingga 2.500 dan terancam punah akibat degradasi hutan.
- Ayu, nama panggilan Rahayu Octaviani, 17 tahun mengabdikan diri untuk penyelamatan Siamang Jawa.
JERNIH — Rahayu Oktavini, konservasionis yang 17 tahun mengabdikan diri melindungi Siamang Jawa di hutan Gunung Halimun, meraih Whitley Award 2025 — penghargaan paling bergengsi yang mengakui pencapain konservasi akar rumput.
Ayu, begitu perempuan itu dipanggil, akan menggunakan hadiah uang 50 ribu pound atau Rp 1,1 miliar untuk meningkatkan progra dengan Kiara — sebuah lembaga swadaya masyarakat untuk memperluas upaya penyelamatan Siamang Jawa.
Menurut perkiraan International Union for Conservation of Nature (IUCN), saat ini jumlah Siamang Jawa di alam liar tersisa 2.500. Setengah dari mereka hidup di Taman Nasional Gunung Halimun Salah seluas 87 ribu hektar. Di sini Ayu meletakan pondasi bagi konservasi akar rumput spesies yang terancam punah itu.
Siaman bergantung di kanopi hutam terus-menerus, bergerak mencari makan, sehingga sangat rentah fragmentasi hutan dan degradasi habitat. Sekitar 55 persen dari 270 penduduk Indonesia saat ini tinggal di Jawa, dan kelangsungan hidup spesies endemik ini hanya ditemukan di hutan Pulau Jawa yang terancam penggundulan dan perdagangan hewan ilegal.
Ayu mulai tertarik Siaman Jawa tahun 2008 saat mengunjungi Taman Nasional Gunung Halimun untuk proyek penelitian sarjana yang mengharuskannya memperoleh sampel suara primata itu.
Ia keluar-masuk hutan selama dua minggu, sampai akhirnya Siamang Jawa mengeluarkan suara yang khas dan indah. Ayu, saat berbicara dengan Arab News, mengatakan ingat bagaimana suara Siamang Jawa yang seperti melodi dan menghantui, menciptakan keheningan karena bergema di seluruh hutan.
“Itu lagu terindah yang pernah kudengar dalam hidup. Sungguh menakjubkan,” kata Ayu kepada Arab News. “Siamang Jawa adalah primata non-manusia, tapi memiliki lagu yang indah yang membuat semua mahluk di hutan terdiam”
Sejak itu, Ayu mengabdikan hidup untuk melindungi hewan terancam punah. Di banyak tempat di Pulau Jawa, Siamang Jawa juga dikenal dengan dua nama; siamang perak dan owa jawa.
Ayu tidak sendiri. Ia melibatkan penduduk sekitar hutan. Ia mengajarkan kepada warga betapa Siamang Jawa dapat menjadi sesuatu yang dibanggakan. Keterlihatan masyarakat, menurutnya, adalah inti dari konservasi. Tanpa masyarakat, ia tidak dapat melakukan konservasi.
Ia mepekerjakan orang-orang di Citalahab, desa kecil di dalam taman nasional yang mencari nafkah di perkebunan teh atau petani padi. Delapan orang kini bekerja bersama Ayu, memantau Siamang di alam liar.
Whitley Award 2025 mebuat Ayu kini dikenal publik internasional, dan diharapkan menginspirasi banyak orang.