Veritas

Etnis Serbia Bikin Republik Srpska, Coba Pecah Belah Bosnia

Milorad Dodik yang gemar menyebut pembantaian Muslim Bosnia oleh tentara Serbia sebagai “mitos”, menyerukan boikot terhadap pemerintah ketika Utusan Khusus PBB meloloskan amandemen KUHP yang mengharamkan penyangkalan genosida atas Muslim Bosnia. Selama berbulan-bulan, dia giat menyuarakan separatisme dan menyerang Perjanjian  Damai Dayton yang mengakhiri Perang Bosnia pada 1995.

JERNIH– Tiga puluh tahun lalu, setelah Federasi Yugoslavia pecah, etnis Serbia menyerang Bosnia dan membawa negara itu ke dalam perang saudara. Kini Bosnia menghadapi ancaman serupa manakala etnis Serbia mencoba membentuk Republik Srpska untuk memisahkan diri dari Federasi Bosnia.

Peringatan Utusan PBB untuk Bosnia, Christian Schmidt, menyiratkan trauma masa lalu bagi warga Bosnia. Dalam laporannya kepada PBB sebagaimana dilansir The Guardian, Selasa (2/11), politisi konservatif Jerman itu mewanti-wanti ancaman keretakan politik, dan bahwa kembalinya konflik sektarian sebagai prospek yang “sangat mungkin” terjadi di negeri itu.

Schmidt melaporkan, kelompok etnis Serbia di bawah pimpinan Milorad Dodik, sedang berusaha memisahkan Republik Srpska dari Federasi Bosnia, dan membentuk angkatan perangnya sendiri. Selama berbulan-bulan, dia giat menyuarakan separatisme dan menyerang Perjanjian  Damai Dayton yang mengakhiri Perang Bosnia pada 1995.

Manuver politik Republik Srpska melumpuhkan Sarajevo selama berbulan-bulan, tulis harian Israel, Haaretz. Dodik yang gemar menyebut pembantaian muslim Bosnia oleh tentara Serbia sebagai “mitos”, menyerukan boikot terhadap pemerintah ketika Utusan Khusus PBB meloloskan amandemen KUHP yang mengharamkan penyangkalan genosida.

Dodik menyebut Bosnia sebagai negara “buatan” yang merupakan hasil dari “eksperimen negara barat” dan karena itu harus “dibubarkan.” Analis politik meyakini, lakonnya dibuat untuk memperkuat posisi Republik Srpska di dalam federasi. Namun krisis bereskalasi menjelang perpanjangan misi perdamaian PBB di Bosnia yang akan diputuskan Dewan Keamanan dalam waktu dekat.

Diplomasi proksi di DK PBB

Misi perdamaian di Bosnia digalang oleh Uni Eropa yang menurunkan 700 pasukan helm biru di bekas kawasan perang tersebut. Adapun NATO memiliki perwakilan tetap di Sarajevo. Setiap tahun, mandat PBB harus diperpanjang melalui resolusi Dewan Keamanan. Kali ini, Rusia mengancam akan memveto resolusi damai bagi Bosnia.

Selaras dengan tuntutan Milorad Dodik, Moskow meminta agar resolusi yang baru menyingkirkan peran Utusan Khusus Christian Schmidt. Upaya ini sudah pernah dilakukan Rusia dan Cina beberapa bulan lalu. Kedua negara melobi DK PBB agar membubarkan kantor utusan khusus pimpinan Schmidt.

Langkah tersebut dianggap riskan, karena lembaganya mengawasi pelaksanaan butir Perjanjian Damai Dayton. DK PBB sedianya dijadwalkan melakukan pemungutan suara pada Selasa (2/11), namun diundur ke hari Kamis, tulis DPA. Misi perdamaian PBB di Bosnia sendiri akan berakhir secara otomatis pada Jumat (5/11) ini.

Perjanjian Dayton mencakup pembagian kekuasaan antaretnis, yakni suku Bosnia, Kroasia dan Serbia. Kepemimpinan tripartit itu merupakan kompromi untuk mengakomodasi dua wilayah otonomi, yakni Republik Srpska yang didominasi etnis Serbia di wilayah utara dan timur, serta Bosnia-Herzegovina yang dikuasai etnis Bosnia dan Kroasia.

Kantor utusan khusus PBB secara eksplisit disebut sebagai pemangku fungsi pengawasan dalam perjanjian tersebut. Terlepas dari ancaman Rusia, lingkaran diplomat barat di New York menegaskan bahwa Dewan Keamanan tidak memiliki wewenang untuk mengamandemen isi perjanjian, dan membubarkan kantor utusan khusus PBB. [DPA/Reuters/AP]

Back to top button